Warga Desa Tanjung Sangkar dan Desa Kumbung meminta Gubernur Kepulauan Bangka Belitung menertibkan aktivitas trawl yang telah meresahkan masyarakat nelayan daerah itu.
"Aktivitas kapal trwal ini telah menjadi permasalahan dan bertahun-tahun belum terselesaikan dan sangat mengganggu aktivitas nelayan Tanjung Sangkar dan Kumbung," Kata Kepala Desa Tanjung Sangkar, Iswandi di Toboali, Rabu.
Untuk itu, dia berharap Gubernur dan pihak-pihak terkait dapat membantu nelayan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Tokoh Agama Desa Kumbung Tanjung Sangkar, Samsul Bahri mengatakan aktivitas trawl ini sudah menjadi permasalah belasan tahun namun tidak ada penyelesaian.
"Trawl sudah menjadi permasalahan selama belasan tahun dan kami sudah capek melaporkan namun tidak ada tanggapan," kata dia.
Ia menjelaskan nelayan selalu menjadi korban, karena setiap jaring ikan dan bubuh kepiting yang dipasang selalu hilang dan masyarakat terus mengalami kerugian.
"Nelayan selalu jadi korban jaring dan bubuh sering hilang setelah dipasang dan bahkan menelan kerugian sebesar Rp5 juta perorang dan jika diganti tidak sesuai hanya Rp1 juta hingga Rp2 juta," kata dia.
Ia mengatakan sebelumnya sudah pernah rapat dan didapati kesepakatan yang ditandatangani oleh lima kepala desa, namun hal tersebut tidak diindahkan dan trawl masih tetap beroperasi di wilayah perairan lepar, khususnya Tanjung Sangkar.
"Kami berharap kepada pak Gubernur dan aparat berwenang agar yang namanya trawl tidak beroperasi di daerah Tanjung Sangkar dan Kumbung," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Aktivitas kapal trwal ini telah menjadi permasalahan dan bertahun-tahun belum terselesaikan dan sangat mengganggu aktivitas nelayan Tanjung Sangkar dan Kumbung," Kata Kepala Desa Tanjung Sangkar, Iswandi di Toboali, Rabu.
Untuk itu, dia berharap Gubernur dan pihak-pihak terkait dapat membantu nelayan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Tokoh Agama Desa Kumbung Tanjung Sangkar, Samsul Bahri mengatakan aktivitas trawl ini sudah menjadi permasalah belasan tahun namun tidak ada penyelesaian.
"Trawl sudah menjadi permasalahan selama belasan tahun dan kami sudah capek melaporkan namun tidak ada tanggapan," kata dia.
Ia menjelaskan nelayan selalu menjadi korban, karena setiap jaring ikan dan bubuh kepiting yang dipasang selalu hilang dan masyarakat terus mengalami kerugian.
"Nelayan selalu jadi korban jaring dan bubuh sering hilang setelah dipasang dan bahkan menelan kerugian sebesar Rp5 juta perorang dan jika diganti tidak sesuai hanya Rp1 juta hingga Rp2 juta," kata dia.
Ia mengatakan sebelumnya sudah pernah rapat dan didapati kesepakatan yang ditandatangani oleh lima kepala desa, namun hal tersebut tidak diindahkan dan trawl masih tetap beroperasi di wilayah perairan lepar, khususnya Tanjung Sangkar.
"Kami berharap kepada pak Gubernur dan aparat berwenang agar yang namanya trawl tidak beroperasi di daerah Tanjung Sangkar dan Kumbung," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019