Jakarta (Antara Babel) - Rapat Kerja Nasional IV Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan di Semarang, Jawa Tengah, 19-20 September 2014, berubah menjadi "kebulatan tekad".

Seluruh peserta rakernas secara aklamasi mendukung kembali kepemimpinan Megawati Soekarnoputri untuk periode 2015-2020, meskipun kongres PDI Perjuangan mendatang baru akan berlangsung pada April 2015.

Dukungan penuh peserta rakernas atas mantan Presiden RI untuk terus memimpin PDI Perjuangan itu bermula dari pernyataan presiden terpilih 2014-2019 Joko Widodo saat menyampaikan Visi Misi Program Aksi Presiden Terpilih dalam rakernas pada Jumat (19/9) malam.

Joko Widodo mengungkapkan isi hatinya seraya meminta Megawati memimpin kembali partai berlambang kepala banteng itu pada periode mendatang, selain karena masih sangat dibutuhkan kepemimpinannya, juga untuk menjaga soliditas dan sinergitas partai.  
Pernyataan Joko Widodo itu disambut satu suara oleh seluruh peserta rakernas yang berjumlah 1.590 orang pada pembahasan rakernas keesokan harinya.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan seluruh Indonesia dalam pandangan umumnya juga mendukung bulat kepemimpinan Megawati. Penyampaian pemandangan umum seluruh DPD disampaikan oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah Heru Sudjatmoko yang juga Wakil Gubernur di provinsi itu.

Bahkan dukungan kepada Megawati itu menjadi hasil rakernas yang pertama, padahal rakernas sama sekali tidak mengagendakan pembicaraan soal kepemimpinan PDI Perjuangan mendatang. Rakerna semula mengagendakan pembahasan perubahan haluan partai yang selama sepuluh tahun berada di luar pemerintah kini menjadi partai pemerintah.       "Sudah ketuk palu dan mengikat," kata Sekretaris Panitia Pengarah Rakernas IV PDIP Perjuangan Ahmad Basarah.

Menurut Basarah, dukungan untuk memimpin kembali itu mengejutkan Megawati karena di luar skenario agenda rakernas. Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan itu pun menggambarkan kondisi pada sidang pleno yang tertutup untuk wartawan itu bahwa Megawati sampai menitikkan air mata saat diminta memberikan respons atas permohonan seluruh peserta rakernas.

Saat menganggapi pengajuan itu, Megawati yang lahir di Yogyakarta 23 Januari 1947 itu sempat mengingatkan bahwa usianya sudah 67 tahun. Namun, toh, Presiden RI 2001-2004 itu akhirnya menyatakan kesediaannya untuk memimpin PDI Perjuangan.

"Saya melihat ke depan ini terutama untuk membantu Presiden Pak Jokowi yang Insya Allah dilantik pada 20 Oktober, sehingga, kalau saya melihat ada hal hal yang perlu dilanjutkan, yang membutuhkan sosok ketua umum yang mengerti baik sebagai ketua organisasi sebuah partai. Dan saya, kan, juga pernah menjadi presiden satu kali sehingga bisa bersinergi bagaimana cara untuk dalam lima tahun ini bisa membuat banyak kemajuan di Indonesia," kata Megawati.

Bila Megawati memimpin PDI Perjuangan hingga 2020 berarti akan menjadi ketua umum partai pertama yang terlama memimpin partai, yakni, 27 tahun sejak pertama kali memimpin PDI (sebelum berubah menjadi PDI Perjuangan) pada 1993 dari hasil kongres di Asrama Haji, Sukolilo, Surabaya, Jatim.

Menurut Basarah kebutuhan agar Megawati terus memimpin partai menggambarkan ada persamaan pandangan dan pemahaman soal kebutuhan PDI Perjuangan di masa datang.

Ketua Panitia Pelaksana Rakernas IV PDI Perjuangan Puan Maharani menjelaskan adanya keputusan mendukung kembali kepemimpinan Megawati bukan berarti rakernas telah berubah menjadi kongres.

"Rakernas tetap rakernas. Kongres tetap kongres. Tidak bisa dalam rakernas ada semikongres atau menjadi kongres," kata putri Megawati itu.

Puan yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Politik dan Hubungan Antarlembaga itu menambahkan, dukungan tersebut tetap harus disahkan melalui kongres mendatang.

Ia menilai ibunya sebagai sosok penting dalam menjaga persatuan partai. "Sosok Ibu Mega yang menjadi perekat dan pemersatu di kami," katanya.

    
                                                                                               Tak ada lawan
Sejak 1993, Megawati terpilih sebagai ketua umum partai secara aklamasi. Belum pernah Megawati terpilih karena mengantongi suara lebih banyak dari lawan-lawan politiknya atau bersaing dalam satu forum kongres.

Megawati pertama kali memimpin PDI setelah dipilih secara aklamasi oleh peserta Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, pada 2-6 Desember 1993.

KLB di Surabaya itu berlangsung karena Kongres IV PDI di Hotel Tiara, Medan, 21-25 Juli 1993 tak mampu memilih ketua umum atas sejumlah nama calon yang saling bersaing seperti Soerjadi, Aberson Marle Sihaloho, Budi Hardjono, Soetardjo Soerjogoeritno, Tarto Sudiro, dan Ismunandar.

Penyelenggaraan kongres di partai berlambang kepala banteng yang akrab dengan konflik internal dan selalu diobok-obok rezim Orde Baru itu dan berlangsung berdarah menyusul insiden pemukulan terhadap Alex Asmasoebrata oleh kubu Jacob Nuwawea dapat secara aklamasi memilih Soerjadi.

Soerjadi belum sempat menyusun kepengurusan, kongres saat itu ricuh akibat demonstrasi pimpinan Jacob yang menerobos masuk arena kongres sehingga Menteri Dalam Negeri saat itu, Moh Yogie SM, mengambil alih dan membentuk "caretaker" yang diketuai Ketua DPD PDI Jawa Timur Latief Pudjosakti dengan tugas menyelenggarakan KLB.

Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI Jakarta Selatan terpilih menjadi Ketua Umum pada KLB PDI secara "de facto" dan tak mampu dibendung oleh pemerintah, meskipun pemerintah tidak bersedia mengakui terpilihnya putri Presiden I RI Soekarno itu secara "de jure".

Pemerintah Orde Baru ketika itu sedikit mengalah, mengakui kepemimpinan Megawati melalui Musyawarah Nasional PDI di Jakarta pada 22-23 Desember 1993 dan menghasilkan kepengurusan untuk periode 1993-1998.

Megawati terus digoyang oleh kader-kadernya bahkan dikhianati oleh sejumlah pengurusnya di DPP. Kubu Yusuf Merukh membentuk DPP PDI "Reshuffle" yang dibiarkan pemerintah, Soerjadi bersama sejumlah pengurus DPP PDI seperti Fatimah Ahmad menggalang penyelenggaraan kongres. Kongres pun berlangsung di Asrama Haji Pangkalan Mashur, Medan, Sumut, pada 22-23 Juni 1996, jauh sebelum kepengurusan Megawati berakhir.

Soerjadi terpilih menjadi ketua umum. Terjadilah dualisme kepemimpinan di PDI dan pemerintah mengakui kepemimpinan PDI versi  Soerjadi.

Dualisme ini memicu kerusuhan massa di Ibu Kota Jakarta menyusul perebutan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat oleh kubu Soerjadi yang didukung aparat pemerintah.

Pemerintah Orde Baru hanya mengakui PDI yang dipimpin oleh Soerjadi dan berhak untuk menjadi peserta Pemilu 1997. Ketua Umum DPP PDI Megawati Soekarnoputri yang tidak diakui pemerintah saat itu menyerukan kepada seluruh kader, anggota, dan simpatisannya untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 1997 sehingga perolehan suara PDI pimpinan Soerjadi "jeblok".

Megawati harus menghadapi risiko diusik terus oleh pemerintahan Orde Baru. Megawati mengalah, berpindah-pindah kantor, dari rumahnya di kawasan Kebagusan Jakarta Selatan lalu ke kawasan Condet, Jakarta Timur, tetapi diusir oleh aparat pemerintah saat itu.

Reformasi datang dan pergantian pemerintahan baru mengagendakan Pemilu 1999. Megawati akhirnya menamakan partainya menjadi PDI Perjuangan karena Undang-Undang tidak membolehkan nama partai yang sama dengan partai lainnya.

PDI Perjuangan berhasil menjadi pemenang pada Pemilu 1999 dari 48 partai politik peserta pemilu saat itu setelah mengantongi 35.689.073 suara rakyat (33,74%) dan memperoleh 153 kursi (33,12% dari 462 kursi) di DPR RI sedangkan PDI pimpinan Soerjadi makin "jeblok" dengan hanya meraih 345.720 suara dan hanya meraih dua kursi di parlemen.

Kongres I PDI Perjuangan berlangsung di Semarang, Jawa Tengah, pada 2000, Megawati terpilih kembali secara aklamasi, begitu juga pada Kongres II di Sanur, Bali 28-30 Maret 2005, dan pada Kongres III di Bali pada April 2010.

Saat menjadi Presiden RI pada 2001-2004, Megawati pun tetap mengendalikan penuh partainya sebagai orang nomor satu.

Partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu tak mungkin kuat tanpa peran dari putri Presiden I RI, Soekarno. PDI Perjuangan tetap bisa menjaga performanya sebagai partai besar dalam empat kali penyelenggaraan pemilu yang diikutinya sejak Pemilu 1999.

Pada Pemilu 1999,  PDI Perjuangan menang setelah mengantongi 35.689.073 suara rakyat (33,74%) dan meraih 153 kursi (33,12% dari 462 kursi) di DPR RI.

Pada Pemilu 2004, PDI Perjuangan berada di peringkat kedua, setelah Partai Golkar. PDI Perjuangan meraih 21.026.629 suara (18,53%) dan menduduki 109 kursi (19,82% dari 550 kursi) di DPR RI.

Pada Pemilu 2009, PDI Perjuangan bertengger di posisi ketiga, setelah Partai Demokrat dan Partai Golkar, PDI Perjuangan meraih 14.600.091 suara rakyat (14,03%) dan mendapat 95 kursi (16,96% dari 550 kursi) di DPR RI.

Sementara pada Pemilu Legislatif yang telah digelar pada 9 April 2014, PDI Perjuangan kembali berjaya dan berada di puncak kemenangan dengan mengantongi 23.681.471 suara (18,95%) dan menempati 109 kursi (19,46% dari 550 kursi) di DPR RI.

Masa 10 tahun terakhir berada di luar pemerintahan, Megawati pun tetap bisa mengantarkan kader-kader terbaiknya untuk menjadi kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota. Belum lagi yang berhasil menjadi Ketua MPR Sidharto (menggantikan suami Megawati, Taufiq Kiemas yang wafat), Wakil Ketua DPR Pramono Anung, dan para pimpinan di DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Gubernur Banten Rano Karno (diangkat dari Wakil Gubernur), Wagub Kepulauan Riau Soeryo Respationo, Gubernur Lampung Sjachroedin, Gubernur Bangka Belitung Rustam Effendi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wagub Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya, Gubernur Kalimantan Barat Cornelis, Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang, Wagub Sulawesi Barat Aladin S Mengga, adalah para kader PDI Perjuangan yang memimpin pemerintahan daerah.

                                                                                              Regenerasi
Meskipun tetap terus memimpin partai, Sekretaris Jenderal DPP PDI perjuangan Tjahjo Kumolo mengklaim bahwa PDIP tetap telah berhasil menjalankan regenerasi di partai. Banyak kepengurusan PDI Perjuangan dari pimpinan tingkat cabang di kabupaten/kota hingga pusat, dipegang kader muda, begitupun dengan anggota legislatif yang terpilih.

"Pengejawantahan regenerasi jangan dilihat dari satu struktur saja tetapi secara komprehensif. Kedua, PDIP ini ada proses sejarah. Sejak awal Bung Karno melahirkan Partai Nasionalis Indonesia sampai PDI Perjuanga yang diketuai Bu Mega dan senior-senior partai," kata Tjahjo.

Puan Maharani menambahkan regenerasi di PDI Perjuangan sudah berjalan sangat baik. "Sudah banyak sekali yang kami munculkan. Contohnya Jokowi yang diusulkan oleh Ibu Mega bisa menjadi presiden yang akan dilantik. Jadi kaderisasi dan regenerasi tentu saja buat kami itu hal utama yang dilakukan dalam konsolidasi 10 tahunan ini," kata Puan.

"Kaitannya dengan ketua umum, masih ada sosok Ibu Mega yang menjadi perekat dan pemersatu di kami dan semua itu diputuskan sesuai mekanisme internal partai," katanya.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, menilai keputusan Rakernas untuk kepemimpinan Megawati memiliki beberapa makna politik, yakni, sebagai bagian dari strategi internal untuk membangun soliditas partai ketika PDIP sudah mengubah haluan  menjadi partai pemenang.

Usul Megawati sebagai ketua umum akan mencegah manuver politik di kalangan internal partai maupun dorongan kekuatan eksternal menjelang kongres 2015.

Soliditas partai jelas dibutuhkan untuk menghadapi tantangan politik yang pasti dihadapi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terutama di parlemen. Tanpa konsentrasi dan dukungan yang solid dari PDI Perjuangan, tantangan yang dihadapi Jokowi-JK akan semakin berat.

Dukungan untuk Megawati memimpin kembali PDI Perjuangan sekaligus memangkas spekulasi bahwa Jokowi akan mengambil alih kepemimpinan PDIP pascaterpilih menjadi Presiden.

Hal itu diperkuat oleh inisiatif untuk mengusulkan itu justru datang dari Jokowi. Apa yang dilakukan Jokowi tentu dibaca sebagai langkah preventif dari upaya untuk membenturkan Jokowi dengan Megawati dalam kongres tahun depan.  
     
Menurut dia, Megawati akan menghadapi ujian yakni menyiapkan PDI Perjuangan untuk memunculkan regenerasi kepemimpinan yang sehat. Kapan? Ya, mungkin setelah 2020.

Pewarta: Oleh Budi Setiawanto

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014