Depok (Antara Babel) - Ketika Koalisi Merah Putih berhasil menguasai jajaran pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, muncul wacana dari sejumlah kalangan bahwa kemenangan KMP di parlemen bakal menyulitkan jalannya pemerintahan mendatang.

Bahkan, kubu Jokowi--sapaan akrab Calon Presiden RI terpilih Joko Widodo--sendiri khawatir, dominasi KMP di parlemen dalam jangka panjang bakal menjadi batu sandungan terhadap program kerjanya karena mata anggaran pemerintah harus mendapatkan persetujuan parlemen terlebih dahulu.

Namun, wacana tersebut segera ditepis oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Usai KMP menguasai parlemen, dia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menjegal Jokowi-Jusuf Kalla--pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menang dalam Pilpres 2014.

"Di sini kita ingin mewujudkan demokrasi yang berdasarkan Pancasila bukan demokrasi liberal atau demokrasi yang kebablasan. Sejauh ini tidak ada wacana itu (menjegal Jokowi)," ujar Fadli.

Menurut dia, dengan adanya KMP di jajaran DPR dan MPR, kinerja pemerintahan harus ditingkatkan. "Jokowi-JK harus fokus pada janji politik dan ekonomi yang begitu banyak mereka ucapkan saat berkampanye," katanya.

"Jika mereka bekerja fokus dengan pimpinan yang profesional," kata Wakil Ketua DPR itu, "sudah pasti kita akan dukung program-program yang prorakyat. Akan tetapi, kalau merugikan, ya, tentu akan kita koreksi."
   
Hal senada disampaikan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dengan menampik isu bahwa KMP akan menjegal pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla karena telah menguasai parlemen. "Isu yang berkembang itu tidak tepat, itu pikiran kotor. Koalisi Merah Putih tidak akan menjegal (pemerintahan Jokowi)," tegasnya.

Ia menandaskan bahwa kubunya ingin membangun sistem yang berkualitas dan produktif di parlemen sebab sistem kenegaraan Indonesia saat ini banyak yang rancu. "Kita bicara presidensial, tetapi bicara parlemen juga. Maka, kami ingin menata kabangsaan dalam masa transisi.¿
   
Terkait dengan kecemasan adanya kemungkinan pemakzulan presiden mendatang, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menegaskan proses "impeachment" atau penggulingan pemerintahan Jokowi-JK tidak mudah dilakukan sebab dalam pemilihan pimpinan MPR, selisih angka yang diraih Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan KMP hanya 17 suara.

"Itu menandakan bahwa terjadi perimbangan kekuatan. Kalau itu terjadi (perimbangan kekuatan), tentu kekhawatiran-kekhawatiran pemakzulan (impeachment) menurut saya suatu hal mustahil," kata Irman.

Menurut Irman, majunya Oesman Sapta Odang dalam dua paket pimpinan MPR bisa mencairkan ketegangan antara kedua koalisi (KIH dan KMP). "Dewan Perwakilan Daerah akan berusaha menjembatani dua koalisi ini selama lima tahun ke depan. Saya melihatnya positif saja, tentu pengawasan lebih ketat. Nggak usah kita khawatirkan antara Senayan dan Istana," katanya.

Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid Hidayat juga memastikan pemerintahan Jokowi-JK tidak perlu mengkhawatirkan kekuatan dari KMP di DPR. "Eksekutif yang kuat memerlukan 'check and balance' atau kekuatan politik pengimbang yang juga kuat," katanya.

Dengan demikian, program Jokowi yang disebut revolusi mental bisa terlaksana dengan efektif. "Sebab, kalau tidak ada yang mengawasi dengan kuat, ya, sangat mungkin akan terjadi seperti yang dahulu. Asal bapak senang. Jadi, saya berharap kekuatan dan soliditas KMP tidak ditanggapi secara negatif," katanya.

Sementara itu, Jokowi sendiri tampaknya tidak pusing dengan kondisi parlemen yang dikuasai oleh KMP. "Dinamika politik itu adalah hal biasa dalam kehidupan berdemokrasi. Politik itu setiap detik, setiap jam, setiap minggu bisa berubah. Jadi, ya, segala sesuatunya bisa berubah. Asal programnya bener-bener untuk rakyat dan masyarakat, ya, saya pikir ndak ada masalah," ujarnya.

Dia juga meminta masyarakat untuk tidak ragu pada pengelolaan negara di bawah pemerintahannya kelak. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjamin bahwa semuanya akan terkendali dengan cara-cara yang sudah dirancangnya meski mayoritas parpol pendukung Prabowo menguasai kursi di parlemen.

                                                                  
Tak Bisa Diganggu
   
Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan bahwa program kerakyatan pemerintahan Jokowi-JK tidak akan bisa diganggu oleh KMP di DPR karena Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.

"Bahkan, Presiden di Indonesia itu jauh lebih kuat dibanding Presiden di Amerika Serikat. Presiden di Indonesia mempunyai 50 persen kekuasaan di legislatif.  Kalau kita kaitkan dengan pembentukan UU, dengan kekuasaan itu, presiden tidak perlu ragu karena apa pun proposal UU yang tidak disetujui oleh Presiden, tidak akan bisa disahkan," ujarnya.

Demikian pula, sebaliknya, kata Refly, presiden tidak bisa memaksakan sebuah UU yang tidak disetujui oleh DPR. Akan tetapi, kelebihan presiden di Indonesia, jika situasi darurat, dia memiliki instrumen (untuk mengeluarkan) peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).  
    
Dia juga menilai Jokowi mempunyai kekuatan ekstraparlementer dalam bentuk dukungan dari rakyat, kemudian membentuk opini publik secara luas yang bisa menandingi kekuatan di dalam parlemen.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti Fahmi Habsyi juga sependapat bahwa pasangan Jokowi-JK akan sulit untuk dimakzulkan. Kendati saat ini DPR dan MPR dikuasai oleh KMP yang notabene para pendukung Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Meskipun KIH kalah dalam pertarungan di parlemen, menurut Fahmi, hal itu takperlu dikhawatirkan, terutama soal pemakzulan. Sebab, Jokowi-JK dipercaya tak mengikuti pola KMP yang memilih pimpinan parlemen tanpa melihat rekam jejaknya.

"Malah yang dikhawatirkan justru sebaliknya, pemakzulan bisa terjadi terhadap pimpinan yang ditugaskan duduk di MPR ataupun DPR karena terseret rekam kerjanya pada masa lalu," kata Fahmi.

Mantan politikus PDI Perjuangan Topane Gayus Lumbuun juga menegaskan bahwa dalam sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia, presiden memiliki kekuatan politik lebih besar daripada parlemen.

"Dalam sistem presidensial ini pemerintah tidak perlu takut DPR melakukan hal-hal yang menyimpang atau menggunakan kekuasaannya tanpa etika politik. Itu tidak perlu dikhawatirkan," ujarnya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga sepakat bahwa kondisi sekarang tidak ada hubungan dengan isu KMP di parlemen akan menjatuhkan pemerintah. "Tidak perlu khawatir sebab tidak ada yang akan dijegal atau dimakzulkan. Menjatuhkan presiden itu susah, bahkan mekanismenya berbelit," katanya.

Bahkan, Ketua DPR RI Setya Novanto mengatakan bahwa Prabowo Subianto akan mendukung penuh pemerintahan mendatang. Jaminan ini dia peroleh setelah melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh penting di KMP, Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, dan Aburizal Bakrie. "Semua pimpinan partai di KMP sepakat untuk mendukung pemerintah yang baik. Kalau pemerintah tidak baik, kita luruskan bersama," ucapnya.

Menurut Setya, DPR saat ini tengah menyusun alat kelengkapannya. Setelah semuanya terbentuk, para anggota dewan akan menggelar rapat khusus untuk membahas program-program pemerintah agar sinergi dengan agenda di DPR. "Dengan demikian, program-program presiden bisa sejalan dan menjadi landasan teman-teman di DPR," katanya.

Sebelumnya, KIH dan KMP telah sepakat untuk berdamai. Ketua MPR Zulkifli Hasan yang berasal dari KMP menyatakan kubunya tidak akan menjegal pelantikan Jokowi. "Tidak ada lagi isu penjegalan. Sampai tanggal 20 kita jaga suasana sejuk, aman, dan damai sehingga dapat terlaksana pelantikan dengan khidmat," katanya.

Jelas wacana penjegalan itu tidak beralasan. Jadi, seperti kata Jokowi sudah waktunya kembali bekerja setelah pemilihan pimpinan DPR, DPD, dan MPR selesai. Sekarang fokusnya adalah membangun pemerintahan dan menyusun kabinet sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada tanggal 20 Oktober mendatang.

Pewarta: Oleh Illa Kartila

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014