Tidak terasa sudah hampir 11 hari sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan menteri-menterinya dalam Kabinet Kerja. Dalam rentang waktu itu pula, Kejaksaan Agung tidak memiliki "nakhoda" yang memimpin berlayar mengarungi samudera dunia hukum di tanah air.

Memang, saat ini sudah ada nakhoda "sementara" yang tidak lain Andhi Nirwanto, Wakil Jaksa Agung. Ia ditunjuk sebagai Pelaksana Teknis (Plt) sejak berakhirnya tugas kerja Jaksa Agung Basrief Arief yang bersamaan berakhirnya Kabinet Indonesi Bersatu (KIB) II Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono.

Hari demi hari, jam demi jam, detik demi detik, Korps Adhyaksa saat ini menunggu pemimpin baru dan ekspetasi mereka akan diumumkannya jaksa agung baru pada pengumuman nama-nama menteri kabinet kerja, sirna sudah.

Semula mereka memegang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan bahwa jaksa agung itu satu paket dengan kabinet pelantikannya. Putusan itu dari gugatan mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra yang pada akhirnya menumbangkan Jaksa Agung, Hendarman Supandji saat itu.

Memasuki hari-14 pasca pelantikan Kabinet Kerja, belum ada juga tanda-tanda bakal ada jaksa agung yang baru. Dikhawatirkan jika melewati masa 14 hari maka akan menimbulkan permasalahan baru soal keabsahan jaksa agung baru kendati tidak ada sanksi dari melewati batas waktu itu.

Saat ini, berbagai kalabgan menunggu aksi Presiden Joko Widodo untuk segera mengumumkan siapakah calon jaksa agung yang baru, agar bisa "kerja...kerja...kerja".

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di Jakarta, Rabu, mengaku dirinya menunggu kepastian jaksa agung baru.

"Ya kita menunggu adanya Keppres jaksa agung," katanya.

Kapuspenkum mengharapkan jaksa agung mendatang berasal dari internal kejaksaan karena sudah memahami kinerja korps Adhyaksa.

Sementara itu, Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) mengharapkan jaksa agung mendatang bisa seberani Baharuddin Lopa, setenang, Basrief Arief dan sepintar Andi Hamzah.

Sementara itu terkait keberadaan kejagung sebagai duta hukum dari presiden, maka diharapkan setidaknya memenuhi kriteria tersebut, kata Komisioner KKRI, Kaspudin Nor di Jakarta, Rabu.

Dirinya menyatakan jika di internal kejaksaan ada yang memenuhi kualifikasi seperti itu, maka tidak jadi masalah.

Pasalnya, keberadaan kejagung itu berbeda dengan penegak hukum lainnya mengingat sebagai perwakilan dari presiden atau pemerintah.

Di bagian lain, ia menyatakan semakin cepat semakin baik jika Presiden Joko Widodo segera memilih jaksa agung yang baru.

"Kendati demikian, saya menghargai adanya pertimbangan yang matang dari Pak Presiden, artinya tidak perlu grasak grusuk," kata Kaspudin Nor yang juga pengajar Fakultas Hukum Universitas Satyagama dan malang melintang di dunia advokat.

    
                                                  Bebas dari Parpol
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, meminta jaksa agung yang baru tidak berafiliasi dari partai politik dan korporasi.

"Jaksa agung itu harus independen, artinya tidak afiliasi parpol dan korporasi," kata Koordinator MaPPI FHUI, Choky Ramadhan di Jakarta, Selasa.

Ia juga menyoroti jaksa agung mendatang tidak punya rekam jejak pelanggaran kode etik/perilaku, atau tidak mendapat "tanda merah" dari KPK serta memiliki LHKPN yang wajar dengan profilnya (transparansi LHKPN kepada publik).

Demikian pula kepemimpinannya, memiliki rekam jejak memimpin lembaga negara di bidang hukum.

"Pengalaman memimpin tersebut diharap membawa kultur kerja dan sistem yang lebih baik di lembaga tersebut untuk menjadi pemicu reformasi di internal Kejaksaan. Seperti  Muhammad Yusuf (Ketua PPATK), Yunus Husei (mantan Ketua PPATK), atau Busyro Muqoddas (Komisioner KPK)," katanya.

Persyarakatan itu, kata dia, tidak terlepas dari jaksa agung yang baru akan mempunyai tugas berat ke depan, pertama dalam hal upaya pemberantasan korupsi.

Masih tingginya persepsi masyarakat mengenai perilaku korup oleh aparat Kejaksaan, apalagi masih terdapat Jaksa-Jaksa yang terjerat praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), diantaranya Jaksa Cirus Sinaga, Jaksa Urip Tri Gunawan, Jaksa Dwi Seno Wijanarko, Jaksa Burdju, Jaksa Cecep  dan terakhir tertangkapnya Kepala Kejaksaan Negeri Praya Subri yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kedua dalam hal akuntabilitas, Kejaksaan diniliai sebagai salah satu institusi dengan hasil Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) kurang baik oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Ketiga dalam hal pengawasan internal, laporan Kejaksaan pada 2013 menyebutkan bidang pengawasan telah menjatuhkan sanksi terhadap 168 Jaksa yang melanggar kode etik, dimana 93 diantaranya terkena hukuman sedang dan berat.  
      
Sosok Jaksa Agung yang tegas dan berkomitmen sangat dibutuhkan untuk menertibkan perilaku jaksa-jaksa dibawahnya, katanya.

Pewarta: Oleh Riza Fahriza

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014