Jakarta (Antara Babel) - Salah satu penggabungan baru yang dihasilkan dari Kabinet Kerja pimpinan Presiden Joko Widodo adalah kementerian yang menggabungkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat.

Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, penggabungan tersebut dinilai sangat disayangkan pelaku properti karena dinilai tidak akan membantu dalam menyelesaikan beragam permasalahan perumahan yang terdapat di Tanah Air.

Ali Tranghanda mengemukakan, penggabungan tersebut juga disayangkan karena permasalahan pekerjaan umum dan perumahan rakyat dinilai sebagai dua hal yang berbeda.

Ia menjelaskan bidang PU lebih banyak bersifat konstruksi dan perencanaan, sedangkan di sektor perumahan rakyat sangat terkait dengan pasokan dan permintaan di pasar perumahan, pembiayaan, subsidi, dan pertanahan.

Penggabungan itu, ujar dia, akan membuat prioritas perumahan rakyat tersisihkan dan pemerintah tidak akan fokus untuk penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch mengemukakan bahwa selama satu dekade terakhir, perumahan rakyat di Indonesia telah terabaikan dan tidak berjalan dengan baik.

"Kegagalan kementerian ini selama periode tersebut jangan diartikan bahwa Kementerian Perumahan Rakyat tidak penting. Kegagalan program yang ada lebih dikarenakan sosok menteri yang tidak dapat menjalankan program dengan baik. Masalah perumahan rakyat semakin lama semakin karut marut dan membutuhkan penangan sesegera mungkin," katanya.

Untuk itu, Ali menegaskan bahwa pemerintah harus segera membentuk Badan Pelaksana Perumahan seperti yang diamanatkan di UU No. 1 mengenai Perumahan dan Permukiman tahun 2011, yang sampai saat ini setelah tiga tahun tidak kunjung dibentuk.

Badan tersebut, menurut dia, yang akan memberikan fokus pada penyelesaian permasalahan perumahan rakyat yang terjadi.

"Badan ini akan membuat bank tanah yang sangat strategis untuk penyediaan tanah bagi rumah murah. Karenanya percepatan pembentukan Badan ini adalah mutlak harus dilaksanakan," ucapnya.

    
          Pertanyakan fokus
Selain itu, Indonesia Property Watch juga mempertanyakan fokus pemerintah pada sektor perumahan rakyat bila kementerian yang mengurus sektor itu telah dilebur.

Ali Tranghanda mengingatkan bahwa pihaknya memahami perumahan rakyat bukan hal enteng karena menyangkut struktur pasar perumahan yang masih tidak selaras antara permintaan dan pasokan yang ada.

Dengan penggabungan itu, ujar dia, dikhawatirkan konsep-konsep mengenai pasar perumahan yang sudah dimulai oleh para ahli dan pengamat menjadi mentah kembali, bahkan mungkin tidak akan dijalankan dengan baik di kementerian yang baru ini.

"Bagaimana bisa pemerintah mengurusi perumahan rakyat bila tidak ada kementerian yang fokus? Konsep bank tanah dan tapera yang seharusnya menjadi program unggulan untuk memenuhi rumah rakyat menjadi mentah kembali," katanya.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch juga mengingatkan bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla pada masa dahulu merupakan sosok yang menggulirkan program 1.000 "Tower" Rusunami.

Sebelumnya, Menteri Perumahan Umum dan Perumahan Rakyat (Menpupera) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa penggabungan kedua kementerian tersebut tidak akan pengaruhi kinerja pemerintah.

"Tidak ada masalah karena dulu Kemenpera juga pernah bergabung dengan Kementerian PU," kata Basuki Hadimuljono di Jakarta, Senin (27/10).

Menurut Basuki, pihaknya optimistis bahwa kedua kementerian dapat segera beradaptasi dan bekerja sama karena program keduanya dinilai tidak jauh berbeda.

Menyinggung soal struktur organisasi, Basuki mengemukakan bahwa pihaknya akan menggelar rapat pimpinan dengan dari kedua kementerian tersebut untuk membahas program kerja pascapenggabungan.

"Kemungkinan nanti akan diciptakan Direktorat Jenderal Perumahan Rakyat atau bisa juga disatukan dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya," katanya.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) menyatakan penggabungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat dalam Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo merupakan langkah yang tepat.

"Gapensi menilai penggabungan antara Kementerian PU dan Perumahan Rakyat merupakan langkah yang tepat," kata Sekretaris Jenderal Gapensi Andi Rukman Nurdin Karumpa, di Jakarta, Selasa (28/10).

Menurut Andi, penggabungan tersebut dinilai tepat antara lain agar koordinasi dan sistem manajemen kedua sektor dapat terintegrasi serta mendorong efisiensi.

    
                  Terselesaikan 2030
Sebetulnya sebelum digabungkan, Kementerian Perumahan Rakyat optimistis masalah "backlog" atau kekurangan ketersediaan rumah di Tanah Air dapat terselesaikan pada tahun 2030 dengan adanya upaya kerja sama dari berbagai pihak.

"Berdasarkan perhitungan, kami asumsikan tahun 2030 mendatang masalah 'backlog' rumah bisa diselesaikan," kata Kepala Biro Perencanaan Kemenpera, Hardi Simamora.

Untuk itu, ujar dia, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak khususnya para pemangku kepentingan bidang perumahan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengembang dan masyarakat luas untuk mendukung pelaksanaan program perumahan di seluruh Indonesia.

Ia mengemukakan Kemenpera sangat mengharapkan dukungan pemerintah daerah (pemda), pengembang dan masyarakat guna mengatasi masalah "backlog" perumahan tersebut.

Pemerintah, imbuhnya, memperkirakan kebutuhan rumah masyarakat berpenghasilan rendah per tahun mencapai angka 800.000 unit.

Sedangkan kemampuan pemerintah untuk memenuhi pembangunan rumah hanya 200.000-300.000 unit rumah setiap tahunnya.

"Selama ini masih ada kesenjangan antara jumlah kebutuhan rumah masyarakat dan pasokan dari pemerintah dan pengembang. Pemda dalam hal ini diharapkan juga bisa aktif mendorong pembangunan rumah bagi warganya karena berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 masalah perumahan menjadi salah satu urusan wajib Pemda," kata Hardi.

    
                       Peta jalan
Oleh karena itu, Indonesia Property Watch menginginkan pemerintah dapat membuat peta jalan perumahan nasional karena program terkait perumahan selama ini dinilai masih belum optimal.

"Ironisnya sampai saat ini pemerintah belum mempunyai 'road map' (peta jalan) perumahan nasional. Semua program masih sebatas tambal sulam," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

Terkait dengan target pembangunan 200 ribu rumah per tahun, Ali berpendapat bahwa target tersebut akan sulit tercapai tanpa ditunjang oleh kebijakan yang mumpuni.

Hal tersebut, menurut dia, karena masing-masing wilayah mempunyai persoalan "backlog" yang berbeda, di mana data antarwilayah juga tidak dimiliki pemerintah.

"Data ini pun tidak dimiliki pemerintah. Jadi jangan sampai target hanya bersifat fisik namun setelah dibangun banyak yang kosong. Belum lagi bila kita berbicara mengenai di atas tanah siapa rumah tersebut dibangun," katanya.

Untuk itu, ujar Ali, sebelum berbicara target pembangunan rumah, pemerintah sebaiknya membentuk bank tanah karena saat ini, yang berhasil membangun sebagian target bukan pemerintah melainkan pengembang swasta.

Selain itu, lanjutnya, masalah klasik tumpulnya program perumahan karena kementrian yang ada sulit bila tidak bekerja sama dengan pemda karena ada penerapan otonomi daerah yang harus diselesaikan lintas kementerian.

"Karenanya sebaiknya sebelum berbicara target, seharusnya pemerintah dapat membuat road map mau dibawa kemana perumahan rakyat, karena masih banyak masyarakat yang tidak punya rumah," katanya.

Pewarta: Oleh Muhammad Razi Rahman

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014