Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, MSi mengatakan, pelibatan tentara dalam penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), tidak harus dilihat sebagai upaya untuk melemahkan peran polisi.
"Keterlibatan tentara tidak harus dilihat sebagai upaya untuk melemahkan peran polisi, namun semata-mata untuk memperkuat dan mengatur sirkulasi manusia di tengah pandemi ini," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Kamis, terkait pelibatan TNI dalam penerapan normal baru.
Dia menjelaskan, pemerintah telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki potensi terpaparnya pandemi COVID-19.
PSBB kata dia, pada hakikatnya mengatur soal tertib sosial dengan asumsi bahwa semakin tertibnya masyarakat melaksanakan protokol kesehatan, maka akan meminimalisir penyebaran pandemi Virus Corona jenis baru (COVID-19).
Namun menurut Ahmad Atang, keberhasilan PSBB dalam menekan angka penyebaran COVID-19 sangat tergantung pada tingkat kesadaran masyarakat yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.
Namun fakta menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tidak patuh terhadap aturan PSBB, karena masih ditemukan banyaknya masyarakat yang berkerumun, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak dan seterusnya.
"Selama ini yang mengawal implementasi PSBB adalah polisi dan Satpol PP, namun masih dirasakan tidak imbangnya antara jumlah personil dan wilayah jangkauan, sehingga negara mesti melibatkan tentara baik, angkatan darat, udara mau laut," katanya.
Kehadiran tentara menurut dia sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengaturan sosial.
Apalagi, saat ini sebagian wilayah akan masuk pada tahap normal baru maka pola hidup baru harus dikawal secara ketat, karena tertib sosial tidak hanya soal patuh pada aturan, namun harus ada upaya paksa untuk membangun kesadaran kolektif.
"Maka keterlibatan tentara tidak harus dilihat sebagai upaya untuk melemahkan peran polisi, namun semata-mata untuk memperkuat dan mengatur sirkulasi manusia di tengah pandemi ini," katanya.
Hanya saja, perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) yang jelas antarinstitusi pengaman, agar tidak terjadi tumpang tindih tugas, fungsi dan kewenangan dalam pelaksanaan di lapangan, kata Ahmad Atang menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020
"Keterlibatan tentara tidak harus dilihat sebagai upaya untuk melemahkan peran polisi, namun semata-mata untuk memperkuat dan mengatur sirkulasi manusia di tengah pandemi ini," kata Ahmad Atang kepada ANTARA di Kupang, Kamis, terkait pelibatan TNI dalam penerapan normal baru.
Dia menjelaskan, pemerintah telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki potensi terpaparnya pandemi COVID-19.
PSBB kata dia, pada hakikatnya mengatur soal tertib sosial dengan asumsi bahwa semakin tertibnya masyarakat melaksanakan protokol kesehatan, maka akan meminimalisir penyebaran pandemi Virus Corona jenis baru (COVID-19).
Namun menurut Ahmad Atang, keberhasilan PSBB dalam menekan angka penyebaran COVID-19 sangat tergantung pada tingkat kesadaran masyarakat yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi.
Namun fakta menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tidak patuh terhadap aturan PSBB, karena masih ditemukan banyaknya masyarakat yang berkerumun, tidak memakai masker, tidak menjaga jarak dan seterusnya.
"Selama ini yang mengawal implementasi PSBB adalah polisi dan Satpol PP, namun masih dirasakan tidak imbangnya antara jumlah personil dan wilayah jangkauan, sehingga negara mesti melibatkan tentara baik, angkatan darat, udara mau laut," katanya.
Kehadiran tentara menurut dia sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengaturan sosial.
Apalagi, saat ini sebagian wilayah akan masuk pada tahap normal baru maka pola hidup baru harus dikawal secara ketat, karena tertib sosial tidak hanya soal patuh pada aturan, namun harus ada upaya paksa untuk membangun kesadaran kolektif.
"Maka keterlibatan tentara tidak harus dilihat sebagai upaya untuk melemahkan peran polisi, namun semata-mata untuk memperkuat dan mengatur sirkulasi manusia di tengah pandemi ini," katanya.
Hanya saja, perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) yang jelas antarinstitusi pengaman, agar tidak terjadi tumpang tindih tugas, fungsi dan kewenangan dalam pelaksanaan di lapangan, kata Ahmad Atang menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020