Jakarta (Antara Babel) - Masyarakat tetap menanti para anggota DPR RI dapat bekerja dengan komitmen mengutamakan pembangunan bangsa dan negara.

Realitasnya, anggota DPR RI periode 2014-2019 sampai saat ini belum dapat bekerja secara efektif menjalankan fungsi dan kewenangannya di bidang legislasi, budgeting, dan monitoring.

Apalagi, jika disebut bekerja dengan komitmen mengutamakan pembangunan bangsa dan negara, tampaknya masih sangat jauh dari harapan.

Selama hampir dua bulan, sejak dilantik pada1 Oktober 2014, para legislator lebih banyak berseteru dengan mengedepankan kepentingan kelompok dan golongan, yakni partai politik dan koalisi, daripada kepentingan bangsa dan negara.

Bahkan, dari perseteruan yang bermuara pada dua kekuatan politik, yakni Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), anggota alat kelengkapan dewan (AKD) yang seharusnya sudah bekerja, tetapi sampai saat ini belum terisi penuh. Hal ini mengingat masih ada fraksi-fraksi yang belum menyerahkan daftar nama anggotanya untuk mengisi anggota AKD.

Di sisi lain, perwakilan dari dua kekuatan politik yang ada terus melakukan lobi untuk segera menyelesaikan kebuntuan yang terjadi di DPR RI.   
  
Pada akhirnya, dua kekuatan politik di DPR yang tidak sejalan membuat kesepakatan damai pada hari Senin (17/11) dengan menyepakati lima poin, yang ditandatangani oleh tim perunding dari dua kelompok koalisi.

Mereka adalah Pramono Anung dan Olly Dondo Kambey dari KIH serta Hatta Rajasa dan Idrus Marham dari KMP.

Kesepakatan damai ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk mencairkan kebuntuan yang terjadi selama hampir dua bulan ini.

Usai penandatanganan kesepakatan damai, tim perunding dari KIH, Pramono Anung, mengingatkan semua pihak, terutama para politikus agar bersikap dewasa dalam berpolitik dan mengutamakan kepentingan bersama untuk membangun bangsa.

"Konflik yang terjadi di DPR RI agar menjadi pelajaran berharga dalam membangun demokrasi. Kita harapkan ke depan tidak ada lagi konflik seperti ini," kata Pramono Anung di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.

Menurut Pramono, konflik yang saling mengunci di DPR RI saat ini baru pertama kali terjadi sejak era reformasi.

Dari perjalanan kariernya di dunia politik, Pramono mengatakan bahwa dirinya pernah belajar bagaimana mengatasi jika terjadi konflik yang saling mengunci sehingga DPR RI tidak dapat bekerja.

"Mengatasi hal ini melalui musyawarah seperti membuat buku putih yang isinya saling mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, bukan mengutamakan kepentingan kelompok," katanya.

Pada kesempatan itu, Pramono mengajak semua pihak, terutama para politikus, untuk mengutamakan kepentingan bersama dan bukan kepentingan kelompok.

Pramono juga menegaskan bahwa setelah penandatanganan kesepakatan antara KIH dan KMP ini, ke depan tidak ada lagi sebutan KIH atau KMP di DPR RI.

Ia menegaskan bahwa DPR RI ke depan hanya ada satu sebutan, yakni DPR RI tanpa ada sebutan kelompok-kelompok lagi. "Kalau di luar DPR RI silakan saja," katanya.

   
   Revisi UU MD3
Menindaklanjuti dari kesepakatan bersama KIH dan KMP kemudian diselenggarakan rapat paripurna yang dihadiri oleh anggota DPR RI dari seluruh fraksi di DPR RI pada hari Selasa (18/11) dengan agenda pengisian anggota AKD dan pembentukan Badan Legislasi.

Badan Legislasi ini yang akan mengambil peranan strategis dalam penyelesaian kebuntuan di DPR RI. Dalam hal ini, kedua kekuatan politik di DPR sepakat untuk melakukan revisi UU MD3 melalui Badan Legislasi.

Setelah revisi UU MD3 setelah dan setelah revisi Tata Tertib DPR RI selesai, baru kemudian dilakukan pengisian pimpinan AKD.

Badan Legislasi yang dibentuk pada rapat paripurna, Selasa (18/11), bekerjanya cepat, yakni melakukan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM untuk menyetujui revisi UU MD3.

Pada rapat kerja yang dihadiri Menteri Hukum dan HAM Yasona H. Laoly di DPR RI, Kamis (20/11), Pemerintah menyetujui DPR RI melakukan revisi UU MD3 agar DPR bisa segera bekerja secara normal.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Saan Mustopa mengatakan bahwa Badan Legislasi DPR RI memutuskan akan segera merevisi UU MD3 guna menyelesaikan konflik di internal DPR RI.

"Revisi UU MD3 ini dilakukan di luar program prioritas legislasi nasional tahun 2015 karena pertimbangan urgensi," kata Saan Mustopa.

Anggota Badan Legislasi Arif Wibowo menambahkan bahwa DPR RI dapat melakukan revisi sebuah UU karena pertimbangan urgensi sesuai dengan amanah Pasal 23 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 
  
Arif Wibowo menjelaskan revisi UU MD3 ini akan menghapus beberapa ayat dalam Pasal 74 dan 98 serta menambahkan bebepara ayat terkait dengan  pimpinan dan keanggotaan alat kelengkapan dewan (AKD).

Revisi tersebut, kata dia, sesuai dengan kesepakatan yang telah dilakukan antara KIH dan KMP.

Politikus PDI Perjuangan itu menjelaskan prosedurnya adalah DPR RI membuat RUU MD3 sebagai inisiatif DPR RI, kemudian mengirimkannya ke Pemerintah.

Setelah terbit amanah Presiden, kemudian dibahas bersama Pemerintah di Baleg DPR RI.

Setelah pembahasan dan harmonisasi, menurut Arif, kemudian ditetapkan di Baleg dan dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui.

Arif memperkirakan proses revisi UU MD3 ini sudah selesai dalam waktu sekitar dua minggu, yakni sebelum 5 Desember 2014.

"Kami menargetkan, sebelum mamasuki masa reses pada tanggal 6 Desember, revisi UU MD3 udah selesai dan tambahan pimpinan AKD sudah terisi," katanya.

Setelah revisi UU MD3, kemudian dilakukan revisi Tata Tertib DPR RI, selanjutnya akan dilakukan pengisian pimpinan AKD yang seluruhnya akan dilakukan sebelum memasuki masa reses mulai 6 Desember 2014.

Salah satu ayat yang diperbaiki dalam revisi adalah penambahan pimpinan AKD dari satu ketua dan tiga wakil ketua menjadi satu ketua dan empat wakil ketua.

Ketua DPR RI Setya Novanto menaruh harapan besar revisi UU MD3 ini segera selesai sehingga DPR RI dapat segera bekerja secara normal.

Menurut Novanto, pimpinan DPR RI sangat menginginkan agar DPR RI dapat segera bekerja menjalankan fungsi dan kewenangannya, yakni di bidang legislasi, budgeting, dan monitoring.

"Saya juga meyakni anggota DPR RI sudah sangat ingin bekerja sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing," katanya.

Semoga kebuntuan di DPR segera berakhir dan berubah menjadi DPR yang mengedepankan kebersamaan untuk membanjgun bangsa dan negara.

Pewarta: Oleh: Riza Harahap

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014