Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Karya Pegawai Negeri Sipil (PK PNS) Republik Indonesia menindaklanjuti tuntutan pencabutan SKB 3 Menteri terkait Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) PNS/ASN dan Pengembalian Hak-hak kepegawaiannya, agar mereka mendapatkan kepastian hukum.

"Kami telah melakukan berbagai upaya diantaranya telah menyurati Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo untuk mengembalikan hak-hak kepegawaian PNS/ASN PTDH ini," kata  Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Karya Pegawai Negeri Sipil, Sumiadi Taslim di Pangkalpinang, Selasa.14 juli 2020

Ia mengatakan sejak dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri, Menpan RB dan Kepala BKN Nomor 182/6597/J Nomor 15 Tahun 2018, Nomor 153/KEP/2018 tanggal 13 September 2018 dan berdasarkan data Kementerian RB tertanggal 28 Oktober 2019 ada sebanyak 2.020 orang PNS/ASN telah di PTDH dan 337 orang yang belum, sehingga kami mengganggap hal tersebut sangat diskriminatif, tidak memiliki kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Selain itu, tidak memperhatikan asaz-azas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan melanggar HAM, karena sampai saat ini masih terdapat para menteri, gubernur, bupati dan wali kota yang tidak memberhentikan PNS/SN di lingkungannya, namun tidak mendapat sanksi apapun sebagaimana dimaksud dalam SKB tiga menteri tersebut.

Padahal, Dirjen HAM Kemenhum dan HAM melalui surat Nomor HAM HA 01.04.21 tertanggal 28 Oktober 2019 merekomendasikan kepada instansi terkait agar dilakukan evaluasi kembali terhadap PNS yang telah di PTDH maupun yang belum dengan klasifikasi tindak pidana berdasarkan peran, keadaan atau kerugian mengacu  pada putusan inkracht sebagai pertimbangan untuk menentukan status kepegawaian mereka, bahkan menurut Dirjen  Otda Kemendagri dalam surat nomor 880/2724/OTDA pada 19 Mei 2020 tentang tindak lanjut hasil rapat pembahsan penanganan HAM terkait PTDH PNS yaang ditujukan kepada instansi terkait. Pada prinsipnya menyatakan putusan TUN yang dimenangkan penggugat (PNS PTDH) menjadi bahan referensi dalam menyikapi rekomendasi tersebut.

Selain itu, para PNS yang telah diberhentikan tersebut dalam kedududkan hukum semuanya telah selesai menjalani hukuman, sebagian besar mereka hanya melaksanakan perintah jabatan yang tidak ada kerugian negara dengan pidana kurungan rata-rata di bawah 2 tahun pada saat putusan inkracht sebelum berlakunya UU Nomor 5/2014 tentang ASN dan PP Nomor 11/2017 tentang Manajemen ASN.

"Ada juga sebelumnya telah diberhentikan sementara dan diaktifkan kembali dan ada yang sebelumnya telah dihukum disiplin penurunan pangkat setingkat lebih rendah, bahkan ada PNS yang dihukum dalam perkara korupsi yang tidak terkait dengan jabatan sebagai PNS ditambah lagi penetapan SK PTDH berlaku surut terhitung sejak inkcraht sehingga berimplikasi pada tuntutan pengembalian gaji dan penghasilan lainnya yang telah diterima, pada hal mereka telah kembali bekerja dan melaksanakan tugas yang tentunya sama menambaah persoalan," katanya.

Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan diantaranya menyurati Presiden RI memohon audiensi tertanggal 2 Februari 20020, namun disayangkan surat tersebut oleh Deputi Bdang Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan Setneg hanya diteruskan kepada instansi terkait.

Selain itu melakukan beberapa kali aksi unjuk rasa damai di Taman Pandang Istana Jakarta, menyampai surat permohonan audiensi kembali kepada Presiden RI, menyampaikan laporan lisan kepada Komisioner Ombusman, menemui Ketua Komisi III DPR mohon diadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan mengunjungi Menkopolhukam guna permohonan audiensi dan perlindungan hukum.

"Kami berharap upaya yang telah dilakukan ini mendapatkaan tanggapan dari pemerintah dan DPR, karena jika hal ini tidak ditanggapi maka akan menjadi sejarah kelam birokasi sepanjang berdirinya republik ini," katanya.

Pewarta: Aprionis

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020