Sudan telah menyatakan keadaan darurat di wilayah yang terbelenggu konflik, Darfur, setelah kekerasan dan kerusuhan berlangsung di dua kota, menurut laporan kantor berita SUNA.

Misi Uni Afrika-PBB di Darfur (UNAMID) mengatakan pihaknya telah mengirim satu tim ke Kota Kutum di Negara Bagian Darfur Utara setelah ada laporan soal pembakaran sebuah kantor polisi dan beberapa kendaraan oleh sejumlah pemrotes, yang tidak diketahui jati dirinya.

Para pengunjuk rasa pada Minggu (12/7) menuntut keamanan yang lebih baik serta pembentukan pemerintahan dari kalangan sipil, kata seorang warga.

Jabatan gubernur negara bagian saat ini dipegang di Sudan oleh para pejabat militer setelah pemimpin autokrat, Omar al-Bashir, terguling pada April.

Serangkaian aksi unjuk rasa telah berlangsung di kota-kota di seluruh Darfur dan berbagai daerah di Sudan, juga untuk memprotes keberadaan milisi-milisi bersenjata.

Konflik di Darfur mulai bergolak pada 2003 ketika para pemberontak, yang sebagian besar merupakan warga keturunan non-Arab, mengangkat senjata untuk melawan pemerintah.

Pasukan pemerintah dan milisi, yang sebagian besar dari kalangan Arab dan bergerak untuk menumpas pemberontakan, dituduh melancarkan aksi keji secara massal. Sekitar 300.000 orang tewas dalam konflik tersebut, menurut perkiraan PBB.

Tidak ada peperangan serius selama beberapa tahun belakangan, namun konflik masih belum terselesaikan karena kelompok milisi Arab masih berada di wilayah itu dan menguasai daerah yang mereka rebut.

Pemerintahan sipil peralihan di Khartoum, yang memangku kekuasaan bersama militer sejak Bashir terguling, telah menyatakan tekad untuk mengakhiri konflik.

Mereka juga ingin melakukan pembicaraan dengan beberapa kelompok pemberontak yang telah memerangi pemerintahan Bashir di Darfur dan wilayah-wilayah lainnya di negara itu.

Sumber: Reuters
 

Pewarta: Tia Mutiasari

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020