Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai Indonesia perlu memiliki Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama, bukan hanya untuk lindungi tokoh Agama Islam saja namun semua tokoh agama dari seluruh agama yang diakui di Indonesia.
Hidayat mendesak DPR RI dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU PTASA) yang sudah diputuskan menjadi RUU Prolegnas Prioritas 2020.
"Selama ini Indonesia sebagai Negara Hukum, belum mempunyai aturan hukum yang khusus untuk melindungi tokoh agama dari beragam agama yang diakui sah di Indonesia," kata Hidayat Nur Wahid (HNW), dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: Polisi lakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku penusukan Syekh Ali Jaber
Hal itu dikatakan HNW terkait keprihatinannya atas peristiwa penganiayaan terhadap Ali Jaber yang ditusuk saat berdakwah di masjid Falahudin, Sukajawa, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung, Minggu (13/9).
Menurut HNW, penikaman terhadap Syekh Ali Jaber merupakan bukti bahwa ancaman dan intimidasi terhadap ulama, tokoh Agama Islam, dan juga tokoh agama lainnya, nyata adanya.
Baca juga: Jangan tergesa hentikan kasus penusukan Syekh Ali Jaber karena alasan pelaku ODGJ
Karena itu menurut dia, Indonesia sebagai negara Pancasila, yang mengakui kebebasan melaksanakan ajaran agama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia dan mewajibkan Negara untuk melindungi seluruh Penduduk Indonesia dalam UUD NRI 1945, memerlukan instrumen hukum yang spesifik dan bisa melindungi peran para tokoh agama saat menyampaikan ajaran agamanya masing-masing.
"Ini bukan kasus yang pertama, karena kasus serupa sudah berulangkali terjadi. Kalau negara sekuler seperti Amerika Serikat, yang mayoritas beragama Kristiani saja mempunyai aturan hukum untuk melindungi pemuka agama agar tidak dikriminalisasi, seperti adanya Pastor Protection Act, maka sewajarnya bila Indonesia negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa juga mempunyai aturan hukum yang menjadi lex spesialis untuk melindungi tokoh agama, ujarnya.
Hidayat menjelaskan, RUU tersebut perlu memuat perlindungan fisik bagi tokoh agama dari semua agama yang diakui di Indonesia, saat mereka sedang menyampaikan ajaran agamanya dan juga sanksi bagi yang melakukan persekusi terhadap tokoh agama.
Baca juga: Syekh Ali Jaber minta umat Islam tidak terprovokasi
Menurut dia, perlindungan fisik dapat berupa perlindungan dari intimidasi, ancaman kekerasan, hingga kekerasan fisik seperti yang baru saja menimpa Syekh Ali Jaber.
"Hal itu perlu diatur secara tegas di dalam peraturan lex spesialis di level undang-undang. Sanksi bisa berupa kurungan penjara maupun denda," katanya.
Baca juga: Azis Syamsuddin minta Polri ungkap motif penyerangan Syekh Ali Jaber
Dalam kasus penusukan Syekh Ali Jaber tersebut, HNW meminta pihak Kepolisian segera mengusut kasus ini secara terbuka dan tuntas, termasuk apa motif, siapa dalang, dan jangan berhenti pada alasan 'klise', yaitu gangguan mental,"
Hal itu menurut dia karena para warga net atau "netizen" saja bisa menampilkan banyak foto mutakhir dari pelaku sebagai bukti digital bahwa yang bersangkutan dalam kondisi yang normal.
Dia menilai langkah itu agar persekusi terhadap ulama atau tokoh agama tidak terulang kembali sehingga menghadirkan efek jera menjadi penting bagi penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi berat kepada pelaku penikam Syekh Ali Jaber.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020
Hidayat mendesak DPR RI dan Pemerintah segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU PTASA) yang sudah diputuskan menjadi RUU Prolegnas Prioritas 2020.
"Selama ini Indonesia sebagai Negara Hukum, belum mempunyai aturan hukum yang khusus untuk melindungi tokoh agama dari beragam agama yang diakui sah di Indonesia," kata Hidayat Nur Wahid (HNW), dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Baca juga: Polisi lakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku penusukan Syekh Ali Jaber
Hal itu dikatakan HNW terkait keprihatinannya atas peristiwa penganiayaan terhadap Ali Jaber yang ditusuk saat berdakwah di masjid Falahudin, Sukajawa, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung, Minggu (13/9).
Menurut HNW, penikaman terhadap Syekh Ali Jaber merupakan bukti bahwa ancaman dan intimidasi terhadap ulama, tokoh Agama Islam, dan juga tokoh agama lainnya, nyata adanya.
Baca juga: Jangan tergesa hentikan kasus penusukan Syekh Ali Jaber karena alasan pelaku ODGJ
Karena itu menurut dia, Indonesia sebagai negara Pancasila, yang mengakui kebebasan melaksanakan ajaran agama sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia dan mewajibkan Negara untuk melindungi seluruh Penduduk Indonesia dalam UUD NRI 1945, memerlukan instrumen hukum yang spesifik dan bisa melindungi peran para tokoh agama saat menyampaikan ajaran agamanya masing-masing.
"Ini bukan kasus yang pertama, karena kasus serupa sudah berulangkali terjadi. Kalau negara sekuler seperti Amerika Serikat, yang mayoritas beragama Kristiani saja mempunyai aturan hukum untuk melindungi pemuka agama agar tidak dikriminalisasi, seperti adanya Pastor Protection Act, maka sewajarnya bila Indonesia negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa juga mempunyai aturan hukum yang menjadi lex spesialis untuk melindungi tokoh agama, ujarnya.
Hidayat menjelaskan, RUU tersebut perlu memuat perlindungan fisik bagi tokoh agama dari semua agama yang diakui di Indonesia, saat mereka sedang menyampaikan ajaran agamanya dan juga sanksi bagi yang melakukan persekusi terhadap tokoh agama.
Baca juga: Syekh Ali Jaber minta umat Islam tidak terprovokasi
Menurut dia, perlindungan fisik dapat berupa perlindungan dari intimidasi, ancaman kekerasan, hingga kekerasan fisik seperti yang baru saja menimpa Syekh Ali Jaber.
"Hal itu perlu diatur secara tegas di dalam peraturan lex spesialis di level undang-undang. Sanksi bisa berupa kurungan penjara maupun denda," katanya.
Baca juga: Azis Syamsuddin minta Polri ungkap motif penyerangan Syekh Ali Jaber
Dalam kasus penusukan Syekh Ali Jaber tersebut, HNW meminta pihak Kepolisian segera mengusut kasus ini secara terbuka dan tuntas, termasuk apa motif, siapa dalang, dan jangan berhenti pada alasan 'klise', yaitu gangguan mental,"
Hal itu menurut dia karena para warga net atau "netizen" saja bisa menampilkan banyak foto mutakhir dari pelaku sebagai bukti digital bahwa yang bersangkutan dalam kondisi yang normal.
Dia menilai langkah itu agar persekusi terhadap ulama atau tokoh agama tidak terulang kembali sehingga menghadirkan efek jera menjadi penting bagi penegak hukum untuk menjatuhkan sanksi berat kepada pelaku penikam Syekh Ali Jaber.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020