Jakarta (Antara Babel)  - "Pagi ini, kami menemukan tiga jenazah yang terdiri atas dua pria dan satu wanita yang mengenakan seragam pramugari  ...".

Ungkapan yang membesarkan hati itu dijelaskan Kepala Badan Sar Nasional (Baranas) Bambang Soelistyo di Jakarta, Rabu pagi sekitar pukul 08.30 WIB. Kepala Basarnas menjelaskan kepada para wartawan tentang perkembangan pencarian dan penyelamatan pesawat Airbus milik AirAsia QZ 8501 yang hilang kontak dengan bandara sejak hari Minggu 28 Desember 2014. Pesawat dari perusahaan yang bermarkas di Malaysia itu terbang dari Surabaya menuju Singapura dengan membawa 155 penumpang serta tujuh awak.

Airbus A320-220 itu jatuh di sekitar perairan Selat Karimata, Pangkalan Bun, Provinsi Kalimantan Tengah itu take off pada Minggu subuh sekitar pukul 05.36 WIB namun kemudian kontak hilang pada pukul 06.18. Tentu saja hilangnya pesawat ini menggegerkan seluruh dunia dan pemerintah kemudian langsung mengambil langkah-langkah kilat dengan mengerahkan berbagai instansi mulai dari Basarnas, anggota TNI dan Polri, Kementerian Perhubungan serta minta masyarakat untuk ikut aktif membantu pencarian.

Dengan ditemukannya tiga jenazah pada Rabu pagi itu, maka menurut Bambang Soelistyo yang merupakan Marsekal Madya TNI itu, maka sudah enam jenazah yang ditemukan karena pada Selasa sore telah ditemukan dua mayat wanita dan seseorang lelaki..

Walaupun cuaca jelek di perairan yang berkedalaman 35-40 meter itu, Basarnas mengerahkan tidak kurang dari sembilan pesawat udara, 17 helikopter serta 1700 orang . Selain buruknya cuaca maka gelombang berketinggian tiga hingga empat meter itu juga cukup merepotkan tim SAR termasuk sejumlah penyelam.

Hilangnya pesawar Airbus ini sejak Minggu pagi hingga Selasa siang telah menimbulkan pertanyaan, kritik terhadap kemampuan jajaran SAR karena belum ditemukan juga serpihan hingga jenazah para korban.

"Saya cemas karena belum juga ada kontak antara SAR dengan pesawat. Tapi setelah kita melihat berita-berita televisi, saya merasa tenang. Ternyata  kemampuan SAR kita tidak kalah dengan tenaga- tenaga luar negeri," kata pengajar Universitas Pertahanan Profesor Salim Said.

Pujian serupa juga dilontarkan seorang penerbang senior Captain  Nababan dan pengamat penerbangan Duddy Sudibyo.

"Saya mengapresiasi tim SAR," kata Captain Nababan.

Upaya pencarian pesawat AirAsia ini juga tidak luput dari dua pucuk pimpinan pemerintah yakni Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla. Jokowi pada Selasa sor terbang ke Selat Karimata untuk melihat upaya pencarian dan penyelamatan. Sementara itu, Jusuf Kalla  mendatangi markas Basarnas di Jakarta.

Satu pertanyaan yang menggelitik muncul pada hati sebagian masyarakat di Tanah Air, yakni kenapa penemuan lokasi jatuhnya pesawat hingga jenazah baru terjadi hari Selasa sore padahal sarana udara ini hilang atau jatuh sejak Minggu pagi? Apakah kelambanan ini terjadi hanya semata-mata akibat faktor cuaca yang tidak bersahabat ataukah ada faktor lain?
    
Mantan menteri perhubungan Yusman Djamal mengungkapkan bahwa Indonesia sejak dahulu seharusnya memiliki alat canggih yang bisa secara cepat menemukan lokasi jatuhnya sebuah pesawat, karena yang sampai sekarang dilakukan hanyalah mengira-ngira dimana lokasi hilangnya angkutan udara itu dan kemudian baru dilakukan "penyempitan atau melokalisasi" daerah yang dicurigai itu.

Yang terjadi dalam kasus ini adalah seorang nelayan mendengar terjadinya ledakan yang diduga berasal dari pesawat yang kemudian melaporkannya kepada kepala desa.

Apabila, misalnya ledakan itu terjadi malam hari saat tidak ada satu nelayan pun yang sedang mencari ikan, maka bisa diduga proses SAR ini akan semakin berat atau sulit.

    
Belum prioritas?

Ketika ditanya tentang sampai sekarang Indonesia belum juga memiliki peralatan canggih itu, Yusman sambil tersenyum-senyum berujar, "Barangkali belum dianggap sebagai prioritas penting".

Karena Indonesia baru memiliki pemerintahan baru yang dipimpin Jokowi dan Jusuf Kalla, maka tentu menjadi hal yang sangat pantas jika masyarakat mendorong atau "memaksa" Presiden dan Wapres untuk memutuskan agar segera memiliki peralatan canggih itu.

Kenapa perlu? Jumlah pesawat di Tanah Air semakin banyak, sementara itu, semakin banyak perusahaan penerbangan asing yang memutuskan untuk mencari keberuntungan disini sehingga bisa dianggap tingkat kecelakaan bisa terus meningkat atau membesar.

Air Asia adalah sebuah perusahaan penerbangan yang cukup terkenal sehingga pasti faktor keselamatan juga mendapat prioritas. Namun  kecelakaan bisa saja terjadi kapan saja dan apa pun penyebabnya  misalnya akibat cuaca yang sangat buruk.

Karena itu, perintah Presiden Jokowi kepada Basarnas untuk mempercepat proses evakuasi dan instruksi kepada Kementerian Perhubungan untuk meninjau kembali syarat- syarat  keselamatan penerbangan udara patut dilaksanakan.

Misalnya anggap saja harga peralatan canggih itu Rp100 miliar. Kalau Indonesia masih saja menganggap pengadaan peralatan itu tidak perlu diprioritaskan maka pengeluaran dana untuk melaksanakan operasi SAR seperti sekarang ini pasti sama sekali bukan Rp1000 atau Rp1 juta saja tapi mencapai miliaran rupiah.  Belum lagi kehadiran alat itu bisa mengakibatkan banyak orang mulai dari anggota Basarnas, TNI dan Polri, Kementerian Perhubungan bisa mengerjakan tugas-tugas rutin mereka yang pasti bakal menumpuk  di masa mendatang.

Jatuhnya Airbus milik AirAsia ini seharusnya menjadi pengalaman pahit dan berharga bagi pemerintah untuk menata kembali aturan keselamatan  udara.

Memang bangsa ini dikenal sebagai orang-orang yang sering terlambat untuk melakukan hal yang sangat penting dan mendesak. Namun daripada sama sekali tidak berusaha memiliki alat-alat canggih, maka lebih baik jika pemerintah segera memiliki peralatan modern untuk menunjang kehebatan tim SAR di Tanah Air.

Pewarta: Arnaz Firman

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014