Toboali (Antara Babel) - Warga Merbau Kelurahan Tanjung Ketapang Kecamatan Toboali Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Bangka Belitung menolak aktivitas penambangan pasir kuarsa yang akan dilakukan PT Berkah Alam Permai (BAP) karena dapat merusak lahan pertanian.
"Kami menolak penambangan pasir kuarsa, karena lokasi penambangan berdekatan dengan areal persawahan dan pesisir pantai wilayah tangkap ikan nelayan," kata salah seorang warga Merbau Kelurahan Tanjung Ketapang, Manto di Toboali, Jumat.
Sebagian besar warga Merbau berprofesi petani padi, sayuran, berkebun dan nelayan dan jika PT BAP melakukan penambangan tentu akan merusak lingkungan dan areal pertanian warga.
"Tambang pasir kuarsa skala besar ini, tidak akan memberikan efek yang positif untuk perbaikan ekonomi warga, malah merugikan karena hasil pertanian dan perikanan akan berkurang," ujarnya.
Menurut dia, tambang pasir kuarsa ini hanya akan menguntungkan perusahaan saja, bukan warga, bahkan menambah peneritaan warga yang semakin sulit meningkatkan hasil pertanian dan hasil tangkapan ikan karena lingkungan sudah tercemar," katanya.
"Selama ini, penambangan pasir kuarsa dan timah tidak pernah dampaknya dirasakan oleh petani dan nelayan. Coba lihat, bekas aktivitas penambangan, hanya meninggalkan lubang-lubang yang berbentuk seperti danau, apa yang bisa dibuat kalau lahan sudah rusak, karena tidak bisa dimanfaatkan dan diolah lagi," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diharapkan seluruh warga Bangka Belitung khusus Bangka Selatan untuk bersama-sama menolak aktivitas ini, jika terus dibiarkan alam ini akan hancur.
"Mari kita bersatu menolak segala penambangan yang merusak lingkungan, jika membiarkan maka lambat laun daerah ini akan hancur dan rusak, sehingga akan mensengsarakan anak cucu kita," kata pria yang bekerja sebagai nelayan ini.
Demikian juga, Didi mengharapkan pemerintah daerah untuk lebih serius menanggapi keluhan warga, sehingga apa yang terjadi dapat diantisipasi dan tidak menimbulkan gejolak serta tindakan anarkis yang merugikan warga.
"Kami berharap pemda mendengar aspirasi warga dan jangan mudah memberikan izin tanpa melalui prosedur yang berlaku," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Kami menolak penambangan pasir kuarsa, karena lokasi penambangan berdekatan dengan areal persawahan dan pesisir pantai wilayah tangkap ikan nelayan," kata salah seorang warga Merbau Kelurahan Tanjung Ketapang, Manto di Toboali, Jumat.
Sebagian besar warga Merbau berprofesi petani padi, sayuran, berkebun dan nelayan dan jika PT BAP melakukan penambangan tentu akan merusak lingkungan dan areal pertanian warga.
"Tambang pasir kuarsa skala besar ini, tidak akan memberikan efek yang positif untuk perbaikan ekonomi warga, malah merugikan karena hasil pertanian dan perikanan akan berkurang," ujarnya.
Menurut dia, tambang pasir kuarsa ini hanya akan menguntungkan perusahaan saja, bukan warga, bahkan menambah peneritaan warga yang semakin sulit meningkatkan hasil pertanian dan hasil tangkapan ikan karena lingkungan sudah tercemar," katanya.
"Selama ini, penambangan pasir kuarsa dan timah tidak pernah dampaknya dirasakan oleh petani dan nelayan. Coba lihat, bekas aktivitas penambangan, hanya meninggalkan lubang-lubang yang berbentuk seperti danau, apa yang bisa dibuat kalau lahan sudah rusak, karena tidak bisa dimanfaatkan dan diolah lagi," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, diharapkan seluruh warga Bangka Belitung khusus Bangka Selatan untuk bersama-sama menolak aktivitas ini, jika terus dibiarkan alam ini akan hancur.
"Mari kita bersatu menolak segala penambangan yang merusak lingkungan, jika membiarkan maka lambat laun daerah ini akan hancur dan rusak, sehingga akan mensengsarakan anak cucu kita," kata pria yang bekerja sebagai nelayan ini.
Demikian juga, Didi mengharapkan pemerintah daerah untuk lebih serius menanggapi keluhan warga, sehingga apa yang terjadi dapat diantisipasi dan tidak menimbulkan gejolak serta tindakan anarkis yang merugikan warga.
"Kami berharap pemda mendengar aspirasi warga dan jangan mudah memberikan izin tanpa melalui prosedur yang berlaku," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015