Jakarta (Antara Babel) - Kembalinya mandat demokrasi ke tangan rakyat menjadi kabar yang paling ditunggu-tunggu di awal 2015 dengan disepakatinya pengesahan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) menjadi undang-undang oleh DPR RI.

Komisi Pemilihan Umum pun terkejut karena keputusan DPR untuk menyetujui pengaturan pilkada langsung itu lebih cepat dari perkiraan, yang diprediksi akan diputuskan pada bulan Februari.

Dua perpu tersebut adalah Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta Perpu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Namun, sejumlah pengaturan di dalam perpu tersebut menyisakan ketidaksinambungan dengan teknis tahapan yang disusun oleh KPU sebagai lembaga penyelenggara.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri sepakat untuk merevisi poin-poin di dalam perpu tersebut, hanya jika perpu sudah disahkan oleh Presiden Joko Widodo menjadi undang-undang.

Salah satu persoalan utama yang akan direvisi adalah terkait dengan waktu pelaksanaan tahapan dan pemungutan suara. Mekanisme waktu yang diatur dalam perpu terlalu lama sehingga KPU mengalami kendala dalam menyusun jadwal dan tahapannya.

Berdasarkan pengalaman pilkada sebelumnya, untuk proses tahapan mulai dari sosialisasi hingga pemungutan suara saja setidaknya KPU memerlukan waktu 11 bulan. Belum lagi masih harus menunggu perpu tersebut disahkan menjadi undang-undang baru kemudian direvisi.

Sejak akhir 2014, KPU telah menyusun beberapa draf peraturan terkait dengan pilkada sebagai langkah persiapan. Dalam draf peraturan mengenai tahapan, program, dan jadwal, KPU menetapkan pelaksanaan pemungutan suara untuk 204 pilkada serentak berlangsung di 16 Desember 2015.

Jika mengacu pada jadwal tersebut, tahapan paling awal, yaitu sosialisasi kepada partai politik dan masyarakat harus dilakukan pada tanggal 26 Januari.

Selama satu bulan, KPU wajib menyampaikan kepada para pemangku kepentingan mengenai rencana pelaksanaan pilkada sebelum membuka pendaftaran bakal calon pada tanggal 26 Februari.

    
Perbaikan UU
Relatif banyaknya program tahapan dan lamanya keputusan pengesahan UU pilkada, membuat KPU diburu-buru waktu dalam menyusun setiap bagian tahapan, mulai dari pencalonan, pemutakhiran daftar pemilih, uji publik, pemungutan suara, rekapitulasi, penyelesaian sengketa, hingga penetapan pemenang pilkada.

Komisioner KPU Pusat Ida Budhiati menyebutkan salah satu kendala dalam menyusun jadwal tahapan adalah adanya ketentuan penggunaan hari kalender pada hari kerja dalam perpu.

Oleh karena itu, untuk memenuhi perintah perpu bahwa pelaksanaan pilkada dilakukan pada tanggal dan bulan yang sama, KPU memodifikasi ketentuan hari kerja dan hari kalender.

"Kalau menggunakan jadwal waktu hari kerja, yang kami juga sudah memperhitungkan itu, hampir tidak mungkin pilkada dilakukan serentak pada tahun 2015.  Kemudian, di dalam perpu tidak mengatur dengan tegas situasi dan kondisi waktunya sehingga KPU membuat inovasi dalam draf peraturan bahwa definisi hari itu adalah hari kerja dan hari kalender," jelas Ida Budhiati.

Selain itu, pengaturan mekanisme penyelesaian sengketa di dalam perpu juga perlu diperbaiki mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki KPU untuk harus menyelenggarakan pemungutan suara pilkada serentak pada tahun 2015.

Ida mengatakan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa dalam tahapan pilkada serentak berdasarkan perpu terlalu banyak memakan waktu sehingga menjadi tidak efektif dalam prosesnya.

Oleh karena itu, ketentuan penyelesaian sengketa tersebut harus direkonstruksi dengan mempersingkat tingkatan lembaga peradilan yang berwenang.

Penyelesaian sengketa yang diatur saat ini belum mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan pemilu, yakni kepastian prosedur, efektivitas waktu, dan efisiensi biaya peradilan.

Prosedur penyelesaian sengketa masih berbelit-belit, apalagi karakteristik persoalan di 204 daerah yang menggelar pilkada akan beragam.

Dalam perpu, pihak yang tidak terima terhadap hasil perolehan suara dapat mengajukan gugatan ke pengadilan tinggi yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung (MA).

Jika proses di PT masih belum memuaskan juga, sengketa itu dapat dibawa ke tingkat kasasi di MA.

"Prosedur penyelesaian memang sudah jelas. Namun, waktu lamanya proses itu yang berbelit-belit. Komisi Pemilihan Umum menginginkan itu dirancang ulang, misalnya pengadilan tinggi itu menjadi lembaga peradilan terakhir setelah seluruh proses administrasi sengketa ditempuh," jelas mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah itu.

    
Diburu Waktu
Sedikitnya 10 peraturan harus ditetapkan KPU sebagai pedoman pelaksaanaan pilkada serentak. Peraturan itu pun hanya dapat disahkan jika DPR dan Pemerintah telah menyepakati undang-undang pilkada.

Ke-10 peraturan tersebut adalah penetapan norma, standar, prosedur dan kebutuhan pengadaan serta pendistribusian perlengkapan pilkada; pedoman teknis kampanye pilkada; pedoman pelaporan dana kampanye peserta pilkada; pedoman penyusunan tata kerja KPU provinsi, kabupaten-kota, PPK, PPS, dan KPPS dalam Pilkada; serta pedoman tata cara pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara pilkada.

Kemudian, ada peraturan mengenai pedoman tata cara pelaksanaan rekapitulasi perolehan suara pilkada oleh PPK, PPS dan KPPS; pedoman pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pilkada; pedoman penyusunan tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pilkada; pedoman tata cara pemutakhiran data dan daftar pemilih dalam pilkada; serta pedoman teknis pencalonan pilkada.

Komisioner Arief Budiman mengatakan bahwa untuk kebutuhan yang mendesak, tiga peraturan KPU di antaranya bisa saja diterbitkan terlebih dahulu. Ketiga peraturan itu adalah pedoman penyusunan tahapan, program dan jadwal penyelenggaraan pilkada; pedoman tata cara pemutakhiran data dan daftar pemilih dalam pilkada; serta pedoman teknis pencalonan pilkada.

"Sebelum 26 Januari 2015, tiga draf peraturan itu harus sudah ditetapkan dan disahkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kalau tidak, jadwal pelaksanaan pilkada akan terganggu lagi dan kemungkinan pilkada bisa tidak 16 Desember 2015," kata mantan anggota KPU Provinsi Jawa Timur tersebut.

Komisi Pemilihan Umum pun terkunci untuk menentukan langkah selanjutnya dalam mempersiapkan tahapan pilkada. Belum lagi, DPR merekomendasikan agar KPU menunda segala bentuk persiapan sampai dengan disahkannya undang-undang dari Perpu Nomor 1 Tahun 2014 beserta revisinya.

"Sebenarnya kami tadinya akan segera menetapkan draf peraturan itu. Akan tetapi, karena DPR berkomitmen menyelesaikan revisi pada tanggal 18 Februari, kami akan menyesuaikan dengan rekomendasi Komisi II tersebut," kata Komisioner Juri Ardiantoro.

Jika Pemerintah dan DPR menuntaskan janjinya untuk segera mengesahkan undang-undang pilkada dan menyelesaikan revisinya di pertengahan Februari, masih ada harapan pelaksanaan pilkada serentak berlangsung di akhir 2015.

Namun, jika dalam revisinya mempertimbangkan berbagai persoalan demi persiapan yang lebih matang, pelaksanaan pilkada serentak dimungkinkan mundur ke 2016.

Jika demikian, pola pilkada serentak secara bertahap yang awalnya dijadwalkan berlangsung pada tahun 2015, 2018, dan 2020 bisa berubah sesuai dengan periode kepemimpinan daerah selama lima tahun.

Pewarta: Fransiska Ninditya

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015