Koba (Antara Babel) - Pengamat pertambangan di Provinsi Bangka Belitung, Bambang Herdiansyah menilai, regulasi tata niaga timah dalam negeri sangat kusut, sehingga hasil berupa royalti yang diterima negara belum sebanding dengan produksi dan harga timah dunia.

"Saya melihat pemerintah masih setengah hati mengurus pertambangan timah, regulasi tidak jelas, juga tidak ada ketentuan harga pasar nasional, harga timah ditentukan bursa pasar dunia. Ini jelas kita rugi sebagai negara produsen," ujarnya di Koba, Sabtu.

Menurut dia, Indonesia harus menjadi negara penentu harga timah dan menetapkan bursa penjualan dalam negeri.

"Kondisi yang terjadi sekarang ini tidak ada aturan terkait harga timah di pasaran, berapa saja harga jual dalam negeri maka itu sah-sah saja karena memang tidak diatur," ujarnya.

Ia mengatakan, pemerintah hanya mengatur kadar timah yang layak dilepas ke pasar, lengkapi dokumen dan bayar royalti.

"Buruknya regulasi pertambangan timah dalam negeri membuat negara tujuan ekspor seperti Singapura, Thailand dan Malayasia menjadi negara pesaing," ujarnya.

Ia mengemukakan, sekarang ini Singapura menjadi negara memproduksi timah padahal timahnya berasal dari Indonesia.

"Itu tidak heran karena kadar timah diekspor dari Indonesia hampir mencapai 100 persen, sehingga pihak Singapura hanya mengubah bentuk dan mereknya saja," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah harus menjadi regulator untuk mengatur tata niaga timah di negeri ini. Sepanjang regulasi pertambangan timah tidak dibenahi maka negeri ini tidak akan mendapat apa-apa dari timah, kecuali hanya kerusakan alam yang makin parah.

"Yang mengambil keuntungan tetap saja negara tujuan ekspor, sementara negara hanya mendapat royalti tiga persen dari total nilai ekspor," ujarnya.
 

Pewarta: Ahmadi

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015