Pangkalpinang (ANTARA) - Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Syafrizal ZA mempertimbangkan pemberian bantuan hukum kepada salah seorang aparatur sipil negara (ASN) yang ditetapkan Kejagung sebagai tersangka kasus mega korupsi timah di daerah itu.
"Saya belum menerima pemberitahuan resmi, meskipun saat ini ASN yang menjadi tersangka ini sudah ditahan di Kejakgung," kata Syafrizal ZA di Pangkalpinang, Selasa.
Terkait pemberian bantuan hukum kepada ASN terlibat korupsi timah ini, dia akan melihat pasal yang dikenakan kepada tersangka, apakah karena administrasi, salah memberi izin tambang, atau karena terlibat secara pribadi di perusahaan tambang tersebut.
"Nanti kita pelajari dan memilah dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN di Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tersebut," katanya.
Ia menyatakan dalam pemberian bantuan hukum kepada ASN ini, Pemprov Kepulauan Babel juga akan melihat pasal-pasal untuk menyediakan bantuan hukum kepada tersangka.
"Kita lihat dulu aturan dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN yang terlibat masalah korupsi pertimahan ini," katanya.
Kepala Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumadena dalam keterangan persnya menyebutkan Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memaparkan salah satu peran Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tersangka SW selaku mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 2015 telah menerbitkan persetujuan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) kepada lima perusahaan pemurnian dan pengolahan timah (smelter) secara tidak sah karena RKAB yang diterbitkan tidak memenuhi persyaratan yaitu PT RBT, PT SBS, PT SIP, PT TIN, dan CV VIP yang berlokasi di Bangka Belitung;
Penerbitan RKAB tersebut tetap dilanjutkan oleh tersangka BN sewaktu menjabat Plt Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 2019 dan tersangka AS selaku Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 2019 hingga saat ini sudah devinitif sebagai Kepala Dinas ESDM Babel.
"Tersangka SW, BN, dan AS mengetahui bahwa RKAB tersebut tidak dipergunakan untuk menambang di lokasi IUP-nya perusahaan smelter itu sendiri, melainkan hanya untuk melegalkan penjualan timah yang diperoleh secara ilegal dari IUP PT Timah Tbk," katanya.