Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengharapkan pemberitaan di media lebih ramah anak dan berprespektif pelindungan anak.
"Peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Jurnalistik sudah secara jelas mengatur pelindungan anak dalam pemberitaan di media," kata Pribudiarta dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak secara daring diikuti dari Jakarta, Rabu.
Pribudiarta mengatakam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur anak yang menjadi pelaku tindak pidana harus dilindungi identitasnya dari pemberitaan media massa.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur bahwa identitas anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban dan anak saksi tindak kejahatan wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media.
"Identitas meliputi nama anak, nama orang tua, alamat, wajah, nama sekolah, dan hal-hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak," tuturnya.
Secara khusus, Pribudiarta mengatakan kerja wartawan juga diatur Kode Etik Jurnalistik. Pada Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik yang juga melarang pengungkapan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal tersebut juga kemudian telah diubah dengan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang menyatakan wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Itu berarti, wartawan tidak hanya harus merahasiakan identitas anak pelaku kejahatan, tetapi juga anak korban dan saksi tindak kejahatan.
"Tujuan peraturan-peraturan tersebut adalah untuk menjamin pelindungan hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan harkat kemanusiaan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
"Peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Jurnalistik sudah secara jelas mengatur pelindungan anak dalam pemberitaan di media," kata Pribudiarta dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak secara daring diikuti dari Jakarta, Rabu.
Pribudiarta mengatakam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur anak yang menjadi pelaku tindak pidana harus dilindungi identitasnya dari pemberitaan media massa.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur bahwa identitas anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban dan anak saksi tindak kejahatan wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media.
"Identitas meliputi nama anak, nama orang tua, alamat, wajah, nama sekolah, dan hal-hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak," tuturnya.
Secara khusus, Pribudiarta mengatakan kerja wartawan juga diatur Kode Etik Jurnalistik. Pada Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik yang juga melarang pengungkapan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Pasal tersebut juga kemudian telah diubah dengan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang menyatakan wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Itu berarti, wartawan tidak hanya harus merahasiakan identitas anak pelaku kejahatan, tetapi juga anak korban dan saksi tindak kejahatan.
"Tujuan peraturan-peraturan tersebut adalah untuk menjamin pelindungan hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan harkat kemanusiaan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021