Memendam gelisah selama hampir setahun karena pandemi COVID-19 menjadi suatu beban cukup berat bagi para seniman di Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Para seniman yang sebelumnya terbiasa dengan proses berkarya, latihan, dan pementasan dari panggung satu ke panggung lain, baik yang ada di dalam maupun luar daerah, dipaksa berdiam diri di rumah.
"Kaki sudah kaku-kaku karena kurang gerak, perangkat alat sudah berdebu karena tidak pernah dipakai latihan," kata pemilik Sanggar Dayang Molek, Fikri Baraqbah.
Bagi para seniman yang sudah terbiasa berbagi kegembiraan melalui pementasan dari panggung ke panggung, merasa kurang pas menyalurkan kesenangan melalui pola virtual seperti yang lazim dilakukan para seniman di tengah pandemi.
Bagi kalangan seniman antivirtual, pentas di hadapan penonton memiliki rasa dan nilai kegembiraan luar biasa dan tidak ditemukan dalam pola virtual.
Melalui pementasan tatap muka, para seniman akan merasakan langsung kegembiraan penonton dan penikmat seni yang bisa menjadi semangat dan kekuatan baru untuk terus berkarya.
Kejenuhan karena pandemi juga dialami pemilik Sanggar Kampuseni, Joko H.P., yang hampir setahun tidak menggelar latihan bersama para penari dan pemusik binaannya.
"Awal tahun lalu kami masih menggelar latihan, namun karena penyebaran virus semakin mengkhawatirkan, terpaksa kami tutup sementara," kata dia.
Menurut dia, keselamatan dan kesehatan hal utama yang harus dikedepankan agar bisa bersama-sama terhindar dari penyebaran virus yang mematikan tersebut.
Mencoba
Berawal dari kegelisahan yang semakin menumpuk, sejumlah seniman dan pemilik sanggar di Kota Mentok mencoba melawan rasa takut dan khawatir akan penularan virus corona jenis baru tersebut
"Kita wajib waspada terhadap penularan virus, untuk itu pada pementasan perdana ini kami mencoba dalam skala kecil, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan sesuai anjuran," kata Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bangka Barat Bambang Haryo Suseno.
Pementasan perdana di tengah pandemi memanfaatkan panggung kecil yang berada di halaman rumah salah satu pemilik Sanggar Dayang Molek, Fikri Baraqbah, berlokasi di Kampung Tanjung.
Sekitar dua minggu, para seniman dan pelaku seni melakukan persiapan untuk menyukseskan hajatan bersama yang mendapat dukungan penuh dari Fikri yang saat ini membuka usaha kedai dan "home stay" di rumah tinggalnya.
Selain menyiapkan materi pementasan, para panitia juga secara detail menyiapkan berbagai fasilitas pendukung agar pentas bisa berjalan sesuai aturan kesehatan yang mewajibkan seluruh individu untuk selalu memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Pementasan yang digelar pada Sabtu (13/2) malam itu, menampilkan sejumlah seniman tari, musik, dan teater yang sudah cukup berpengalaman di daerah itu. Kegembiraan terasa semakin lengkap dengan kehadiran maestro musik Bangka Belitung Baijuri Tarsa bersama Wanda Sona.
Pementasan bersama bertajuk "Silaturahmi di Tengah Pandemi" memberikan angin segar bagi masyarakat yang selama ini haus hiburan dan khususnya para seniman dan pegiat seni yang tidak memiliki ruang berbagi kebahagiaan.
"Pada intinya penerapan protokol kesehatan memiliki peran penting untuk kesuksesan menggelar pementasan, jumlah penyebaran kasus COVID-19 juga menjadi salah satu pertimbangan, jangan sampai menjadi klaster baru penyebaran virus," katanya.
Ketat
Selama pementasan, diterapkan ketentuan yang ketat, baik dalam menjalankan aturan kesehatan maupun durasi penampilan. Acara berjalan sukses, dimulai dengan penampilan Wachid Adnan yang membawakan puisi Burung Kuwok, karya Sunlie Thomas Alexander.
Melalui pementasan itu, Wachid Adnan ingin mengajak penonton untuk memaknai bersama pandemi yang sedang berlangsung dan mengajak mengambil sikap agar bisa tetap selamat dari bahaya.
"Burung kuwok merupakan burung jadi-jadian di Pulau Bangka yang dipercaya memangsa bayi lewat nyanyiannya, kehadiran burung tersebut memaksa manusia untuk berjaga di dalam rumah agar selamat," katanya.
Menurut dia, ada kemiripan antara kehadiran burung kuwok dengan pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung saat ini yang juga memaksa masyarakat harus tetap berada dalam rumah.
"Perlu menyikapi situasi saat ini dengan bijaksana, apakah kita akan tetap berada dalam ketakutan atau perlu berdamai dan melawan ketakutan dalam diri sendiri," katanya.
Setelah dibuka dengan pementasan yang cukup berat menguras pikiran, dilanjutkan dengan pementasan beberapa grup musik akustik dari Saint Marry Band, Uncak Betengkah, dan penampilan maestro musik Babel Baijuri Tarsa bersama Wanda Sona yang cukup menghibur.
Kolaborasi tiga seniman, Fikri Baraqbah, Joko H.P., dan Anisa Pratiwi mengakhiri acara dengan mementaskan kisah "Buang Balak" atau membuang sial yang disajikan dengan cukup menarik dan bisa menjadi pengingat bagi seluruh penonton yang hadir maupun yang mengikuti acara melalaui siaran langsung media sosial Dewan Kesenian Kabupaten Bangka Barat.
Kisah "Buang Balak" tentang salah satu tradisi ritual yang dilakukan masyarakat pada zaman dahulu atau para "tetue lame" untuk mengusir kekuatan jahat yang mengganggu dan merugikan warga, seperti sakit dan musibah, melalui pengucapan mantra-mantra lama atau memberikan sesembahan.
Joko dengan syair lagu berbahasa Melayu Mentok mampu memengaruhi penonton dalam menggambarkan kegelisahan masyarakat menghadapi musibah berupa pandemi virus yang terjadi saat ini.
Suasana semakin dramatis mencekam dengan penampilan tari dari Anisa Pratiwi yang berkolaborasi apik dengan monolog dan syair mantra yang dibawakan Fikri Baraqbah.
Kolaborasi pementasan "Buang Balak" merupakan suatu gambaran harapan dan upaya masyarakat agar pandemi dan musibah yang saat ini terjadi segera musnah, agar kehidupan bisa berjalan seperti sedia kala.
Semangat baru
Menurut Wachid Adnan, pentas terbatas tersebut selain bisa menjadi semangat berkesenian di tengah pandemi juga bisa menjadi semangat baru dalam membangun kebersamaan dan menghidupi kebudayaan.
"Pementasan ini merupakan hasil dari gotong royong, sumbangsih dan rasa kebersamaan dari seluruh pelaku seni yang terlibat langsung maupun tidak langsung," kata dia.
Peran serta Fikri Baraqbah, baik sebagai seniman maupun pelaku usaha, patut mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat karena telah mampu menggelar acara dengan sukses dan sesuai protokol kesehatan di tengah pandemi.
"Kami berharap ke depan, minimnya anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan kesenian tidak membuat kesenian berhenti, pelaku seni patah semangat. Para pemilik usaha bisa melakukan kolaborasi atau sedekah menghidupi kebudayaan dan menampung kegelisahan para seniman," katanya.
Pandemi COVID-19 belum bisa diprediksi kapan berhenti, namun berkarya, berkesenian dan merawat kebudayaan harus terus berlanjut dengan tetap melakukan adaptasi kebiasaan baru.
Pola pementasan berskala kecil tetap bisa dilakukan dengan memperhitungkan berbagai pertimbangan, terutama tingkat penyebaran kasus yang terjadi di suatu daerah.
Meskipun ada beberapa kekurangan, diharapkan langkah kecil berbagi kebahagiaan ini bisa memantik semangat para pegiat dan pelaku seni tetap pentas dan menghidupi kesenian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
Para seniman yang sebelumnya terbiasa dengan proses berkarya, latihan, dan pementasan dari panggung satu ke panggung lain, baik yang ada di dalam maupun luar daerah, dipaksa berdiam diri di rumah.
"Kaki sudah kaku-kaku karena kurang gerak, perangkat alat sudah berdebu karena tidak pernah dipakai latihan," kata pemilik Sanggar Dayang Molek, Fikri Baraqbah.
Bagi para seniman yang sudah terbiasa berbagi kegembiraan melalui pementasan dari panggung ke panggung, merasa kurang pas menyalurkan kesenangan melalui pola virtual seperti yang lazim dilakukan para seniman di tengah pandemi.
Bagi kalangan seniman antivirtual, pentas di hadapan penonton memiliki rasa dan nilai kegembiraan luar biasa dan tidak ditemukan dalam pola virtual.
Melalui pementasan tatap muka, para seniman akan merasakan langsung kegembiraan penonton dan penikmat seni yang bisa menjadi semangat dan kekuatan baru untuk terus berkarya.
Kejenuhan karena pandemi juga dialami pemilik Sanggar Kampuseni, Joko H.P., yang hampir setahun tidak menggelar latihan bersama para penari dan pemusik binaannya.
"Awal tahun lalu kami masih menggelar latihan, namun karena penyebaran virus semakin mengkhawatirkan, terpaksa kami tutup sementara," kata dia.
Menurut dia, keselamatan dan kesehatan hal utama yang harus dikedepankan agar bisa bersama-sama terhindar dari penyebaran virus yang mematikan tersebut.
Mencoba
Berawal dari kegelisahan yang semakin menumpuk, sejumlah seniman dan pemilik sanggar di Kota Mentok mencoba melawan rasa takut dan khawatir akan penularan virus corona jenis baru tersebut
"Kita wajib waspada terhadap penularan virus, untuk itu pada pementasan perdana ini kami mencoba dalam skala kecil, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan sesuai anjuran," kata Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Bangka Barat Bambang Haryo Suseno.
Pementasan perdana di tengah pandemi memanfaatkan panggung kecil yang berada di halaman rumah salah satu pemilik Sanggar Dayang Molek, Fikri Baraqbah, berlokasi di Kampung Tanjung.
Sekitar dua minggu, para seniman dan pelaku seni melakukan persiapan untuk menyukseskan hajatan bersama yang mendapat dukungan penuh dari Fikri yang saat ini membuka usaha kedai dan "home stay" di rumah tinggalnya.
Selain menyiapkan materi pementasan, para panitia juga secara detail menyiapkan berbagai fasilitas pendukung agar pentas bisa berjalan sesuai aturan kesehatan yang mewajibkan seluruh individu untuk selalu memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.
Pementasan yang digelar pada Sabtu (13/2) malam itu, menampilkan sejumlah seniman tari, musik, dan teater yang sudah cukup berpengalaman di daerah itu. Kegembiraan terasa semakin lengkap dengan kehadiran maestro musik Bangka Belitung Baijuri Tarsa bersama Wanda Sona.
Pementasan bersama bertajuk "Silaturahmi di Tengah Pandemi" memberikan angin segar bagi masyarakat yang selama ini haus hiburan dan khususnya para seniman dan pegiat seni yang tidak memiliki ruang berbagi kebahagiaan.
"Pada intinya penerapan protokol kesehatan memiliki peran penting untuk kesuksesan menggelar pementasan, jumlah penyebaran kasus COVID-19 juga menjadi salah satu pertimbangan, jangan sampai menjadi klaster baru penyebaran virus," katanya.
Ketat
Selama pementasan, diterapkan ketentuan yang ketat, baik dalam menjalankan aturan kesehatan maupun durasi penampilan. Acara berjalan sukses, dimulai dengan penampilan Wachid Adnan yang membawakan puisi Burung Kuwok, karya Sunlie Thomas Alexander.
Melalui pementasan itu, Wachid Adnan ingin mengajak penonton untuk memaknai bersama pandemi yang sedang berlangsung dan mengajak mengambil sikap agar bisa tetap selamat dari bahaya.
"Burung kuwok merupakan burung jadi-jadian di Pulau Bangka yang dipercaya memangsa bayi lewat nyanyiannya, kehadiran burung tersebut memaksa manusia untuk berjaga di dalam rumah agar selamat," katanya.
Menurut dia, ada kemiripan antara kehadiran burung kuwok dengan pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung saat ini yang juga memaksa masyarakat harus tetap berada dalam rumah.
"Perlu menyikapi situasi saat ini dengan bijaksana, apakah kita akan tetap berada dalam ketakutan atau perlu berdamai dan melawan ketakutan dalam diri sendiri," katanya.
Setelah dibuka dengan pementasan yang cukup berat menguras pikiran, dilanjutkan dengan pementasan beberapa grup musik akustik dari Saint Marry Band, Uncak Betengkah, dan penampilan maestro musik Babel Baijuri Tarsa bersama Wanda Sona yang cukup menghibur.
Kolaborasi tiga seniman, Fikri Baraqbah, Joko H.P., dan Anisa Pratiwi mengakhiri acara dengan mementaskan kisah "Buang Balak" atau membuang sial yang disajikan dengan cukup menarik dan bisa menjadi pengingat bagi seluruh penonton yang hadir maupun yang mengikuti acara melalaui siaran langsung media sosial Dewan Kesenian Kabupaten Bangka Barat.
Kisah "Buang Balak" tentang salah satu tradisi ritual yang dilakukan masyarakat pada zaman dahulu atau para "tetue lame" untuk mengusir kekuatan jahat yang mengganggu dan merugikan warga, seperti sakit dan musibah, melalui pengucapan mantra-mantra lama atau memberikan sesembahan.
Joko dengan syair lagu berbahasa Melayu Mentok mampu memengaruhi penonton dalam menggambarkan kegelisahan masyarakat menghadapi musibah berupa pandemi virus yang terjadi saat ini.
Suasana semakin dramatis mencekam dengan penampilan tari dari Anisa Pratiwi yang berkolaborasi apik dengan monolog dan syair mantra yang dibawakan Fikri Baraqbah.
Kolaborasi pementasan "Buang Balak" merupakan suatu gambaran harapan dan upaya masyarakat agar pandemi dan musibah yang saat ini terjadi segera musnah, agar kehidupan bisa berjalan seperti sedia kala.
Semangat baru
Menurut Wachid Adnan, pentas terbatas tersebut selain bisa menjadi semangat berkesenian di tengah pandemi juga bisa menjadi semangat baru dalam membangun kebersamaan dan menghidupi kebudayaan.
"Pementasan ini merupakan hasil dari gotong royong, sumbangsih dan rasa kebersamaan dari seluruh pelaku seni yang terlibat langsung maupun tidak langsung," kata dia.
Peran serta Fikri Baraqbah, baik sebagai seniman maupun pelaku usaha, patut mendapatkan apresiasi positif dari masyarakat karena telah mampu menggelar acara dengan sukses dan sesuai protokol kesehatan di tengah pandemi.
"Kami berharap ke depan, minimnya anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan kesenian tidak membuat kesenian berhenti, pelaku seni patah semangat. Para pemilik usaha bisa melakukan kolaborasi atau sedekah menghidupi kebudayaan dan menampung kegelisahan para seniman," katanya.
Pandemi COVID-19 belum bisa diprediksi kapan berhenti, namun berkarya, berkesenian dan merawat kebudayaan harus terus berlanjut dengan tetap melakukan adaptasi kebiasaan baru.
Pola pementasan berskala kecil tetap bisa dilakukan dengan memperhitungkan berbagai pertimbangan, terutama tingkat penyebaran kasus yang terjadi di suatu daerah.
Meskipun ada beberapa kekurangan, diharapkan langkah kecil berbagi kebahagiaan ini bisa memantik semangat para pegiat dan pelaku seni tetap pentas dan menghidupi kesenian.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021