Jakarta (Antara Babel) - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana permohonan uji formil dan materil atas UU No. 1 Tahun 2015 yang dimohonkan oleh tiga orang warga negara Indonesia.

"UU a quo dilahirkan tanpa memenuhi syarat kegentingan memaksa yang disyaratkan Pasal 22 UUD 1945," ujar salah satu Pemohon bernama Heriyanto di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.

Selain Heriyanto, dua Pemohon lain adalah Yanda Zaihifni Ishak dan Ramdansyah.

Karena tidak memenuhi syarat kegentingan memaksa, para Pemohon menyatakan bahwa pengesahan UU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu Pilkada)  Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang tersebut cacat formil.

Para Pemohon meyakini bahwa pada dasarnya DPR selaku pembuat UU ebenarnya tahu bahwa syarat kegentingan memaksa untuk mengubah Perppu menjadi UU tidak terpenuhi.

Selain dinyatakan cacat formil, Pemohon juga menyatakan bahwa pengesahan UU itu juga mengalami cacat materiil karena menyebabkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak berlangsung dengan demokratis.

Menurut Pemohon hal itu disebabkan karena UU itu tidak memuat satu pun norma soal sanksi politik uang.

"Orang nanti bebas membagi-bagikan uang tanpa takut dikenai sanksi, bebas jual beli partai, bebas menyalahgunakan jabatan," ujar Heriyanto.

Kendati UU itu telah mengalami revisi oleh Pemerintah dan DPR, Pemohon justru menyebutkan bahwa revisi tersebut justru semakin merugikan akibat adanya ketentuan yang menyatakan Panwas di tingkat kabupaten/kota sebagai Bawaslu kabupaten/kota.

"Keduanya tidak bisa disamakan karena memiliki nomenklatur yang berbeda," ujar Heriyanto.

Pewarta: Maria Rosari

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015