Keputusan pesenam Amerika Serikat Simone Biles memprioritaskan kesehatannya di Olimpiade Tokyo bisa turut membantu memerangi stigma dari penyakit kejiwaan atau gangguan mental, ungkap seorang pakar seperti dilansir Reuters, Rabu.
Menurut Ben Miller, psikolog dan presiden dari Well Being Trust yang bermarkas di California, Amerika Serikat, kesehatan mental sudah terlalu lama terpinggirkan di dalam masyarakat dan para atlet yang berbicara tentang topik ini harus diapresiasi.
"Atlet-atlet lain yang mungkin kewalahan dengan masalah serupa sekarang merasa bicara soal itu sah-sah saja. Ada sesuatu yang sangat kuat di momen itu," kata Miller.
"Anda akan selalu menemui pencela dan orang-orang yang mengatakan, 'Oh ternyata mereka hanya membuat alasan karena mereka tidak bisa tampil baik.' Yang menurut saya itu disayangkan. Itu contoh dari suatu stigma."
Biles, yang memenangi empat medali emas di Olimpiade Rio 2016, pekan ini menyebut tekanan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan untuk melindungi kesehatan mentalnya membuatnya memutuskan mundur dari kompetisi nomor beregu di Tokyo.
Pesenam 24 tahun itu juga menarik diri dari nomor all-around individual.
Miller mengatakan bahwa di saat atlet top memiliki pelatih yang membantu di sisi fisik dari performa mereka, benak seseorang merupakan bagian dari tubuhnya dan harus dirawat dengan ketekunan yang sama sehingga mereka bisa mengelola tekanan bersaing di panggung besar.
Hal ini sangat krusial bagi atlet yang telah menahan penundaan Olimpiade selama setahun karena pandemi COVID-19 dan bertanding di tengah protokol kesehatan ketat sehingga membuat mereka jauh dari dukungan keluarga di arena dan tanpa penonton ketika berlaga di Tokyo.
"Kita masih berada di tengah pandemi, jadi terdapat hubungan sosial yang terputus, tidak ada penonton yang menyoraki Anda, banyak hal yang diperkuat atau diperbesar oleh COVID yang menurut saya ada di balik banyak hal ini," kata Miller.
"Jadi, saya rasa nomor satu adalah Anda butuh memiliki seseorang yang disiapkan yang bisa mengatasi sisi kesehatan mental dari kesehatan Anda. Jika kita tidak memiliki itu, maka itu hanya pura-pura."
Miller mengatakan bahwa memastikan atlet mendapat perawatan kesehatan mental yang mereka mungkin butuhkan akan sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan, tidak hanya untuk performa mereka, tetapi untuk kehidupan mereka.
"Kita mungkin merekrut atlet-atlet ini dan melatih mereka hingga mencapai puncak performa fisik. Kita mengajari mereka, bekerja dengan mereka, mendorong mereka, menantang mereka, dan fokus dengan tubuh mereka," Miller melanjutkan.
"Dan dengan tidak memperhatikan pikiran mereka, mereka tidak akan mengeluarkan potensi keseluruhan dari tubuh mereka. Dan di sejumlah kasus, sebenarnya pikiran merekalah yang paling efektif membatasi kemampuan mereka."
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
Menurut Ben Miller, psikolog dan presiden dari Well Being Trust yang bermarkas di California, Amerika Serikat, kesehatan mental sudah terlalu lama terpinggirkan di dalam masyarakat dan para atlet yang berbicara tentang topik ini harus diapresiasi.
"Atlet-atlet lain yang mungkin kewalahan dengan masalah serupa sekarang merasa bicara soal itu sah-sah saja. Ada sesuatu yang sangat kuat di momen itu," kata Miller.
"Anda akan selalu menemui pencela dan orang-orang yang mengatakan, 'Oh ternyata mereka hanya membuat alasan karena mereka tidak bisa tampil baik.' Yang menurut saya itu disayangkan. Itu contoh dari suatu stigma."
Biles, yang memenangi empat medali emas di Olimpiade Rio 2016, pekan ini menyebut tekanan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan untuk melindungi kesehatan mentalnya membuatnya memutuskan mundur dari kompetisi nomor beregu di Tokyo.
Pesenam 24 tahun itu juga menarik diri dari nomor all-around individual.
Miller mengatakan bahwa di saat atlet top memiliki pelatih yang membantu di sisi fisik dari performa mereka, benak seseorang merupakan bagian dari tubuhnya dan harus dirawat dengan ketekunan yang sama sehingga mereka bisa mengelola tekanan bersaing di panggung besar.
Hal ini sangat krusial bagi atlet yang telah menahan penundaan Olimpiade selama setahun karena pandemi COVID-19 dan bertanding di tengah protokol kesehatan ketat sehingga membuat mereka jauh dari dukungan keluarga di arena dan tanpa penonton ketika berlaga di Tokyo.
"Kita masih berada di tengah pandemi, jadi terdapat hubungan sosial yang terputus, tidak ada penonton yang menyoraki Anda, banyak hal yang diperkuat atau diperbesar oleh COVID yang menurut saya ada di balik banyak hal ini," kata Miller.
"Jadi, saya rasa nomor satu adalah Anda butuh memiliki seseorang yang disiapkan yang bisa mengatasi sisi kesehatan mental dari kesehatan Anda. Jika kita tidak memiliki itu, maka itu hanya pura-pura."
Miller mengatakan bahwa memastikan atlet mendapat perawatan kesehatan mental yang mereka mungkin butuhkan akan sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan, tidak hanya untuk performa mereka, tetapi untuk kehidupan mereka.
"Kita mungkin merekrut atlet-atlet ini dan melatih mereka hingga mencapai puncak performa fisik. Kita mengajari mereka, bekerja dengan mereka, mendorong mereka, menantang mereka, dan fokus dengan tubuh mereka," Miller melanjutkan.
"Dan dengan tidak memperhatikan pikiran mereka, mereka tidak akan mengeluarkan potensi keseluruhan dari tubuh mereka. Dan di sejumlah kasus, sebenarnya pikiran merekalah yang paling efektif membatasi kemampuan mereka."
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021