Jakarta (Antara Babel) - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa RUU KUHAP tidak bisa dijadikan dasar hukum positif untuk memasukkan penetapan tersangka dalam objek praperadilan seperti yang didalilkan oleh pihak Jero Wacik.

"Quad non penetapan tersangka dianggap sebagai objek kewenangan Hakim Pemeriksa Pendahuluan maka secara hukum kewenangan tersebut hanya dapat diterapkan setelah RUU KUHAP (ius constituendum) disahkan dan diundangkan menjadi UU (KUHAP) sehingga berlaku sah sebagai hukum positif (ius constitutum)," ujar anggota Biro Hukum KPK Yadyn saat membacakan tanggapan atas permohonan praperadilan Jero Wacik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

Menurut KPK, pihak Jero telah keliru membaca dan menyimpulkan ketentuan Pasal 111 RUU KUHAP terkait kewenangan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris), dimana pasal tersebut memberikan kewenangan pada Hakim Pemeriksa Pendahuluan untuk melakukan pengujian terkait upaya paksa namun bukan mengenai sah tidaknya penetapan tersangka.

Menurut dia, dasar pengambilan keputusan dalam praperadilan harus menganut Pasal 77 KUHAP yang secara limitatif mengatur bahwa objek praperadilan hanya
menyangkut sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Selain itu, putusan PN Jakarta Selatan pada 16 Februari 2015 lalu dalam perkara praperadilan Jenderal Pol Budi Gunawan yang oleh pihak Jero dijadikan dasar untuk mengabulkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan juga tidak benar.

"Dasar permohonan praperadilan tersebut keliru dan tidak berdasar mengingat putusan PN Jakarta Selatan yang mengabulkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, tidak serta merta menjadi yurisprudensi yang harus diakui oleh hakim lainnya," tutur Yadyn.

Bahkan, katanya, dalam lima perkara serupa, putusan hakim praperadilan justru memutuskan sebaliknya yakni menyatakan penetapan tersangka bukan merupakan objek praperadilan atau bukan kewenangan hakim praperadilan.

Untuk itu, menurut KPK, objek permohonan praperadilan yang diajukan oleh Jero
Wacik berupa tidak sahnya penetapan tersangka atas dirinya harus dinyatakan ditolak karena tidak termasuk dalam wewenang lembaga praperadilan seperti tercantum dalam Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 jo Pasal 82 ayat 1 huruf b jo Pasal 95 ayat 1 dan
ayat 2 KUHAP.

"Bila dasar-dasar pengambilan keputusan dalam menilai rasionalitas hakim didasarkan pada KUHAP yang sifatnya limitatif, maka Insya Allah praperadilan ini akan menolak permohonan pemohon," tutur Yadyn usai persidangan.

Pada 6 Februari 2015, KPK mengumumkan Jero Wacik sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 2008-2011.

Dugaan kerugian negara diperkirakan sekitar Rp7 miliar akibat penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran tersebut.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan Jero sebagai tersangka dugaan korupsi dalam bentuk pemerasan dalam sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatan Jero Wacik sebagai Menteri periode 2011-2013 sejak 2 September 2014 lalu.

Dalam kasus tersebut KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo
pasal 421 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015