Jakarta (Antara Babel) - Sembelit ternyata bisa muncul akibat stres.
"Ada hubungan antara faktor psikis misalnya stres dan pencernaan (terjadinya sembelit). Antara otak dan usus ada hubungannya. Saat kita stres, usus menjadi malas bekerja, akhirnya terjadi sembelit," ujar Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Ciptomangkunsumo, Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, di Jakarta, Minggu.
Ari mengatakan, selain stres, faktor psikis lain misalnya kecemasan tinggi juga berakibat buruk bagi pencernaan.
Kondisi ini memicu produksi asam lambung berlebihan sehingga kerja lambung pun terganggu.
Faktor risiko lain yakni jenis kelamin juga turut berkontribusi pada terjadinya sembelit.
Menurut Ari, perempuan lebih rentan mengalami sembelit. "Ini karena faktor hormonal, mengalami stres, dan kebiasaan kurang gerak," katanya.
Konsumsi obat-obatan tertentu juga bisa menjadi faktor risiko terjadinya sembelit.
"Di Indonesia sekitar 10% masyarakat mengalami gangguan BAB, sementara di Singapura 15%. Gaya hidup lebih kurang sama dengan asia, lebih pilih fastfood, lemak, minum berkurang, kurang bergerak, teknologi lebih mudah, akhirnya muncul penyakit sembelit," tambah dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Ada hubungan antara faktor psikis misalnya stres dan pencernaan (terjadinya sembelit). Antara otak dan usus ada hubungannya. Saat kita stres, usus menjadi malas bekerja, akhirnya terjadi sembelit," ujar Spesialis Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Ciptomangkunsumo, Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, FINASIM, FACP, di Jakarta, Minggu.
Ari mengatakan, selain stres, faktor psikis lain misalnya kecemasan tinggi juga berakibat buruk bagi pencernaan.
Kondisi ini memicu produksi asam lambung berlebihan sehingga kerja lambung pun terganggu.
Faktor risiko lain yakni jenis kelamin juga turut berkontribusi pada terjadinya sembelit.
Menurut Ari, perempuan lebih rentan mengalami sembelit. "Ini karena faktor hormonal, mengalami stres, dan kebiasaan kurang gerak," katanya.
Konsumsi obat-obatan tertentu juga bisa menjadi faktor risiko terjadinya sembelit.
"Di Indonesia sekitar 10% masyarakat mengalami gangguan BAB, sementara di Singapura 15%. Gaya hidup lebih kurang sama dengan asia, lebih pilih fastfood, lemak, minum berkurang, kurang bergerak, teknologi lebih mudah, akhirnya muncul penyakit sembelit," tambah dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015