Pangkalpinang (Antara Babel) - Harga komoditas ekspor lada putih, kakao dan cengkih di tingkat pedagang pengumpul di Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung (Babel) naik karena permintaan negara tujuan ekspor meningkat.

"Saat ini petani mulai berminat menjual hasil perkebunannya karena mereka menilai kenaikan harga lada putih, kakao dan cengkih sudah menguntungkan untuk meningkatkan pendapatkan dan kesejahteraan," ujar pedagang pengumpul komoditas, Ellan di Pangkalpinang, Minggu.

Saat ini harga lada putih naik menjadi Rp85 ribu dari Rp80 ribu per kilogram, kakao kering naik menjadi Rp15 ribu dari sebelumnya Rp13 ribu per kilogram dan harga cengkih naik menjadi Rp55 ribu dari sebelumnya Rp45 ribu per kilogram.

"Diperkirakan harga akan terus naik karena permintaan negara tujuan ekspor seperti Eropa, Amerika Serikat, Malaysia, Singgapura, Jepang dan negara lainnya akan meningkat hingga akhir tahun nanti," ujarnya.

Ia mengatakan, peningkatan permintaan negara tujuan ekspor karena hasil perkebunan petani lada putih, kakao dan cengkih masih kurang dan belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam dan luar negeri yang tinggi.

"Permintaan pengekspor lada putih mencapai 100 ribu ton per tahun, sementara komoditas yang berhasil dikumpulkan hanya kisaran empat hingga lima ribu ton saja," ujarnya.

Demikian juga permintaan kakao dan cengkih mencapai 10 ribu ton per tahun, sementara hasil perkebunan petani hanya di kisaran 500 hingga 700 ton per tahun.

"Dalam sepuluh tahun terakhir hasil perkebunan komoditas ekspor ini terus mengalami penurunan karena sebagian besar petani beralih menambang bijih timah dan mengembangkan komoditas lainnya seperti karet dan kelapa sawit," ujarnya.

Menurut dia, para petani juga tidak serius menekuni pekerjaannya menanam lada dan memilih meninggalkan kebunnya saat harga timah tinggi, karena mereka menilai biaya pemeliharaan yang tinggi dan sulit mendapatkan bibit yang berkualitas.

"Petani banyak beralih profesi menjadi penambang timah dengan meninggalkan atau mengalihfungsikan lahan pertanian mereka menjadi tambang timah karena lebih cepat menghasilkan uang, namun setelah harga timah turun lahan pertambangan ditinggalkan begitu saja tanpa ditimbun lagi untuk dijadikan lahan pertanian lada atau perkebunan lainnya," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, diharapkan petani kembali mengembangkan komoditas ekspor ini karena cukup menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

"Kami berharap pemerintah daerah untuk terus berupaya meningkatkan kembali minat petani untuk mengembangkan sektor perkebunan ini melalui bantuan bibit, pupuk, biaya pengelolaan pasca panen dan lainnya, sehingga akan mengurangi biaya petani untuk mengelola kembali lahan perkebunan petani," ujarnya. 

Pewarta: Oleh Aprionis

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013