"Anggota G20 berbagi pandangan bahwa perang menghambat proses pemulihan global dan meningkatkan perhatian khusus tentang pasokan makanan dan energi," ujar Perry dalam Side Event G20, High Level Discussion yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Maka dari itu, negara-negara berpenghasilan rendah dan rentan pun terkena dampak karena mereka sudah menghadapi tantangan antara lain ruang fiskal yang terbatas dan kerentanan yang ada akibat COVID-19.
Dengan demikian, Perry menegaskan anggota G20 dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 kedua menggarisbawahi peran penting G20 sebagai forum utama kerja sama ekonomi internasional untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang beragam dan kompleks saat ini, termasuk implikasi perang Rusia melawan Ukraina.
Sebagian besar anggota mendukung agenda G20 yang ada untuk mengatasi dampak ekonomi dari perang di Ukraina, sambil tetap mempertahankan komitmen untuk kembali kepada keseimbangan berkelanjutan yang kuat dan pertumbuhan inklusif.
Selain itu, ia menyebutkan terdapat pula kekhawatiran tentang tekanan inflasi yang menyebabkan Bank Sentral berbagai negara mengubah kebijakan dan pengetatan likuiditas global lebih cepat dari yang diharapkan.
"Para anggota mengintegrasikan kembali komitmen pada bulan Februari untuk melakukan exit strategy yang dikalibrasi dengan baik, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik, untuk mendukung pemulihan dan mengurangi potensi dampak rambatan atau spillover," ujarnya.
Di sisi lain, dirinya menyampaikan para anggota G20 mengintegrasikan kembali komitmen untuk mendukung negara-negara yang rentan khususnya mereka yang berisiko mengalami kesulitan utang.
Negara-negara G20 pun menyambut baik dan mendorong lebih lanjut komitmen pendanaan 100 miliar dolar AS dari negara-negara maju secara sukarela untuk negara yang membutuhkan dalam rangka penanganan perubahan iklim.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022