Jakarta (Antara Babel) - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mengecam tindakan represif personel Polda Metro Jaya dalam membubarkan unjuk rasa Komite Aksi Upah (KAU) untuk menolak PP Pengupahan pada Sabtu (31/10) malam.

"KPBI menganggap kepolisian menggunakan kekerasan berlebihan dalam membubarkan unjuk rasa. Padahal, KAU melakukan unjuk rasa damai," demikian bunyi siaran pers KPBI yang diterima di Jakarta, Minggu.

KPBI menyatakan buruh tidak melakukan perlawanan atau menyerang terlebih dahulu dalam bentrokan tersebut. Namun, aparat kemudian melakukan kekerasan dan menangkapi sejumlah pengunjuk rasa yang menyebabkan sejumlah buruh luka-luka.

Tidak hanya itu, KPBI juga menyatakan aparat merusak mobil komando buruh yang tertinggal ketika dipukul mundur polisi. Pasukan Turn Back Crime juga terlihat memecahkan kaca.

Karena itu, KPBI mendesak Polda Metro Jaya menjatuhkan hukuman bagi para anggotanya yang melakukan kekerasan berlebihan tersebut.

KPBI juga menilai polisi bertindak berlebihan dalam menangkap peserta unjuk rasa. Dari 25 peserta aksi yang ditangkap, lima orang mengalami luka-luka.

"KPBI mendesak Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk membatalkan status tersangka 23 peserta aksi unjuk rasa  yang dituding melakukan penghasutan," demikian tuntutan KPBI.

KPBI menilai polisi memanfaatkan pasal karet karena menerapkan pasal 216 tentang tidak mengikuti perintah aparat. Pasal tersebut kerap dipergunakan negara untuk membelenggu kebebasan berpendapat.

Selain itu, penerapan pasal tersebut merupakan pengekangan terhadap demokrasi.

KPBI yang tergabung dalam KAU tetap mendesak pemerintah membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun tentanh Pengupahan.

KPBI menilai PP tersebut telah mengerem laju pertumbuhan upah minimum hingga 35 persen. PP itu juga merupakan bentuk dukungan pemerintah terhadap pengusaha dan bentuk pemiskinan buruh.

Pewarta: Dewanto Samodro

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015