Jakarta (Antara Babel) - Di tengah proses reformasi persepakbolaan nasional, pemerintah melalui Tim Transisi kembali menggelar turnamen sepak bola Piala Jenderal Sudirman melanjutkan dua pergelaran sebelumnya, yaitu Piala Kemerdekaan dan Piala Presiden.

Piala Jenderal Sudirman seperti menjadi penyambung nafas sepak bola Tanah Air yang saat ini masih belum bisa menggelar kompetisi liga reguler karena federasinya mendapatkan sanksi dari Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA).

Turnamen digelar bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2015 di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, yang dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Perhelatan turnamen tersebut diikuti 15 tim yang terbagi menjadi tiga grup, yakni grup A yang pertandingannya digelar di Stadion Kanjuruhan, grup B di Stadion Kapten Dipta Bali dan grup C di Stadion Delta Sidoarjo.

Babak penyisihan Piala Jenderal Sudirman berlangsung pada 12-22 November. Kemudian untuk babak semifinal digelar dengan sistem kandang dan tandang pada 9-17 Januari 2016. Final akan digelar di Stadion Gelora Bung Karno pada 24 Januari 2016.

Pertandingan di grup A mempertemukan tuan rumah Arema Cronus, Sriwijaya FC, Persija Jakarta, Persipasi Bandung Raya, dan Persegres Gresik United. Grup B mempertemukan Bali United, Mitra Kukar, PSM Makassar, Persipura, dan Semen Padang.

Sedangkan Grup C mempertemukan Surabaya United, Persib Bandung, Pusamania Borneo FC, Persela Lamongan dan PS TNI.

Semua tim telah menunjukkan keseriusannya dengan mengelola para pemain-pemainnya dengan matang. Menjelang digelarnya turnamen, banyak tim yang memberikan kontrak untuk merekrut pemain-pemain guna memperkuat skuat.

Seperti misalnya Persatuan Sepakbola (PS) TNI yang banyak diperkuat oleh mantan pemain Timnas U-19 dan U-23.

Terdapat enam pemain tim Garuda Muda yang ikut tergabung dalam tim PS TNI, yakni kiper utama Timnas U-19 Ravi Murdianto, Dhimas Drajat, Manahati Lestusen, Abduh Lestaluhu, Wawan Febrianto dan Ahmad Noviandani.

Untuk tim Surabaya United, banyak pemain muda dari tim tersebut yang siap unjuk kebolehan, seperti Fandi Eko Utomo, Fatchurrachman, Sahrul Kurniawan, Hargianto, Zulfiandi, Putu Gede Juni Antara, serta Evan Dimas Darmono.

Selain itu, masih ada Bali United yang ditangani oleh pelatih Indra Sjafri dan diperkuat oleh I Ngurah Komang Arya, Fadil Sausu, Hendra Sandi Gunawan, Paulo Sitanggang, dan Bayu Gatra.

Belum lagi ada juara Piala Presiden 2015 Persib Bandung dan finalis Sriwijaya FC yang turut berlaga. Klub Mutiara Hitam Persipura Jayapura juga akan meramaikan turnamen.

Keberadaan Persija, Arema Cronus, Mitra Kukar, dan PSM Makassar juga akan memberikan semangat baru bagi para penggemar fanatik klub-klub tersebut.

Selain itu, fenomena banyaknya pemain asing akan menjadi warna tersendiri dalam Piala Jenderal Sudirman kali ini. Seperti misalnya Silvio Escobar dan Patrice Nzekou di tim Juku Eja PSM.

Surabaya United juga mengisi daftar pemain dengan memadukan pemain dalam negeri dan asing. Pedro Javier tetap menjadi andalan tim sebagai penyerang tunggal dibantu duo sayap Ilham Udin Armaiyn dan Siswanto.

Menurut pelatih Surabaya United Ibnu Grahan, timnya masih memiliki satu penyerang baru yang dikontrak khusus untuk turnamen kali ini, yakni Thiago Furtuoso asal Brazil.

"Satu lagi pemain asing Otavio Dutra juga dari Brazil tetap menjadi benteng pertahanan sekaligus mengawal kiper Jendri Pitoy," katanya.

Dalam semangat yang dibawa melalui kesuksesan penyelenggaraan Piala Presiden, semua tim Piala Jenderal Sudirman akan berlaga dengan strategi terbaik mereka masing-masing untuk mempertontonkan permainan sepak bola Indonesia yang telah lama dirindukan masyarakat.

Hadiah untuk pemenang pertama Piala Jenderal Sudirman sebesar Rp2,5 miliar dan pemenang kedua sebesar Rp1,5 miliar, sedangkan masing-masing semifinalis menerima hadiah sebesar Rp500 juta.

Pencetak gol terbanyak menerima hadiah sebesar Rp100 juta, pemain terbaik Rp100 juta, tim ter-'fairplay' Rp150 juta, suporter terbaik sebesar Rp150 juta, dan wasit terbaik sebesar Rp100 juta.

    
Reformasi Sepak Bola

Piala Jenderal Sudirman memang mampu menyambung nafas untuk kelangsungan persepakbolaan nasional karena mampu menghadirkan kembali olahraga paling wahid di Indonesia tersebut kepada masyarakat.

Namun, jalan masih panjang untuk pencapaian reformasi sepak bola nasional, dan Piala Jenderal Sudirman belum mampu memperpendek jalan tersebut.

Turnamen semacam Piala Jenderal Sudirman masih dipandang oleh beberapa kalangan belum memenuhi ekspektasi untuk menuju ke arah perbaikan tata kelola persepakbolaan nasional.

Keberadaan turnamen tanpa adanya kompetisi reguler dianggap merugikan pemain, terutama terkait dengan masalah kontrak.

Kontrak untuk para pesepak bola masih belum memenuhi standar karena berdurasi pendek, sekitar tiga bulan atau sepanjang pelaksanaan turnamen.

Banyak pihak memberikan masukan dan rekomendasi untuk kesuksesan turnamen sepak bola bentukan pemerintah tersebut, di antaranya Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia.

PSSI membantu penyelenggaraan Piala Jenderal Sudirman dengan mengeluarkan surat resmi mengenai otorisasi dan rekomendasi untuk turnamen tersebut.

Sekjen PSSI Azwan Karim mengatakan surat tersebut menunjukkan bahwa PSSI secara resmi bersedia membantu pelaksanaan turnamen yang dimulai 14 November itu.

"Selain menyediakan perangkat pertandingan, PSSI juga menunjuk PT Liga Indonesia agar terlibat dalam penyelenggaraan turnamen Piala Jenderal Sudirman ini sebagai 'technical advisor'," kata Azwan.

Dalam surat yang diberikan oleh PSSI kepada panitia Piala Jenderal Sudirman tersebut tertulis bahwa PSSI memberikan otorisasi terhadap kegiatan turnamen untuk dapat diikuti klub-klub anggota PSSI.

PSSI, induk organisasi sepak bola Indonesia yang tengah dibekukan oleh pemerintah tersebut juga menugaskan perangkat pertandingan demi terjaganya kualitas turnamen.

Sementara itu, Ketua Umum Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) Mayjen (Purn) Noor Aman berpendapat bahwa pergelaran Piala Jenderal Sudirman lebih simpel dari turnamen-turnamen sebelumnya.

Dia juga menilai turnamen kali ini lebih tertangani dengan baik karena banyak pihak yang bermain di situ.

"Jadi aspek bisnisnya oke, aspek kompetisinya juga cukup terkendali dengan bagus," kata Noor.

Dia berpendapat pula bahwa penyelenggaraan turnamen-turnamen seperti yang dilakukan oleh Tim Transisi belum cukup mampu untuk menggelorakan semangat perbaikan tata kelola persepakbolaan nasional ke depan. "Kalau itu masih panjang."
   
Namun, kata Noor, BOPI akan tetap mendukung setiap turnamen yang direncanakan untuk digelar dengan memberikan rekomendasi sepanjang pergelaran tersebut memenuhi syarat.

Sementara itu, mantan pemain Persib Bandung Robby Darwis mengatakan bahwa penyelenggaraan turnamen sebaiknya juga turut melibatkan pesepak bola yang tidak hanya di tingkat liga kasta tertinggi.

"Turnamen kali ini hanya terfokus ke pemain-pemain di liga utama saja, dan yang di bawahnya juga harus ada pertandingan atau kompetisi yang setingkat dengan pemain-pemainnya," kata dia.

Legenda Persib yang juga pernah membela tim nasional tersebut yakin bahwa bibit-bibit unggul pesepak bola kebanyakan berada di tingkat bawah, misalnya di sekolah sepak bola dan liga remaja.

Tiga turnamen beruntun oleh Tim Transisi seolah telah menjadi sarana pemenuhan hasrat masyarakat Indonesia menonton sepak bola. Di balik segala pro dan kontra yang mengiringi keberadaan turnamen-turnamen tersebut, peta besar reformasi sepak bola nasional sudah sepatutnya tetap menjadi prioritas utama.

Menjelang pelaksanaan Asian Games 2018, masyarakat Indonesia tentu ingin agar pemerintah dan federasi sepak bola nasional dapat berjalan beriringan sehingga laga sepak bola dapat dinikmati ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games nanti.

Pewarta: Calvinantya Basuki

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015