Korea Selatan mengeluarkan peringatan serangan udara dan meluncurkan rudalnya sendiri sebagai protes atas rudal balistik Korea Utara yang jatuh kurang dari 60 km dari pantai Korsel.
Rudal Korut itu menjadi rudal pertama yang jatuh di dekat perairan Korsel, sebelah selatan dari batas maritim yang disengketakan kedua Korea, Garis Batas Utara (NLL).
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol menyebut insiden itu sebagai "tindakan efektif dalam perambahan teritorial".
Jet-jet tempur Korsel menembakkan tiga rudal udara-ke-darat ke laut utara sepanjang NLL sebagai respons, kata militer Korsel.
Seorang pejabat mengatakan rudal-rudal yang diluncurkan termasuk sebuah AGM-84H/K SLAM-ER, senjata serang presisi buatan AS yang mampu terbang sejauh 270 km dan mampu membawa 360 kg hulu ledak.
Peluncuran itu dilakukan setelah kantor Yoon berjanji memberikan "respons cepat dan tegas" sehingga Korut "membayar harga atas provokasinya".
Baca juga: Utusan urusan nuklir Korsel, AS dan Jepang kecam peluncuran rudal Korut
Baca juga: Korut luncurkan dua rudal balistik ke Laut Jepang
Senjata Korut yang jatuh di dekat Korsel itu adalah salah satu dari tiga rudal balistik jarak dekat yang ditembakkan dari kawasan pantai Korut ke arah laut, kata Kepala Staf Gabungan Korsel (JCS).
JCS mengatakan kemudian bahwa sebanyak 10 rudal berbagai jenis telah diluncurkan dari pantai timur dan barat Korut.
JCS mengatakan sedikitnya satu rudal mendarat di lokasi yang berjarak 26 km selatan NLL, 57 km dari Kota Sokcho di pesisir timur Korsel, dan 167 km dari Pulau Ulleung, ketika peringatan serangan udara dikeluarkan.
"Kami mendengar bunyi sirene sekitar pukul 08.55 pagi dan kita semua yang di dalam gedung turun ke tempat evakuasi di lantai dasar," kata seorang pejabat kota Ulleung kepada Reuters.
"Kami tinggal di sana hingga naik kembali pukul 09.15 setelah mendengar bahwa proyektil itu jatuh di laut lepas."
Seorang penduduk di bagian selatan pulau itu mengatakan mereka tidak menerima peringatan.
Negara nuklir Korut telah menguji sejumlah besar rudalnya tahun ini.
Para pejabat di Seoul dan Washington mengatakan Korut telah menyelesaikan persiapan teknis untuk melakukan peluncuran senjata nuklir untuk pertama kali sejak 2017.
Peluncuran rudal oleh Korut itu dilakukan hanya beberapa jam setelah Pyongyang menuntut agar AS dan Korsel menghentikan latihan militer besar-besaran, dengan mengatakan bahwa provokasi militer semacam itu "tak dapat lagi ditoleransi".
Meskipun Yoon telah menetapkan pekan berkabung nasional setelah lebih dari 150 orang tewas dalam insiden kerumunan di Seoul, AS dan Korsel memulai latihan angkatan udara gabungan terbesar pada Senin.
Latihan bernama "Vigilant Storm" (Badai Kewaspadaan) itu melibatkan ratusan jet tempur dari kedua pihak yang melakukan simulasi serangan udara 24 jam sehari.
Korut telah mengatakan bahwa peluncuran rudal baru-baru ini merupakan respons terhadap latihan militer kedua negara bersekutu itu.
Pak Jong Chon, sekretaris Komite Pusat Partai Pekerja yang berkuasa di Korut, mengatakan dalam pernyataannya pada Rabu bahwa sejumlah jet tempur yang terlibat dalam latihan itu menunjukkan bahwa kegiatan itu "agresif dan provokatif" dan secara khusus menarget Korut.
Dia mengatakan bahkan namanya meniru Operasi Badai Gurun pimpinan AS di Irak pada 1990-an.
"Langkah berlebihan dari kekuatan yang bermusuhan untuk melakukan konfrontasi militer telah menciptakan situasi berbahaya di Semenanjung Korea," kata Pak dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi KCNA.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price pada Selasa menanggapi peringatan Korut tentang respons "kuat" terhadap latihan militer itu.
Dia mengatakan Pyongyang tampaknya "memiliki dalih lain untuk provokasi yang telah dilakukannya, (dan) provokasi lain yang mungkin akan dilakukan dalam beberapa hari atau pekan ke depan".
Price mengatakan bahwa latihan itu "murni bersifat defensif" dan AS telah menyatakan secara jelas kepada Korut bahwa pihaknya tidak berniat jahat terhadap negara itu.
Dia menambahkan bahwa AS dan sekutunya telah bersikap jelas bahwa akan ada "harga besar dan konsekuensi besar" jika Korut melanjutkan pengujian nuklirnya, yang akan menjadi "langkah berbahaya dan memicu ketidakstabilan".
Price tidak menjelaskan konsekuensi yang dimaksud.
Dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menlu Korsel menyebut peluncuran rudal Korut "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "aksi berbahaya dari provokasi militer".
Kedua pejabat tersebut mengutuk peluncuran itu dan bersepakat untuk bekerja sama melawan ancaman Korut, kata kantor Park dalam pernyataan.
Kementerian Tanah, Infrastruktur dan Transportasi Korsel mengatakan bahwa akibat peluncuran rudal Korut itu, sejumlah rute penerbangan di atas laut antara Korut dan Jepang akan ditutup hingga Kamis pagi.
Seorang juru bicara militer Korsel mengatakan pihak berwenang sedang menganalisis peluncuran tersebut untuk mengetahui apakah jalur terbang rudal-rudal itu disengaja atau salah satunya keluar dari jalur.
Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada mengatakan pemerintahnya meyakini sedikitnya dua rudal balistik telah diluncurkan dari Korut, satu ke timur dan satunya lagi ke selatan.
Rudal pertama terbang sejauh 150 km pada ketinggian maksimal sekitar 150 km, sedangkan rudal kedua menjangkau jarak 200 km dengan ketinggian maksimal 100 km, kata dia kepada pers di Tokyo, Rabu pagi.
Insiden itu adalah peristiwa pertama jatuhnya rudal balistik Korut di dekat perairan Korsel, kata JCS.
"Militer kami tidak dapat menoleransi aksi provokasi Korut semacam ini, dan akan merespons secara tegas dan keras berdasarkan kerja sama Korsel-AS," kata JCS dalam keterangan pers.
Tindakan Korut mengancam perdamaian dan stabilitas Jepang, wilayah yang lebih luas, dan komunitas internasional, dan sama sekali tak dapat diterima, kata Hamada.
"Korut telah berkali-kali meluncurkan rudal dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dalam cara-cara baru yang tidak pernah kita lihat sebelumnya," kata dia.
Jepang telah menyampaikan keluhan dan memprotes tindakan itu lewat saluran diplomatik di Beijing, katanya, menambahkan.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
Rudal Korut itu menjadi rudal pertama yang jatuh di dekat perairan Korsel, sebelah selatan dari batas maritim yang disengketakan kedua Korea, Garis Batas Utara (NLL).
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol menyebut insiden itu sebagai "tindakan efektif dalam perambahan teritorial".
Jet-jet tempur Korsel menembakkan tiga rudal udara-ke-darat ke laut utara sepanjang NLL sebagai respons, kata militer Korsel.
Seorang pejabat mengatakan rudal-rudal yang diluncurkan termasuk sebuah AGM-84H/K SLAM-ER, senjata serang presisi buatan AS yang mampu terbang sejauh 270 km dan mampu membawa 360 kg hulu ledak.
Peluncuran itu dilakukan setelah kantor Yoon berjanji memberikan "respons cepat dan tegas" sehingga Korut "membayar harga atas provokasinya".
Baca juga: Utusan urusan nuklir Korsel, AS dan Jepang kecam peluncuran rudal Korut
Baca juga: Korut luncurkan dua rudal balistik ke Laut Jepang
Senjata Korut yang jatuh di dekat Korsel itu adalah salah satu dari tiga rudal balistik jarak dekat yang ditembakkan dari kawasan pantai Korut ke arah laut, kata Kepala Staf Gabungan Korsel (JCS).
JCS mengatakan kemudian bahwa sebanyak 10 rudal berbagai jenis telah diluncurkan dari pantai timur dan barat Korut.
JCS mengatakan sedikitnya satu rudal mendarat di lokasi yang berjarak 26 km selatan NLL, 57 km dari Kota Sokcho di pesisir timur Korsel, dan 167 km dari Pulau Ulleung, ketika peringatan serangan udara dikeluarkan.
"Kami mendengar bunyi sirene sekitar pukul 08.55 pagi dan kita semua yang di dalam gedung turun ke tempat evakuasi di lantai dasar," kata seorang pejabat kota Ulleung kepada Reuters.
"Kami tinggal di sana hingga naik kembali pukul 09.15 setelah mendengar bahwa proyektil itu jatuh di laut lepas."
Seorang penduduk di bagian selatan pulau itu mengatakan mereka tidak menerima peringatan.
Negara nuklir Korut telah menguji sejumlah besar rudalnya tahun ini.
Para pejabat di Seoul dan Washington mengatakan Korut telah menyelesaikan persiapan teknis untuk melakukan peluncuran senjata nuklir untuk pertama kali sejak 2017.
Peluncuran rudal oleh Korut itu dilakukan hanya beberapa jam setelah Pyongyang menuntut agar AS dan Korsel menghentikan latihan militer besar-besaran, dengan mengatakan bahwa provokasi militer semacam itu "tak dapat lagi ditoleransi".
Meskipun Yoon telah menetapkan pekan berkabung nasional setelah lebih dari 150 orang tewas dalam insiden kerumunan di Seoul, AS dan Korsel memulai latihan angkatan udara gabungan terbesar pada Senin.
Latihan bernama "Vigilant Storm" (Badai Kewaspadaan) itu melibatkan ratusan jet tempur dari kedua pihak yang melakukan simulasi serangan udara 24 jam sehari.
Korut telah mengatakan bahwa peluncuran rudal baru-baru ini merupakan respons terhadap latihan militer kedua negara bersekutu itu.
Pak Jong Chon, sekretaris Komite Pusat Partai Pekerja yang berkuasa di Korut, mengatakan dalam pernyataannya pada Rabu bahwa sejumlah jet tempur yang terlibat dalam latihan itu menunjukkan bahwa kegiatan itu "agresif dan provokatif" dan secara khusus menarget Korut.
Dia mengatakan bahkan namanya meniru Operasi Badai Gurun pimpinan AS di Irak pada 1990-an.
"Langkah berlebihan dari kekuatan yang bermusuhan untuk melakukan konfrontasi militer telah menciptakan situasi berbahaya di Semenanjung Korea," kata Pak dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi KCNA.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price pada Selasa menanggapi peringatan Korut tentang respons "kuat" terhadap latihan militer itu.
Dia mengatakan Pyongyang tampaknya "memiliki dalih lain untuk provokasi yang telah dilakukannya, (dan) provokasi lain yang mungkin akan dilakukan dalam beberapa hari atau pekan ke depan".
Price mengatakan bahwa latihan itu "murni bersifat defensif" dan AS telah menyatakan secara jelas kepada Korut bahwa pihaknya tidak berniat jahat terhadap negara itu.
Dia menambahkan bahwa AS dan sekutunya telah bersikap jelas bahwa akan ada "harga besar dan konsekuensi besar" jika Korut melanjutkan pengujian nuklirnya, yang akan menjadi "langkah berbahaya dan memicu ketidakstabilan".
Price tidak menjelaskan konsekuensi yang dimaksud.
Dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menlu Korsel menyebut peluncuran rudal Korut "belum pernah terjadi sebelumnya" dan "aksi berbahaya dari provokasi militer".
Kedua pejabat tersebut mengutuk peluncuran itu dan bersepakat untuk bekerja sama melawan ancaman Korut, kata kantor Park dalam pernyataan.
Kementerian Tanah, Infrastruktur dan Transportasi Korsel mengatakan bahwa akibat peluncuran rudal Korut itu, sejumlah rute penerbangan di atas laut antara Korut dan Jepang akan ditutup hingga Kamis pagi.
Seorang juru bicara militer Korsel mengatakan pihak berwenang sedang menganalisis peluncuran tersebut untuk mengetahui apakah jalur terbang rudal-rudal itu disengaja atau salah satunya keluar dari jalur.
Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada mengatakan pemerintahnya meyakini sedikitnya dua rudal balistik telah diluncurkan dari Korut, satu ke timur dan satunya lagi ke selatan.
Rudal pertama terbang sejauh 150 km pada ketinggian maksimal sekitar 150 km, sedangkan rudal kedua menjangkau jarak 200 km dengan ketinggian maksimal 100 km, kata dia kepada pers di Tokyo, Rabu pagi.
Insiden itu adalah peristiwa pertama jatuhnya rudal balistik Korut di dekat perairan Korsel, kata JCS.
"Militer kami tidak dapat menoleransi aksi provokasi Korut semacam ini, dan akan merespons secara tegas dan keras berdasarkan kerja sama Korsel-AS," kata JCS dalam keterangan pers.
Tindakan Korut mengancam perdamaian dan stabilitas Jepang, wilayah yang lebih luas, dan komunitas internasional, dan sama sekali tak dapat diterima, kata Hamada.
"Korut telah berkali-kali meluncurkan rudal dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dalam cara-cara baru yang tidak pernah kita lihat sebelumnya," kata dia.
Jepang telah menyampaikan keluhan dan memprotes tindakan itu lewat saluran diplomatik di Beijing, katanya, menambahkan.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022