Jakarta (Antara Babel) - Konfigurasi dan peta politik di DPR pada 2016 diramalkan akan diwarnai dinamika baru yang dipengaruhi perkembangan di lembaga perwakilan itu tahun lalu.
Tak dapat dipungkiri bahwa selama kurun waktu setahun yang lalu, kiprah DPR selalu mendapat sorotan publik. Apalagi DPR yang menjadi tempat berkumpulnya partai-partai politik selalu diwarnai manuver oleh politisinya dan kadang muncul tarik-menarik kepentingan.
Dalam situasi itulah ada kegaduhan, polemik dan kontroversi terkait suatu masalah, baik internal maupun hal-hal yang terkait dengan publik. Sebut saja kegaduhan menyangkut komposisi kepemimpinan, pemilihan calon kapolri hingga persoalan yang terkait perseteruan antara KPK dengan Polri.
Pada Desember, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyidangkan laporan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Dari persidangan ini, Novanto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya pada 16 Desember 2015.
Di tengah kegaduhan politik di parlemen, publik pun mempertanyakan bagaimana DPR melaksanakan tiga fungsi utamanya, yakni pengawasan, legislasi dan penyusunan anggaran? Publik berharap mulai awal tahun ini DPR melaksanakan fungsinya lebih optimal.
Menyikapi sorotan, kritik dan penilaian publik tampaknya DPR harus secara jujur dan terbuka menilai kinerjanya sendiri kemudian menyatakan tekadnya untuk memperbaiki hal-hal yang dipandang belum optimal.
Satu hal yang perlu disadari publik adalah apa pun yang telah dilalui dan bagaimanapun penilaian itu, DPR memiliki prestasi dan pencapaian atas targetnya.
Persoalan seberapa tingkat keberhasilan dan seberapa buruk penilaian akan sangat tergantung dari sisi mana dan siapa yang menilai. Semua penilaian bisa sama dan sepadan, bisa juga bertolak belakang.
Kurang
Yang terpenting dari semua penilaian itu adalah adanya pengakuan atas kekurangan yang telah dicapai. Kemudian adanya tekad dan semangat untuk memperbaikinya.
Sebut saja Ketua MKD DPR Surahman Hidayat yang menyampaikan refleksi akhir tahun DPR bahwa selama 2015 integritas anggota DPR terbilang kurang memuaskan seiring dengan hiruk-pikuk yang terjadi selama ini.
"Anggota DPR) Yang lalu 'kan integritasnya agak 'belepotan' sedikit. (Kami) Tekankan 2016 integritasnya tidak terbelah," kata Surahman, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/12).
Untuk ke depan, kata dia, tentu masa depan itu bagian dari yang tak terpisahkan dari masa sebelumnya. Karena itu, semua anggota DPR harus berkaca terhadap apa yang telah terjadi.
Kalau ada yang kurang bagus harus diperbaiki. Politisi PKS itu meminta anggota Dewan menjadikan tahun baru ini dengan wajah baru, semangat baru, komitmen baru dan integritas yang utuh.
"2015 ini khususnya di akhir Desember sangat ramai, hiruk-pikuk. Hiruk-pikuknya bukan dengan hal menggembirakan, tapi kurang menggembirakan," kata dia.
Meski demikian, dirinya tetap mengembalikan masalah integritas kepada pribadi masing-masing. Apakah anggota Dewan hanya ingin membuat kegaduhan atau membuat suatu prestasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Ditingkatkan
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Nasir Djamil juga berharap kinerja DPR di tahun 2016 dapat ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya perbaikan atas minimnya prestasi DPR di tahun 2015.
"Terus terang pada 2015 DPR benar-benar bekerja di tahun politik yang sulit dan minin prestasi," ujar Nasir.
Perbaikan kinerja DPR harus lebih diutamakan agar lembaga ini mampu menghasilkan produk undang-undang yang berkualitas. Ini menjadi "pekerjaan rumah" bagi semua anggota DPR di tahun baru.
"DPR harus lebih berfokus kepada upaya meningkatkan kinerja legislasi dengan menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan mampu mengawasi pelaksanaan undang-undang yang dijalankan oleh pemerintah," kata Nasir.
Selain itu, dia juga mengharapkan pimpinan baru DPR yang rencananya dilantik pada 11 Januari mendatang dapat melakukan komunikasi politik yang efektif.
"Sebaiknya pimpinan DPR RI yang baru dapat melakukan komunikasi dan konsolidasi kelembagaan sehingga bisa memperkecil perbedaan sikap politik masing-masing fraksi," kata Nasir.
Sinergitas dan koordinasi dengan pemerintah juga perlu ditingkatkan dalam hal pembahasan sejumlah revisi dan rancangan undang-undang.
"Pemerintah dan DPR dapat meninjau ulang aturan mekanisme pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang selama ini diakui atau tidak telah ikut menyumbang lambatnya menyelesaikan RUU yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," katanya.
Kini publik menanti kiprah wakilnya di parlemen untuk menjalankan tugas dan fungsi sesuai kesepakatan yang dicapai akhir 2015. Di bidang legislasi atau penyusunan undang-undang, DPR dihadapkan pada tugas menyelesaikan setidaknya 57 rancangan undang-undang (RUU) yang telah menjadi prioritas Prolegnas tahun 2016.
Penentuan 57 RUU prioritas pembahasan dalam Prolegnas tahun 2016 itu berdasarkan pertemuan antara Badan Legislasi (Banleg) DPR dengan DPD serta Kementerian Hukum dan HAM untuk membahas usulan Prolegnas prioritas tahun 2016 di Gedung DPR RI, Kamis (10/12/2015).
Sebanyak 57 RUU yang diusulkan DPR untuk masuk prioritas Prolegnas 2016, yakni RUU tentang Penyiaran, RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia, Pertanahan, Perubahan UU Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, Jabatan Hakim, Kepolisian Negara RI, Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Selanjutnya RUU tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya, Sistem Budidaya Tanaman, Kehutanan, Perikanan, Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Jasa Konstruksi, Jalan, Arsitek, Perubahan atas UU BUMN, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pertembakauan, Minyak dan Gas Bumi serta Pertambangan Mineral dan Batubara.
RUU tentang Penyandang Disabilitas, Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umrah, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Praktik Pekerjaan Sosial, Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Kebidanan, Sistem Perbukuan, Kebudayaan dan RUU tentang Ekonomi Kreatif.
RUU tentang Perbankan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan, Otoritas Jasa Keuangan
Kewirausahaan Nasional, Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, Etika Lembaga Perwakilan, Penghinaan Dalam Persidangan, Pelindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dan RUU tentang Jabatan Pembuat Akta Tanah.
RUU tentang Tabungan Haji, Kondifikasi Pemilihan Umum, RUU Perubahan atas UU Perkawinan, Penghapusan Kekerasan Seksual, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Perkelapasawitan, Kedaulatan Sandang serta RUU Tentang Penjaminan.
Selain itu, RUU Tentang Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP, Kekarantinaan Kesehatan, Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Merek, Paten, Tabungan Perumahan Rakyat, Larangan Minuman Beralkohol dan RUU tentang Wawasan Nusantara.
Itulah tantangan tugas DPR di awal masa sidang tahun 2016 dan publik menanti pencapaian melalui kerja serta target kinerja yang telah ditetapkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Tak dapat dipungkiri bahwa selama kurun waktu setahun yang lalu, kiprah DPR selalu mendapat sorotan publik. Apalagi DPR yang menjadi tempat berkumpulnya partai-partai politik selalu diwarnai manuver oleh politisinya dan kadang muncul tarik-menarik kepentingan.
Dalam situasi itulah ada kegaduhan, polemik dan kontroversi terkait suatu masalah, baik internal maupun hal-hal yang terkait dengan publik. Sebut saja kegaduhan menyangkut komposisi kepemimpinan, pemilihan calon kapolri hingga persoalan yang terkait perseteruan antara KPK dengan Polri.
Pada Desember, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menyidangkan laporan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Dari persidangan ini, Novanto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya pada 16 Desember 2015.
Di tengah kegaduhan politik di parlemen, publik pun mempertanyakan bagaimana DPR melaksanakan tiga fungsi utamanya, yakni pengawasan, legislasi dan penyusunan anggaran? Publik berharap mulai awal tahun ini DPR melaksanakan fungsinya lebih optimal.
Menyikapi sorotan, kritik dan penilaian publik tampaknya DPR harus secara jujur dan terbuka menilai kinerjanya sendiri kemudian menyatakan tekadnya untuk memperbaiki hal-hal yang dipandang belum optimal.
Satu hal yang perlu disadari publik adalah apa pun yang telah dilalui dan bagaimanapun penilaian itu, DPR memiliki prestasi dan pencapaian atas targetnya.
Persoalan seberapa tingkat keberhasilan dan seberapa buruk penilaian akan sangat tergantung dari sisi mana dan siapa yang menilai. Semua penilaian bisa sama dan sepadan, bisa juga bertolak belakang.
Kurang
Yang terpenting dari semua penilaian itu adalah adanya pengakuan atas kekurangan yang telah dicapai. Kemudian adanya tekad dan semangat untuk memperbaikinya.
Sebut saja Ketua MKD DPR Surahman Hidayat yang menyampaikan refleksi akhir tahun DPR bahwa selama 2015 integritas anggota DPR terbilang kurang memuaskan seiring dengan hiruk-pikuk yang terjadi selama ini.
"Anggota DPR) Yang lalu 'kan integritasnya agak 'belepotan' sedikit. (Kami) Tekankan 2016 integritasnya tidak terbelah," kata Surahman, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/12).
Untuk ke depan, kata dia, tentu masa depan itu bagian dari yang tak terpisahkan dari masa sebelumnya. Karena itu, semua anggota DPR harus berkaca terhadap apa yang telah terjadi.
Kalau ada yang kurang bagus harus diperbaiki. Politisi PKS itu meminta anggota Dewan menjadikan tahun baru ini dengan wajah baru, semangat baru, komitmen baru dan integritas yang utuh.
"2015 ini khususnya di akhir Desember sangat ramai, hiruk-pikuk. Hiruk-pikuknya bukan dengan hal menggembirakan, tapi kurang menggembirakan," kata dia.
Meski demikian, dirinya tetap mengembalikan masalah integritas kepada pribadi masing-masing. Apakah anggota Dewan hanya ingin membuat kegaduhan atau membuat suatu prestasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
Ditingkatkan
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Nasir Djamil juga berharap kinerja DPR di tahun 2016 dapat ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya perbaikan atas minimnya prestasi DPR di tahun 2015.
"Terus terang pada 2015 DPR benar-benar bekerja di tahun politik yang sulit dan minin prestasi," ujar Nasir.
Perbaikan kinerja DPR harus lebih diutamakan agar lembaga ini mampu menghasilkan produk undang-undang yang berkualitas. Ini menjadi "pekerjaan rumah" bagi semua anggota DPR di tahun baru.
"DPR harus lebih berfokus kepada upaya meningkatkan kinerja legislasi dengan menghasilkan undang-undang yang berkualitas dan mampu mengawasi pelaksanaan undang-undang yang dijalankan oleh pemerintah," kata Nasir.
Selain itu, dia juga mengharapkan pimpinan baru DPR yang rencananya dilantik pada 11 Januari mendatang dapat melakukan komunikasi politik yang efektif.
"Sebaiknya pimpinan DPR RI yang baru dapat melakukan komunikasi dan konsolidasi kelembagaan sehingga bisa memperkecil perbedaan sikap politik masing-masing fraksi," kata Nasir.
Sinergitas dan koordinasi dengan pemerintah juga perlu ditingkatkan dalam hal pembahasan sejumlah revisi dan rancangan undang-undang.
"Pemerintah dan DPR dapat meninjau ulang aturan mekanisme pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang selama ini diakui atau tidak telah ikut menyumbang lambatnya menyelesaikan RUU yang tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," katanya.
Kini publik menanti kiprah wakilnya di parlemen untuk menjalankan tugas dan fungsi sesuai kesepakatan yang dicapai akhir 2015. Di bidang legislasi atau penyusunan undang-undang, DPR dihadapkan pada tugas menyelesaikan setidaknya 57 rancangan undang-undang (RUU) yang telah menjadi prioritas Prolegnas tahun 2016.
Penentuan 57 RUU prioritas pembahasan dalam Prolegnas tahun 2016 itu berdasarkan pertemuan antara Badan Legislasi (Banleg) DPR dengan DPD serta Kementerian Hukum dan HAM untuk membahas usulan Prolegnas prioritas tahun 2016 di Gedung DPR RI, Kamis (10/12/2015).
Sebanyak 57 RUU yang diusulkan DPR untuk masuk prioritas Prolegnas 2016, yakni RUU tentang Penyiaran, RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia, Pertanahan, Perubahan UU Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, Jabatan Hakim, Kepolisian Negara RI, Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Selanjutnya RUU tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya, Sistem Budidaya Tanaman, Kehutanan, Perikanan, Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Jasa Konstruksi, Jalan, Arsitek, Perubahan atas UU BUMN, Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pertembakauan, Minyak dan Gas Bumi serta Pertambangan Mineral dan Batubara.
RUU tentang Penyandang Disabilitas, Pengelolaan Ibadah Haji dan Penyelenggaraan Umrah, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Praktik Pekerjaan Sosial, Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Kebidanan, Sistem Perbukuan, Kebudayaan dan RUU tentang Ekonomi Kreatif.
RUU tentang Perbankan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan, Otoritas Jasa Keuangan
Kewirausahaan Nasional, Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, Etika Lembaga Perwakilan, Penghinaan Dalam Persidangan, Pelindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dan RUU tentang Jabatan Pembuat Akta Tanah.
RUU tentang Tabungan Haji, Kondifikasi Pemilihan Umum, RUU Perubahan atas UU Perkawinan, Penghapusan Kekerasan Seksual, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Perkelapasawitan, Kedaulatan Sandang serta RUU Tentang Penjaminan.
Selain itu, RUU Tentang Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP, Kekarantinaan Kesehatan, Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), Merek, Paten, Tabungan Perumahan Rakyat, Larangan Minuman Beralkohol dan RUU tentang Wawasan Nusantara.
Itulah tantangan tugas DPR di awal masa sidang tahun 2016 dan publik menanti pencapaian melalui kerja serta target kinerja yang telah ditetapkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016