Indonesia mengawali tahun 2022 dengan penuh pertaruhan sebagai imbas dari sanksi Badan Anti-Doping Dunia (WADA) pada 7 Oktober 2021.
Momen kelam dalam dunia olahraga Indonesia itu lantaran Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) tidak patuh atau tidak memenuhi standar WADA. Imbasnya, Indonesia dilarang menjadi tuan rumah kejuaraan olahraga tingkat regional, kontinental, dan internasional.
Bahkan, bendera Merah Putih pun dilarang berkibar. Paling menyita perhatian ketika seremoni kemenangan tim bulu tangkis putra menjuarai Thomas Cup 2020 yang bergulir pada 9-17 Oktober 2021 di Denmark.
Untungnya, sanksi tersebut hanya berlangsung selama 4 bulan dari seharusnya 1 tahun. Pada bulan kedua tahun 2022, tepatnya pada 3 Februari, WADA mencabut sanksi tersebut dan dapat dikatakan ini adalah titik awal dari pembenahan olahraga Indonesia agar terbebas dari doping.
Semua pemangku kepentingan gencar mengampanyekan prestasi tanpa penggunaan zat terlarang.
Bahkan, satu hari setelah Indonesia terbebas dari sanksi WADA, LADI secara resmi berganti nama menjadi Indonesia Anti-Doping Organization atau Organisasi Anti-Doping Indonesia (IADO).
Pergantian nama dari LADI menjadi IADO tak serta merta berjalan mulus. Dengan segala persoalan yang sebelumnya dihadapi, IADO mengawali 2022 dengan penuh tantangan.
Selain karena diawali dengan adanya sanksi terhadap LADI pada 7 Oktober 2021 hingga 2 Februari 2022, juga karena adanya sejumlah permasalahan lain, seperti LADI belum memiliki akta notaris, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), hingga izin sebagai organisasi berbadan hukum di Kemkumham.
Selain itu juga belum ada peraturan anti-doping LADI/IADO, standar operasi prosedur (SOP), kecukupan anggaran, beberapa rangkap jabatan antara IADO dengan pejabat Kemenpora dan lembaga olahraga, serta kantor yang representatif.
Secara bertahap, Ketua Umum IADO dr. Musthofa Fauzi beserta jajarannya berupaya untuk memenuhi kekurangan tersebut. Lalu pada 13 Mei 2022 ada pergantian jabatan kepada pimpinan IADO. Gatot S. Dewa Broto melanjutkan tongkat estafet dari Musthofa.
Pembenahan
Dari sini, IADO di bawah kepemimpinan Gatot melakukan serangkaian upaya untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih menumpuk.
Langkah-langkah konkret dilakukan seperti penggunaan dua bahasa yakni Indonesia dan Inggris di hampir sebagian besar peraturan anti-doping. Pun demikian dengan laman resmi IADO.
Tujuannya memudahkan, baik internal di Indonesia maupun WADA dan Organisasi Anti-Doping Regional Asia Tenggara (SEARADO), untuk memonitor langsung setiap kegiatan IADO.
Terbaru, IADO menandai akhir 2022 dengan dua kegiatan penting yakni, Seminar Result Management (RM) oleh Komite RM IADO pada 23 Desember dan Workshop dan Evaluasi terhadap Sample Collection Personnel (SCP) oleh Direktorat Testing IADO pada 21-23 Desember.
Seminar RM diikuti oleh puluhan perwakilan induk organisasi cabang olahraga. Kegiatan ini dinilai penting karena memungkinkan cabang olahraga mengetahui bagaimana proses beracara hukum/persidangan terhadap seorang atlet jika dipersangkakan telah menggunakan doping berdasarkan analisis dari laboratorium yang telah diakreditasi WADA.
Gatot mengatakan umumnya sebagian cabang olahraga belum mengetahui bahwa atlet berhak melakukan pembelaan dan bahkan mengajukan banding terhadap sangkaan yang telah dituduhkan kepadanya.
Sedangkan workshop tentang SCP yang diikuti 31 orang, terdiri dari 27 Doping Control Officer (DCO) dan 4 Blood Control Officer (BCO). Tujuannya mengevaluasi kinerja mereka dan persiapan menuju 2023.
Sepanjang 2022 IADO melalui DCO dan BCO tersebut telah menyelesaikan sebanyak 293 sampel (urine dan atau blood) yang berhasil diambil dari atlet-atlet pada kegiatan In Competition Testing (ICT) dan selanjutnya dikirimkan ke laboratorium yang telah terakreditasi WADA.
Selain itu juga telah menyelesaikan sebanyak 258 sampel atau 92 persen (urine dan atau blood) dari total 276 sampel pada kegiatan out of competition testing(OOCT) yang diambil dari atlet-atlet dan selanjutnya dikirim ke laboratorium yang terakreditasi WADA.
Sekadar informasi, ICT adalah kegiatan pengambilan sampel pada atlet yang misalnya sedang mengikuti event kejuaraan baik nasional maupun internasional di Indonesia seperti Kejurnas dan atau Kejuaraan Internasional tertentu di Indonesia.
Sedangkan OOCT adalah kegiatan pengambilan sampel pada atlet di luar event pertandingan, misalnya sedang di Pelatnas maupun di tempat tinggal masing-masing.
Mereka yang ditarget ini adalah para atlet elite yang masuk dalam Registered Testing Pool (RTP) yang dimiliki IADO yang terkoneksi langsung ke WADA.
Selama 2022, meskipun data ICT dan OOCT tersebut telah berhasil dianalisis, tercatat belum pernah ada atlet yang diindikasikan telah menggunakan doping, kecuali terhadap sejumlah sampel yang saat ini masih beberapa saja (kurang dari 10 sampel) yang masih sedang dianalisis oleh laboratorium anti-doping di Bangkok berdasarkan event olahraga yang berlangsung pada pertengahan Desember 2022.
IADO pada Oktober lalu pernah mengumumkan adanya kasus doping terhadap 6 atlet yakni 5 dari atlet yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 dan satu atlet yang turun di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Papua. Itu semua terjadi berdasarkan doping control pada akhir tahun 2021.
Namun demikian, minimnya jumlah atlet di Indonesia yang terkena doping, bukan jaminan bahwa kegiatan anti-doping di Indonesia sudah baik, karena indikator utama penilaian dari WADA terhadap setiap NADO lebih terletak pada good corporate governance atau tata kelola organisasi dan kepatuhan terhadap World Anti-Doping Code.
Selanjutnya, WADA dalam berbagai pertemuan global maupun regional kini memberi penekanan pada edukasi yang tidak kalah pentingnya dibanding testing.
Searah dengan itu, sejak akhir Agustus hingga November, IADO melakukan crash program dengan menggelar kegiatan edukasi anti-doping di 15 provinsi. Sisanya akan digelar pada 2023 di seluruh Indonesia.
Kegiatan yang bekerja sama dengan KONI tersebut telah menargetkan sejumlah atlet elite dan junior, pelatih, tim dokter, dan pengurus dari berbagai daerah.
Selain itu, menyadari akan luasnya Indonesia dan makin tingginya tuntutan permintaan edukasi, IADO sedang merevisi ulang sistem dan modul edukasinya agar lebih terprogram dan lebih menekankan pada Anti-Doping Education and eLearning platform (ADeL).
Salah satu kegiatan utama IADO yang belum pernah terjadi sejak LADI berdiri adalah penyelenggaraan Seminar Anti-Doping Nasional 2022 pada 30 November 2022.
Seminar Akbar yang dihadiri oleh hampir 300 peserta tersebut dibuka secara resmi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali dan dihadiri secara khusus oleh perwakilan WADA yakni Manager of Asia Oceania Office of WADA Saravana Perumal dan Dirjen SEARADO Gobinathan Nair.
IADO juga sudah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan tujuh induk cabang olahraga yakni PSSI/sepakbola, PASI/atletik, FPTI/panjat tebing, PBWI/wushu, Perbasi/bola basket, PABSI/angkat besi, dan rugby/PRUI, serta KONI, NOC, dan NPC.
TUE
Seperti lazimnya manusia, seorang atlet juga memiliki potensi untuk menderita sakit atau suatu kondisi medis tertentu yang membutuhkan suatu penanganan medis tertentu.
Seandainya pengobatannya menggunakan suatu zat atau menuntut mekanisme metode administrasi yang ada dalam daftar zat dan metode terlarang, atlet tersebut dapat mengajukan suatu therapeutic use exemption (TUE) sejauh atlet tersebut memenuhi kriteria yang wajib untuk melakukan hal tersebut.
Meskipun aturan TUE sudah cukup lama diberlakukan WADA, masih cukup banyak atlet, pelatih, dan bahkan tenaga medis cabang olahraga yang belum familiar dengan pengaturan dan pengetahuan tentang TUE dan cara pengisian formulirnya.
Itulah sepanjang 2022 ini Komite TUE IADO sebagai komite yang mandiri (sebagaimana Komite RM) mengadakan dua kali seminar yang dihadiri oleh sekitar 80 dokter di bidang keolahragaan atau yang terikat pada cabang olahraga, untuk memperbarui pengetahuan tentang TUE.
Tahun 2022 juga dibentuk direktorat baru di IADO yang sebelumnya belum pernah ada yaitu Direktorat Intelijen dan Investigasi yang bertugas melakukan pengamatan guna mendapatkan, menilai dan memproses serta menganalisa informasi terkait anti-doping dari berbagai sumber untuk mencegah dan mendeteksi penggunaan doping pada kegiatan olahraga.
Selain itu memberikan assessment terkait test distribution plan (TDP) yang efektif, cerdas, dan proporsional dalam merencanakan pengujian target.
Selain tugas tersebut, beberapa kegiatan pendampingan dan pengamatan seperti pada agenda FIBA Asian Cup tahun 2022 di Senayan, sosialisasi pada seminar tentang peranan intelijen dan investigasi anti-doping, ikut serta dalam pengawasan saat pengambilan sampel terhadap atlet yang sulit dalam menentukan time slot whereabout, juga pendalaman kasus bila terjadi penolakan atlet saat pengambilan sampel.
Menyongsong 2023
IADO mengakui kinerjanya masih tertinggal dibandingkan dengan Organisasi Anti-Doping di negara lain seperti Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura.
Namun, Gatot dan seluruh jajaran IADO menyatakan komitmen untuk meningkatkan kinerja secepat dan sebaik mungkin. Contohnya, perbaikan komunikasi yang intensif dengan WADA, SEARADO, dan NADO dari negara-negara lain.
Tidak boleh ada lagi bagi IADO untuk menunda/terlambat merespons permintaan WADA dan atau SEARADO.
Saat ini, IADO membuat program yang bakal menjadi andalan yakni kanal Speak Up.
IADO menyadari masih banyak yang harus dikembangkan dan disempurnakan, untuk itu ke depan akan melakukan pembenahan dan meng-update beberapa piranti lunak serta workflow dengan mengacu pada negara-negara yang sudah mampu menerapkan peranan intelijen dan investigasi secara maksimal pada kegiatan anti-doping.
IADO juga menjelaskan terkait Pemerintah Indonesia dan IADO belum tergerak atau belum berencana mendirikan laboratorium anti-doping sendiri.
Keinginan tersebut ada, namun atas dasar persyaratan yang sangat ketat yang diatur dalam International Standard for Laboratories, maka rencana tersebut belum menjadi prioritas dalam waktu dekat.
Sebagai contoh adanya aturan yang menyebut pengumpulan sampel harus minimal 3.000 dalam satu tahun.
Sebagai perbandingan, IADO untuk 2022 hanya mampu mengumpulkan sebanyak 548 sampel. Ini berarti masih ada kekurangan sekitar 2.452 sampel, yang belum tentu bisa diperoleh dari negara-negara sekitar Indonesia karena sudah ada beberapa laboratorium serupa di Bangkok, Sydney, Tokyo, Seoul dan Doha.
Pengalaman sanksi dari WADA yang pernah dikenakan pada Maret 2009 terhadap laboratorium di Ankara, Turki dan Penang, Malaysia memberi pelajaran berharga untuk membangun laboratorium anti-doping membutuhkan kajian yang sangat komprehensif dan konsultasi kepada WADA secara intensif.
Faktor yang sesungguhnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan IADO di 2022 adalah adanya komitmen penuh dari Menpora Zainudin Amali beserta jajarannya dalam membantu sepenuhnya kinerja IADO tanpa harus ikut campur tangan.
Sebaliknya, IADO merespons dukungan Kemenpora dengan all out dalam bekerja, karena jika sedikit saja IADO membuat kesalahan, akan berdampak pada sejumlah agenda besar pada 2023 seperti FIFA U-20 World Cup, FIBA World Cup, dan ANOC World Beach Games.
Selain itu juga sejumlah multievent di luar negeri seperti SEA Games 2023 dan ASEAN Para Games di Kamboja serta Asian Games 2023 dan Asian Para Games 2023 di China. Pun demikian sejumlah single event internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
Momen kelam dalam dunia olahraga Indonesia itu lantaran Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) tidak patuh atau tidak memenuhi standar WADA. Imbasnya, Indonesia dilarang menjadi tuan rumah kejuaraan olahraga tingkat regional, kontinental, dan internasional.
Bahkan, bendera Merah Putih pun dilarang berkibar. Paling menyita perhatian ketika seremoni kemenangan tim bulu tangkis putra menjuarai Thomas Cup 2020 yang bergulir pada 9-17 Oktober 2021 di Denmark.
Untungnya, sanksi tersebut hanya berlangsung selama 4 bulan dari seharusnya 1 tahun. Pada bulan kedua tahun 2022, tepatnya pada 3 Februari, WADA mencabut sanksi tersebut dan dapat dikatakan ini adalah titik awal dari pembenahan olahraga Indonesia agar terbebas dari doping.
Semua pemangku kepentingan gencar mengampanyekan prestasi tanpa penggunaan zat terlarang.
Bahkan, satu hari setelah Indonesia terbebas dari sanksi WADA, LADI secara resmi berganti nama menjadi Indonesia Anti-Doping Organization atau Organisasi Anti-Doping Indonesia (IADO).
Pergantian nama dari LADI menjadi IADO tak serta merta berjalan mulus. Dengan segala persoalan yang sebelumnya dihadapi, IADO mengawali 2022 dengan penuh tantangan.
Selain karena diawali dengan adanya sanksi terhadap LADI pada 7 Oktober 2021 hingga 2 Februari 2022, juga karena adanya sejumlah permasalahan lain, seperti LADI belum memiliki akta notaris, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), hingga izin sebagai organisasi berbadan hukum di Kemkumham.
Selain itu juga belum ada peraturan anti-doping LADI/IADO, standar operasi prosedur (SOP), kecukupan anggaran, beberapa rangkap jabatan antara IADO dengan pejabat Kemenpora dan lembaga olahraga, serta kantor yang representatif.
Secara bertahap, Ketua Umum IADO dr. Musthofa Fauzi beserta jajarannya berupaya untuk memenuhi kekurangan tersebut. Lalu pada 13 Mei 2022 ada pergantian jabatan kepada pimpinan IADO. Gatot S. Dewa Broto melanjutkan tongkat estafet dari Musthofa.
Pembenahan
Dari sini, IADO di bawah kepemimpinan Gatot melakukan serangkaian upaya untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih menumpuk.
Langkah-langkah konkret dilakukan seperti penggunaan dua bahasa yakni Indonesia dan Inggris di hampir sebagian besar peraturan anti-doping. Pun demikian dengan laman resmi IADO.
Tujuannya memudahkan, baik internal di Indonesia maupun WADA dan Organisasi Anti-Doping Regional Asia Tenggara (SEARADO), untuk memonitor langsung setiap kegiatan IADO.
Terbaru, IADO menandai akhir 2022 dengan dua kegiatan penting yakni, Seminar Result Management (RM) oleh Komite RM IADO pada 23 Desember dan Workshop dan Evaluasi terhadap Sample Collection Personnel (SCP) oleh Direktorat Testing IADO pada 21-23 Desember.
Seminar RM diikuti oleh puluhan perwakilan induk organisasi cabang olahraga. Kegiatan ini dinilai penting karena memungkinkan cabang olahraga mengetahui bagaimana proses beracara hukum/persidangan terhadap seorang atlet jika dipersangkakan telah menggunakan doping berdasarkan analisis dari laboratorium yang telah diakreditasi WADA.
Gatot mengatakan umumnya sebagian cabang olahraga belum mengetahui bahwa atlet berhak melakukan pembelaan dan bahkan mengajukan banding terhadap sangkaan yang telah dituduhkan kepadanya.
Sedangkan workshop tentang SCP yang diikuti 31 orang, terdiri dari 27 Doping Control Officer (DCO) dan 4 Blood Control Officer (BCO). Tujuannya mengevaluasi kinerja mereka dan persiapan menuju 2023.
Sepanjang 2022 IADO melalui DCO dan BCO tersebut telah menyelesaikan sebanyak 293 sampel (urine dan atau blood) yang berhasil diambil dari atlet-atlet pada kegiatan In Competition Testing (ICT) dan selanjutnya dikirimkan ke laboratorium yang telah terakreditasi WADA.
Selain itu juga telah menyelesaikan sebanyak 258 sampel atau 92 persen (urine dan atau blood) dari total 276 sampel pada kegiatan out of competition testing(OOCT) yang diambil dari atlet-atlet dan selanjutnya dikirim ke laboratorium yang terakreditasi WADA.
Sekadar informasi, ICT adalah kegiatan pengambilan sampel pada atlet yang misalnya sedang mengikuti event kejuaraan baik nasional maupun internasional di Indonesia seperti Kejurnas dan atau Kejuaraan Internasional tertentu di Indonesia.
Sedangkan OOCT adalah kegiatan pengambilan sampel pada atlet di luar event pertandingan, misalnya sedang di Pelatnas maupun di tempat tinggal masing-masing.
Mereka yang ditarget ini adalah para atlet elite yang masuk dalam Registered Testing Pool (RTP) yang dimiliki IADO yang terkoneksi langsung ke WADA.
Selama 2022, meskipun data ICT dan OOCT tersebut telah berhasil dianalisis, tercatat belum pernah ada atlet yang diindikasikan telah menggunakan doping, kecuali terhadap sejumlah sampel yang saat ini masih beberapa saja (kurang dari 10 sampel) yang masih sedang dianalisis oleh laboratorium anti-doping di Bangkok berdasarkan event olahraga yang berlangsung pada pertengahan Desember 2022.
IADO pada Oktober lalu pernah mengumumkan adanya kasus doping terhadap 6 atlet yakni 5 dari atlet yang berlaga di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2021 dan satu atlet yang turun di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Papua. Itu semua terjadi berdasarkan doping control pada akhir tahun 2021.
Namun demikian, minimnya jumlah atlet di Indonesia yang terkena doping, bukan jaminan bahwa kegiatan anti-doping di Indonesia sudah baik, karena indikator utama penilaian dari WADA terhadap setiap NADO lebih terletak pada good corporate governance atau tata kelola organisasi dan kepatuhan terhadap World Anti-Doping Code.
Selanjutnya, WADA dalam berbagai pertemuan global maupun regional kini memberi penekanan pada edukasi yang tidak kalah pentingnya dibanding testing.
Searah dengan itu, sejak akhir Agustus hingga November, IADO melakukan crash program dengan menggelar kegiatan edukasi anti-doping di 15 provinsi. Sisanya akan digelar pada 2023 di seluruh Indonesia.
Kegiatan yang bekerja sama dengan KONI tersebut telah menargetkan sejumlah atlet elite dan junior, pelatih, tim dokter, dan pengurus dari berbagai daerah.
Selain itu, menyadari akan luasnya Indonesia dan makin tingginya tuntutan permintaan edukasi, IADO sedang merevisi ulang sistem dan modul edukasinya agar lebih terprogram dan lebih menekankan pada Anti-Doping Education and eLearning platform (ADeL).
Salah satu kegiatan utama IADO yang belum pernah terjadi sejak LADI berdiri adalah penyelenggaraan Seminar Anti-Doping Nasional 2022 pada 30 November 2022.
Seminar Akbar yang dihadiri oleh hampir 300 peserta tersebut dibuka secara resmi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali dan dihadiri secara khusus oleh perwakilan WADA yakni Manager of Asia Oceania Office of WADA Saravana Perumal dan Dirjen SEARADO Gobinathan Nair.
IADO juga sudah meneken nota kesepahaman (MoU) dengan tujuh induk cabang olahraga yakni PSSI/sepakbola, PASI/atletik, FPTI/panjat tebing, PBWI/wushu, Perbasi/bola basket, PABSI/angkat besi, dan rugby/PRUI, serta KONI, NOC, dan NPC.
TUE
Seperti lazimnya manusia, seorang atlet juga memiliki potensi untuk menderita sakit atau suatu kondisi medis tertentu yang membutuhkan suatu penanganan medis tertentu.
Seandainya pengobatannya menggunakan suatu zat atau menuntut mekanisme metode administrasi yang ada dalam daftar zat dan metode terlarang, atlet tersebut dapat mengajukan suatu therapeutic use exemption (TUE) sejauh atlet tersebut memenuhi kriteria yang wajib untuk melakukan hal tersebut.
Meskipun aturan TUE sudah cukup lama diberlakukan WADA, masih cukup banyak atlet, pelatih, dan bahkan tenaga medis cabang olahraga yang belum familiar dengan pengaturan dan pengetahuan tentang TUE dan cara pengisian formulirnya.
Itulah sepanjang 2022 ini Komite TUE IADO sebagai komite yang mandiri (sebagaimana Komite RM) mengadakan dua kali seminar yang dihadiri oleh sekitar 80 dokter di bidang keolahragaan atau yang terikat pada cabang olahraga, untuk memperbarui pengetahuan tentang TUE.
Tahun 2022 juga dibentuk direktorat baru di IADO yang sebelumnya belum pernah ada yaitu Direktorat Intelijen dan Investigasi yang bertugas melakukan pengamatan guna mendapatkan, menilai dan memproses serta menganalisa informasi terkait anti-doping dari berbagai sumber untuk mencegah dan mendeteksi penggunaan doping pada kegiatan olahraga.
Selain itu memberikan assessment terkait test distribution plan (TDP) yang efektif, cerdas, dan proporsional dalam merencanakan pengujian target.
Selain tugas tersebut, beberapa kegiatan pendampingan dan pengamatan seperti pada agenda FIBA Asian Cup tahun 2022 di Senayan, sosialisasi pada seminar tentang peranan intelijen dan investigasi anti-doping, ikut serta dalam pengawasan saat pengambilan sampel terhadap atlet yang sulit dalam menentukan time slot whereabout, juga pendalaman kasus bila terjadi penolakan atlet saat pengambilan sampel.
Menyongsong 2023
IADO mengakui kinerjanya masih tertinggal dibandingkan dengan Organisasi Anti-Doping di negara lain seperti Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura.
Namun, Gatot dan seluruh jajaran IADO menyatakan komitmen untuk meningkatkan kinerja secepat dan sebaik mungkin. Contohnya, perbaikan komunikasi yang intensif dengan WADA, SEARADO, dan NADO dari negara-negara lain.
Tidak boleh ada lagi bagi IADO untuk menunda/terlambat merespons permintaan WADA dan atau SEARADO.
Saat ini, IADO membuat program yang bakal menjadi andalan yakni kanal Speak Up.
IADO menyadari masih banyak yang harus dikembangkan dan disempurnakan, untuk itu ke depan akan melakukan pembenahan dan meng-update beberapa piranti lunak serta workflow dengan mengacu pada negara-negara yang sudah mampu menerapkan peranan intelijen dan investigasi secara maksimal pada kegiatan anti-doping.
IADO juga menjelaskan terkait Pemerintah Indonesia dan IADO belum tergerak atau belum berencana mendirikan laboratorium anti-doping sendiri.
Keinginan tersebut ada, namun atas dasar persyaratan yang sangat ketat yang diatur dalam International Standard for Laboratories, maka rencana tersebut belum menjadi prioritas dalam waktu dekat.
Sebagai contoh adanya aturan yang menyebut pengumpulan sampel harus minimal 3.000 dalam satu tahun.
Sebagai perbandingan, IADO untuk 2022 hanya mampu mengumpulkan sebanyak 548 sampel. Ini berarti masih ada kekurangan sekitar 2.452 sampel, yang belum tentu bisa diperoleh dari negara-negara sekitar Indonesia karena sudah ada beberapa laboratorium serupa di Bangkok, Sydney, Tokyo, Seoul dan Doha.
Pengalaman sanksi dari WADA yang pernah dikenakan pada Maret 2009 terhadap laboratorium di Ankara, Turki dan Penang, Malaysia memberi pelajaran berharga untuk membangun laboratorium anti-doping membutuhkan kajian yang sangat komprehensif dan konsultasi kepada WADA secara intensif.
Faktor yang sesungguhnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan IADO di 2022 adalah adanya komitmen penuh dari Menpora Zainudin Amali beserta jajarannya dalam membantu sepenuhnya kinerja IADO tanpa harus ikut campur tangan.
Sebaliknya, IADO merespons dukungan Kemenpora dengan all out dalam bekerja, karena jika sedikit saja IADO membuat kesalahan, akan berdampak pada sejumlah agenda besar pada 2023 seperti FIFA U-20 World Cup, FIBA World Cup, dan ANOC World Beach Games.
Selain itu juga sejumlah multievent di luar negeri seperti SEA Games 2023 dan ASEAN Para Games di Kamboja serta Asian Games 2023 dan Asian Para Games 2023 di China. Pun demikian sejumlah single event internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022