Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencana Indonesia untuk mengirim seorang jenderal tinggi untuk berbicara dengan para pemimpin junta Myanmar.
Dengan langkah itu Indonesia berharap bisa menunjukkan kepada militer yang kini berkuasa di Myanmar tentang bagaimana Indonesia berhasil melakukan transisi menuju demokrasi.
"Ini soal pendekatan. Kita punya pengalaman, di Indonesia situasinya (pernah) sama. Pengalaman ini bisa ditelaah, bagaimana Indonesia memulai demokrasinya," kata Jokowi dalam wawancara eksklusif dengan Reuters di Jakarta.
Jokowi mengatakan dia tidak mengesampingkan kemungkinan untuk secara langsung mengunjungi Myanmar, tetapi menurut dia, dialog mungkin bisa lebih mudah dibangun di antara pejabat dari latar belakang yang sama.
Dia menolak menyebutkan siapa jenderal yang akan dikirim "sesegera mungkin" ke Myanmar, tetapi mengatakan bahwa tokoh tersebut turut terlibat dalam reformasi Indonesia.
Indonesia, yang menjalankan masa keketuaan di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun ini, bertanggung jawab untuk mencoba menyelesaikan isu kemunduran demokrasi di Myanmar, salah satu anggota ASEAN.
Indonesia, yang kini menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, pernah diperintah oleh Jenderal Soeharto selama lebih dari tiga dekade, sebelum dia mengundurkan diri di tengah gelombang unjuk rasa dan krisis ekonomi pada 1998.
Di Myanmar, militer mengambil alih kekuasaan pada 1962, mengisolasi negara itu, dan menekan perbedaan pendapat selama beberapa dekade sampai proses menuju demokrasi sementara dimulai pada 2011.
Namun, proses Myanmar menuju demokrasi termasuk melalui pemilu yang dimenangi peraih Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, berakhir dua tahun lalu ketika militer menggulingkan pemerintahan Suu Kyi dan menerapkan kembali pemerintahan militer yang keras.
Dengan diberlakukannya kembali sanksi Barat terhadap Myanmar, ASEAN mengusulkan Konsensus Lima Poin untuk membantu menyelesaikan krisis.
Konsensus itu di antaranya menyerukan junta Myanmar untuk mengakhiri kekerasan, membuka akses bantuan kemanusiaan, serta mengizinkan kunjungan utusan khusus ASEAN untuk berdialog dengan semua pihak.
Namun, sejak disepakati pada April 2021, para jenderal Myanmar tidak menunjukkan keinginan untuk mengimplementasikan konsensus itu.
Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Jokowi menegaskan komitmen Indonesia untuk implementasi Konsensus Lima Poin tersebut, tetapi dia juga mengatakan bahwa ASEAN "tidak akan tersandera" dalam konflik Myanmar.
Dia juga memperingatkan bahwa ASEAN akan bertindak tegas jika tidak ada kemajuan dalam upaya Myanmar keluar dari krisis.
ASEAN telah menghadapi perbedaan tentang bagaimana menangani Myanmar dengan beberapa anggota, seperti Thailand, yang berharap terlibat dengan Myanmar lewat inisiatif seperti forum tidak resmi pada Desember.
Forum itu kemudian diboikot oleh setengah anggota ASEAN.
Anggota-anggota lainnya tampak semakin frustrasi dengan militer Myanmar dan ingin mempertahankan larangan bagi pejabat politik Myanmar untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan ASEAN.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Dengan langkah itu Indonesia berharap bisa menunjukkan kepada militer yang kini berkuasa di Myanmar tentang bagaimana Indonesia berhasil melakukan transisi menuju demokrasi.
"Ini soal pendekatan. Kita punya pengalaman, di Indonesia situasinya (pernah) sama. Pengalaman ini bisa ditelaah, bagaimana Indonesia memulai demokrasinya," kata Jokowi dalam wawancara eksklusif dengan Reuters di Jakarta.
Jokowi mengatakan dia tidak mengesampingkan kemungkinan untuk secara langsung mengunjungi Myanmar, tetapi menurut dia, dialog mungkin bisa lebih mudah dibangun di antara pejabat dari latar belakang yang sama.
Dia menolak menyebutkan siapa jenderal yang akan dikirim "sesegera mungkin" ke Myanmar, tetapi mengatakan bahwa tokoh tersebut turut terlibat dalam reformasi Indonesia.
Indonesia, yang menjalankan masa keketuaan di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun ini, bertanggung jawab untuk mencoba menyelesaikan isu kemunduran demokrasi di Myanmar, salah satu anggota ASEAN.
Indonesia, yang kini menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, pernah diperintah oleh Jenderal Soeharto selama lebih dari tiga dekade, sebelum dia mengundurkan diri di tengah gelombang unjuk rasa dan krisis ekonomi pada 1998.
Di Myanmar, militer mengambil alih kekuasaan pada 1962, mengisolasi negara itu, dan menekan perbedaan pendapat selama beberapa dekade sampai proses menuju demokrasi sementara dimulai pada 2011.
Namun, proses Myanmar menuju demokrasi termasuk melalui pemilu yang dimenangi peraih Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, berakhir dua tahun lalu ketika militer menggulingkan pemerintahan Suu Kyi dan menerapkan kembali pemerintahan militer yang keras.
Dengan diberlakukannya kembali sanksi Barat terhadap Myanmar, ASEAN mengusulkan Konsensus Lima Poin untuk membantu menyelesaikan krisis.
Konsensus itu di antaranya menyerukan junta Myanmar untuk mengakhiri kekerasan, membuka akses bantuan kemanusiaan, serta mengizinkan kunjungan utusan khusus ASEAN untuk berdialog dengan semua pihak.
Namun, sejak disepakati pada April 2021, para jenderal Myanmar tidak menunjukkan keinginan untuk mengimplementasikan konsensus itu.
Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Jokowi menegaskan komitmen Indonesia untuk implementasi Konsensus Lima Poin tersebut, tetapi dia juga mengatakan bahwa ASEAN "tidak akan tersandera" dalam konflik Myanmar.
Dia juga memperingatkan bahwa ASEAN akan bertindak tegas jika tidak ada kemajuan dalam upaya Myanmar keluar dari krisis.
ASEAN telah menghadapi perbedaan tentang bagaimana menangani Myanmar dengan beberapa anggota, seperti Thailand, yang berharap terlibat dengan Myanmar lewat inisiatif seperti forum tidak resmi pada Desember.
Forum itu kemudian diboikot oleh setengah anggota ASEAN.
Anggota-anggota lainnya tampak semakin frustrasi dengan militer Myanmar dan ingin mempertahankan larangan bagi pejabat politik Myanmar untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan ASEAN.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023