Ketua Indonesia Police Wacth (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengatakan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan pidana 1 tahun 6 bulan kepada Bharada Richard Eliezer atau Bharada E adalah sebagai bentuk kemenangan suara rakyat.
"Putusan majelis hakim kepada terdakwa Eliezer Pudihan Lumiu 1 tahun 6 bulan yang memutuskan jauh di bawah tuntutan jaksa 12 tahun adalah sikap mengambil posisi menegakkan keadilan substantif yang memihak pada suara rakyat daripada keadilan prosedural. Ini adalah kemenangan suara rakyat," kata Sugeng dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menurut Ketut, dalam putusan tersebut, majelis hakim mengambil posisi berpihak kepada Eliezer atau berpihak kepada suara rakyat, sebagai suatu langkah yang tidak lazim dan bukan tanpa alasan.

Ia mengatakan majelis hakim pimpinan Wahyu Imam Santoso sedang menjalankan tugas dari pimpinan tertingginya, Mahkamah Agung, untuk menggunakan momen peradilan meninggalnya Brigadir Yosua sebagai momen meningkatkan kepercayaan publik pada dunia peradilan.

"Sebagai momen meningkatkan kepercayaan publik pada dunia peradilan setelah ambruk dengan kasus suap dua hakim agung, Dimyati dan Gazalba, serta beberapa pegawai Mahkamah Agung dalam kasus suap," kata Sugeng.

Dalam konteks ini, lanjut dia, putusan hukuman mati kepada Ferdy Sambo kentara sebagai upaya yang sama secara politis meningkatkan citra peradilan dengan vonis lebih berat daripada terdakwa lainnya sesuai dengan suara publik.

Terkait dengan Eliezer yang divonis 1,5 tahun, Sugeng mendorong Polri menerima kembali mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut untuk kembali bertugas karena akan dapat menaikkan citra Polri di depan publik.

Baca juga: Kejagung timbang rasa keadilan masyarakat terkait putusan Bharada E

Baca juga: Mahfud MD menilai majelis hakim objektif beri vonis Bharada E

"Bharada Eliezer dengan vonis 1 tahun 6 bulan dalam praktiknya akan bisa diterima kembali dalam tugas institusi Polri karena putusan pidananya di bawah 2 tahun," kata Sugeng.

Dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (13/2), majelis hakim yang diketuai Wahyu Imam Santoso menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana 1 tahun 6 bulan.

Hakim menyatakan bahwa Richard Eliezer terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Vonis ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada hari Rabu (18/1).

Sebelumnya, tim JPU menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer, untuk menjalani pidana penjara selama 12 tahun dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Baca juga: Pembatas ruang sidang PN Jakarta Selatan roboh usai vonis Bharada E

Baca juga: Bharada E divonis penjara 1 tahun 6 bulan

Richard Eliezer merupakan satu dari lima terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, dan Ricky Rizal Wibowo. Namun, perwira Polri berpangkat bharada ini mendapatkan hukum lebih ringan dari empat terdakwa lainnya.

Hakim PN Jakarta Selatan dalam sidang pada hari Senin (13/2) memvonis Ferdy Sambo pidana hukuman mati. Berikutnya pada hari Selasa (14/2), terdakwa Putri Candrawathi divonis 20 tahun pidana penjara, Kuat Maruf divonis 15 tahun pidana penjara, dan Ricky Rizal divonis 13 tahun pidana penjara.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023