Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah mengatakan regulasi ketat penting untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan melindungi kepentingan nasabah dalam mendukung pertumbuhan sehat industri perbankan di Indonesia.
"Regulasi yang ketat tidak selalu membuat perbankan menjadi kurang fleksibel dalam memberikan kredit. Sebaliknya, dengan adanya regulasi yang ketat, para bankir dituntut untuk semakin cermat dalam memilih peminjam yang layak, sehingga risiko kredit macet dapat diminimalkan," kata Piter dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Ia menuturkan regulasi yang ketat menuntut para bankir dan pihak terkait lainnya untuk mematuhi berbagai peraturan dan standar yang telah ditetapkan seperti manajemen risiko, pengelolaan keuangan, kepatuhan pada regulasi dan standar yang ditetapkan oleh regulator, serta penilaian kualitas kredit secara terus-menerus.
Saat ini, aset perbankan nasional mencapai Rp11.113 triliun atau rasionya terhadap aset sektor keuangan sebesar 77-78 persen. Itu mengindikasikan bahwa industri perbankan mendominasi sektor keuangan, sehingga perlu diatur secara ketat.
"Fungsi dari bank kan sebagai intermediasi jadi ya harus prudent (kehati-hatian) jangan sampai kejadian seperti era 1998 silam, itu bahaya kan," ujarnya.
Menurut Piter, ketatnya regulasi penyaluran kredit bertujuan untuk melindungi dana publik yang diamanahkan kepada bank. Regulator baik Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan mendorong penyaluran kredit jauh lebih ekspansif.
"Penyaluran kredit ketentuannya yang berlaku utamanya di bank itu sendiri, prinsip prudent tiap bank punya SOP dalam bentuk 5C, ini yang harus dipatuhi self regulatory-nya," tuturnya.
Ia mengakui perbankan terutama bank badan usaha milik negara (BUMN) sudah cukup ekspansif dalam penyaluran kredit karena telah menjadi rencana pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai hasil dari implementasi regulasi yang ketat, perbankan Indonesia telah mencatatkan kinerja yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir.
Bank-bank di Indonesia juga terus melakukan inovasi dan pengembangan teknologi untuk memberikan layanan yang lebih baik dan efisien bagi nasabah.
Contohnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang membukukan laba terbesar sepanjang sejarahnya pada tahun lalu, yakni pertumbuhan laba 68 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp18,31 triliun pada 2022.
Selain itu, pertumbuhan kredit BNI juga tumbuh 10,9 persen yoy dengan rasio loan at risk (LAR) yang turun dari 23 persen menjadi 16 persen dan tingkat biaya kredit (cost of credit) turun dari 3,3 persen menjadi 1,9 persen pada 2022.
Kinerja bank tersebut dibarengi dengan penerapan good corporate governance (GCG) yang ketat oleh perseroan.
Hal tersebut ditandai dengan penghargaan The Best State Owned Enterprises dan masuk dalam kategori Top 50 Big Cap Public Listed Companies dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) yang diraih BNI.
Penghargaan tersebut terkait penerapan GCG sekaligus kestabilan bisnis jangka panjang yang dilakukan bank.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
"Regulasi yang ketat tidak selalu membuat perbankan menjadi kurang fleksibel dalam memberikan kredit. Sebaliknya, dengan adanya regulasi yang ketat, para bankir dituntut untuk semakin cermat dalam memilih peminjam yang layak, sehingga risiko kredit macet dapat diminimalkan," kata Piter dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.
Ia menuturkan regulasi yang ketat menuntut para bankir dan pihak terkait lainnya untuk mematuhi berbagai peraturan dan standar yang telah ditetapkan seperti manajemen risiko, pengelolaan keuangan, kepatuhan pada regulasi dan standar yang ditetapkan oleh regulator, serta penilaian kualitas kredit secara terus-menerus.
Saat ini, aset perbankan nasional mencapai Rp11.113 triliun atau rasionya terhadap aset sektor keuangan sebesar 77-78 persen. Itu mengindikasikan bahwa industri perbankan mendominasi sektor keuangan, sehingga perlu diatur secara ketat.
"Fungsi dari bank kan sebagai intermediasi jadi ya harus prudent (kehati-hatian) jangan sampai kejadian seperti era 1998 silam, itu bahaya kan," ujarnya.
Menurut Piter, ketatnya regulasi penyaluran kredit bertujuan untuk melindungi dana publik yang diamanahkan kepada bank. Regulator baik Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan mendorong penyaluran kredit jauh lebih ekspansif.
"Penyaluran kredit ketentuannya yang berlaku utamanya di bank itu sendiri, prinsip prudent tiap bank punya SOP dalam bentuk 5C, ini yang harus dipatuhi self regulatory-nya," tuturnya.
Ia mengakui perbankan terutama bank badan usaha milik negara (BUMN) sudah cukup ekspansif dalam penyaluran kredit karena telah menjadi rencana pemerintah dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagai hasil dari implementasi regulasi yang ketat, perbankan Indonesia telah mencatatkan kinerja yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir.
Bank-bank di Indonesia juga terus melakukan inovasi dan pengembangan teknologi untuk memberikan layanan yang lebih baik dan efisien bagi nasabah.
Contohnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang membukukan laba terbesar sepanjang sejarahnya pada tahun lalu, yakni pertumbuhan laba 68 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp18,31 triliun pada 2022.
Selain itu, pertumbuhan kredit BNI juga tumbuh 10,9 persen yoy dengan rasio loan at risk (LAR) yang turun dari 23 persen menjadi 16 persen dan tingkat biaya kredit (cost of credit) turun dari 3,3 persen menjadi 1,9 persen pada 2022.
Kinerja bank tersebut dibarengi dengan penerapan good corporate governance (GCG) yang ketat oleh perseroan.
Hal tersebut ditandai dengan penghargaan The Best State Owned Enterprises dan masuk dalam kategori Top 50 Big Cap Public Listed Companies dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) yang diraih BNI.
Penghargaan tersebut terkait penerapan GCG sekaligus kestabilan bisnis jangka panjang yang dilakukan bank.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023