Jakarta (Antara Babel) - Komisi Yudisial memastikan rekrutmen calon hakim agung (CHA) dilakukan sesuai kebutuhan, menanggapi usulan Koalisi Pemantau Peradilan mengenai proses rekrutmen CHA yang mesti memperhatikan analisis kebutuhan hakim agung.
"Tentu saja bahwa dalam setiap proses rekrutmen sebisa mungkin diupayakan untuk menjawab kebutuhan riil yang ada, bukan hanya sekadar mengisi kekosongan," ujar Juru Bicara KY Farid Wajdi melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.
Hal yang disuarakan Koalisi Pemantau Peradilan, ujar dia, akan menjadi bahasan antara KY dan Mahkamah Agung, terutama untuk menjawab kebutuhan atas penyelesaian perkara pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali.
Komisi Yudisial, tutur Farid, tidak akan hanya menjadi kotak suara saat MA meminta kuota hakim agung seperti yang dikhawatirkan.
"KY pun dapat mengajukan calon sesuai dengan standar uji kelayakan pada lembaga kami, yang jika pada prosesnya tidak ada calon yang dinilai cukup layak, maka KY pun tdk akan memaksakan utk memenuhi kuota yang diminta," kata dia.
Menurut dia, KY tetap berpendirian hanya calon yang layak secara kualitas dan integritas yang akan diloloskan.
Kebijakan itu, tutur dia, pernah dilakukan di KY periode dua dan akan tetap dilanjutkan pada periode ini, meski terdapat kekosongan kursi hakim agung.
"Sekali lagi kami pernah melakukan itu dan akan terus begitu," ujar dia.
Sementara itu, Koalisi Pemantau Peradilan menilai banyak calon hakim agung yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi hakim agung dalam 86 orang calon hakim agung yang telah dinyatakan lolos seleksi administrasi oleh KY.
Koalisi itu menilai masih terdapat mafia peradilan di dalam tubuh Mahkamah Agung dan berharap KY tidak hanya berperan dalam selekai hakim agung, tetapi juga mendorong percepatan reformasi peradilan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Tentu saja bahwa dalam setiap proses rekrutmen sebisa mungkin diupayakan untuk menjawab kebutuhan riil yang ada, bukan hanya sekadar mengisi kekosongan," ujar Juru Bicara KY Farid Wajdi melalui pesan singkat di Jakarta, Minggu.
Hal yang disuarakan Koalisi Pemantau Peradilan, ujar dia, akan menjadi bahasan antara KY dan Mahkamah Agung, terutama untuk menjawab kebutuhan atas penyelesaian perkara pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali.
Komisi Yudisial, tutur Farid, tidak akan hanya menjadi kotak suara saat MA meminta kuota hakim agung seperti yang dikhawatirkan.
"KY pun dapat mengajukan calon sesuai dengan standar uji kelayakan pada lembaga kami, yang jika pada prosesnya tidak ada calon yang dinilai cukup layak, maka KY pun tdk akan memaksakan utk memenuhi kuota yang diminta," kata dia.
Menurut dia, KY tetap berpendirian hanya calon yang layak secara kualitas dan integritas yang akan diloloskan.
Kebijakan itu, tutur dia, pernah dilakukan di KY periode dua dan akan tetap dilanjutkan pada periode ini, meski terdapat kekosongan kursi hakim agung.
"Sekali lagi kami pernah melakukan itu dan akan terus begitu," ujar dia.
Sementara itu, Koalisi Pemantau Peradilan menilai banyak calon hakim agung yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi hakim agung dalam 86 orang calon hakim agung yang telah dinyatakan lolos seleksi administrasi oleh KY.
Koalisi itu menilai masih terdapat mafia peradilan di dalam tubuh Mahkamah Agung dan berharap KY tidak hanya berperan dalam selekai hakim agung, tetapi juga mendorong percepatan reformasi peradilan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016