Pengacara Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona, meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan bahwa permohonan praperadilan Lukas Enembe prematur dan tidak jelas atau kabur.
"Menolak eksepsi termohon (KPK) untuk seluruhnya," kata Petrus dalam agenda replik sidang lanjutan gugatan praperadilan Lukas Enembe di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Petrus menyatakan permohonan praperadilan Lukas Enembe telah disertai bukti yang cukup dan dilandaskan dasar hukum serta peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, dia memohon agar hakim praperadilan memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan praperadilan ini dengan menolak eksepsi KPK.
Dalam petitum yang dibacakan Petrus, disebutkan bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022 tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
"Dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat," kata Petrus.
Petrus juga menyatakan bahwa surat penahanan, surat perintah perpanjangan penahanan, dan surat perintah perpanjangan penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Lukas Enembe tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Adapun surat yang dimaksud oleh Petrus adalah Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023 dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023.
Kemudian, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023.
"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon (KPK) yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri pemohon (Lukas Enembe) oleh termohon," ujarnya.
Selain itu, pengacara Lukas Enembe juga kembali meminta KPK mengeluarkan perintah penahanan dengan menempatkan kliennya pada rumah atau rumah sakit dan/atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya.
"Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya," kata Petrus.
Sebelumnya, KPK dalam sidang praperadilan gugatan Lukas Enembe di PN Jaksel pada Selasa (18/4), menyampaikan eksepsi bahwa permohonan praperadilan Gubernur Papua nonaktif tersebut bersifat prematur dan tidak jelas atau kabur (obscuur libel).
KPK yang diwakili oleh Kepala Bagian Litigasi dan Perlindungan Saksi, Koordinator Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto, meminta hakim untuk menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum Lukas Enembe.
"Menolak permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon (Lukas Enembe) sebagaimana terdaftar dalam register perkara Nomor 29/Pid.Pra/2023/PN Jkt.Sel. atau setidaknya menyatakan permohonan peradilan tidak dapat diterima," ujar Iskandar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
"Menolak eksepsi termohon (KPK) untuk seluruhnya," kata Petrus dalam agenda replik sidang lanjutan gugatan praperadilan Lukas Enembe di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
Petrus menyatakan permohonan praperadilan Lukas Enembe telah disertai bukti yang cukup dan dilandaskan dasar hukum serta peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, dia memohon agar hakim praperadilan memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan praperadilan ini dengan menolak eksepsi KPK.
Dalam petitum yang dibacakan Petrus, disebutkan bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022 tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
"Dan oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan mengikat," kata Petrus.
Petrus juga menyatakan bahwa surat penahanan, surat perintah perpanjangan penahanan, dan surat perintah perpanjangan penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Lukas Enembe tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Adapun surat yang dimaksud oleh Petrus adalah Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023 dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023.
Kemudian, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023.
"Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon (KPK) yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri pemohon (Lukas Enembe) oleh termohon," ujarnya.
Selain itu, pengacara Lukas Enembe juga kembali meminta KPK mengeluarkan perintah penahanan dengan menempatkan kliennya pada rumah atau rumah sakit dan/atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya.
"Menetapkan dan memerintahkan pemohon untuk dikeluarkan dari tahanan. Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya," kata Petrus.
Sebelumnya, KPK dalam sidang praperadilan gugatan Lukas Enembe di PN Jaksel pada Selasa (18/4), menyampaikan eksepsi bahwa permohonan praperadilan Gubernur Papua nonaktif tersebut bersifat prematur dan tidak jelas atau kabur (obscuur libel).
KPK yang diwakili oleh Kepala Bagian Litigasi dan Perlindungan Saksi, Koordinator Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto, meminta hakim untuk menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh kuasa hukum Lukas Enembe.
"Menolak permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon (Lukas Enembe) sebagaimana terdaftar dalam register perkara Nomor 29/Pid.Pra/2023/PN Jkt.Sel. atau setidaknya menyatakan permohonan peradilan tidak dapat diterima," ujar Iskandar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023