Jakarta (Antara Babel) - Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 Ajib Shah didakwa menerima Rp1,195 miliar dari Gubernur Sumut non-aktif Gatot Pujo Nugroho yang berasal dari pengumpulan dana satuan kerja perangkat daerah setempat.

"Ajib Shah bersama-sama dengan Kamaluddin Harahap, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono Asri (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah) telah menerima hadiah berupa uang sebesar Rp1,195 miliar dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Irene Putri, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis.

Menurut jaksa, hadiah uang itu dimaksudkan agar terdakwa memberikan persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014, dan persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015 serta pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015.

Jaksa menyatakan, perbuatan yang dilakukan Ajib adalah pertama persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) APBD Provinsi Sumut TA 2012.

Pada 29 Juli 2013, setelah rapat paripurna, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut Nurdin Lubis, Sekretaris DPRD Sumut Randiman Tarigan dan Kabiro Keuangan Sekda Sumut Baharuddin Siagian meminta agar pimpinan DPRD yaitu Kamaluddin Harahap, Muhammad Afan, Chaidir Ritonga, dan Sigit Pramono menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang LPJP APBD Provinsi Sumut TA 2012.

Namun agar permintaan disetujui, DPRD Provinsi Sumut meminta kompensasi berupa uang yang disebut "uang ketok" sebesar Rp1,55 miliar untuk seluruh anggota DPRD Sumut.

Gatot yang dilapori permintaan "uang ketok" pun memerintahkan Nurdin Lubis, Baharuddin Siagian, dan Randiman Tarigan untuk memenuhi permintaan uang tersebut dari beberapa satuan kerja perangkat daerah di Provinsi Sumut.

Wakil Ketua DPRD Sumut dari Fraksi PAN Kamaluddin Harahap kemudian memberikan catatan pembagian uang adalah untuk anggota DPRD masing-masing Rp12,5 juta, sekretaris fraksi masing-masing Rp17,5 juta, ketua fraksi masing-masing Rp20 juta, wakil ketua DPRD masing-masing Rp40 juta, dan ketua DPRD sebesar Rp77,5 juta kepada bendahara DPRD Muhammad Alinafiah.

Namun, sementara uang SKPD belum terkumpul padahal raperda akan segera disetujui maka Randiman mencari pinjaman kepada Anwar Al Haq sebesar Rp1,5 miliar, dan Randiman menambah sebesar Rp50 juta yang seharusnya diganti pada Januari 2014 dari uang beberapa SKPD setempat.

Pada 2 September 2013, DPRD Provinsi Sumut pun memberikan persetujuan terhadap Pertangungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012 dan disahkan sebagai Perda No. 7 Tahun 2013 pada 26 September.

"Beberapa waktu kemudian, bertempat di rumah terdakwa, sebagai anggota DPRD Provinsi Sumut sekaligus Ketua Fraksi Partai Golongan Karya menerima uang ketok sebesar Rp30 juta dari Muhammad Alinafiah," kata jaksa Irene lagi.

"Uang ketok: dari pinjaman Anwar Al Haq sebesar Rp1,5 miliar dan uang pribadi Randiman Tarigan diganti oleh Baharuddin Siagian pada Januari 2014 yang bersumber dari beberapa SKPD di lingkungan Pemprov Sumut.

Lalu, kedua, untuk menyetujui Perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013, Kamaludin meminta "uang ketok" kepada Nurdin Lubis sebesar Rp2,55 miliar dengan pembagian anggota DPRD masing-masing Rp15 juta, badan anggaran masing-masing Rp10 juta, sekretaris fraksi masing-masing Rp10 juta, ketua fraksi masing-masing Rp15 juta, wakil ketua DPRD masing-masing Rp50 juta, dan ketua DPRD sebesar Rp150 juta.

Gubernur Gatot memerintahkan permintaan itu terpenuhi, sehingga Baharuddin Siagian mengumpulkan uang dari SKPD hingga Rp2,55 miliar dan uang diserahkan kepada Muhammad Alinafiah.

Setelah mengetahui uang sudah tersedia, maka pada 22 November 2013 dalam sidang paripurna, pimpinan dan anggota DPRD Sumut menyetujui Raperda tentang Perubahan APBD Sumut TA 2013.

"Bertempat di ruangan kerja atau di rumah terdakwa Gatot Pujo Nugroho melalui Muhammad Alinafiah menyerahkan uang sebesar Rp15 juta tambahan untuk anggota Banggar sebesar Rp10 juta dan tambahan untuk Ketua Fraksi Golkar sebesar Rp15 juta, sehingga keseluruhannya terdakwa menerima uang sebesar Rp40 juta, dan berikutnya di tempat lain Muhammad Alinafiah juga menyerahkan uang kepada seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut lainnya," kata jaksa Irene lagi.

Ketiga, untuk persetujuan APBD Sumut tahun anggaran 2014 dengan kronologis pada 14 November 2013, Kamaludin dan Wakil Ketua DPRD Sumut lain Sigit Pramono Asri menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1 triliun untuk seluruh anggota DPRD Sumut terkait persetujuan Raperda tentang APBD Sumut Tahun 2014.

Gatot mengatakan agar permintaan anggota DPRD Sumut tidak dalam bentuk proyek, tapi uang tunai yang dihitung sebesar Rp5 persen dari Rp1 triliun yaitu sebesar Rp50 miliar.

Meski sudah sepakat, pada Desember 2013, Kamaludin meminta agar disediakan "uang ketok" lebih dulu sebesar Rp6,2 miliar yang merupakan bagian Rp50 miliar dengan pembagian anggota DPRD masing-masing mendapat Rp50 juta, banggar DPRD sebesar Rp10 juta, sekretaris fraksi masing-masing Rp10 juta, ketua fraksi masing-masing Rp15 juta, dan wakil ketua DPRD masing-masing mendapat Rp75 juta serta ketua DPRD mendapat Rp200 juta.

Nurdin Lubis, Baharuddin Siagian, dan Randiman Tarigan mengumpulkan para kepala SKPD dan minta mengumpulkan uang sebesar 5 persen dari belanja langsung setiap SKPD kepada Baharuddin Siagian.

"Yang mana terdakwa sebagai anggota DPRD Provinsi Sumut menerima uang sebesar Rp50 juta, kemudian menerima tambahan sebagai anggota Banggar DPRD Provinsi Sumut sebesar Rp10 juta, dan tambahan sebagai Ketua Fraksi Golkar sebesar Rp15 juta, sehingga pada Januari 2014 tersebut terdakwa menerima uang sebesar Rp75 juta," kata jaksa itu pula.

Dalam pengumpulan dana SKPD itu, Gatot mengetahui ternyata ada kekurangan sebesar Rp20 miliar kepada Zulkarnain alias Zul Jenggot, dan Ajib meminta Zulkarnain berkomunikasi dengan Gatot untuk menjalin silaturahmi terkait dengan upaya interpelasi dari anggota DPRD Sumut dan agar DPRD Sumut dapat bertemu dengan Gatot.

Pertemuan akhirnya dilakukan pada April 2014 bersama dengan Fraksi PKS, PAN, Gerindra, PDI Perjuangan, Golkar, Demokrat, dan PPP untuk membicarakan sisa uang.

"Akhirnya dilakukan penyerahan uang secara bertahap kepada terdakwa dan seluruh anggota DPRD Provinsi Sumut lainnya, dengan terdakwa menerima sebesar Rp700 juta ditambah dengan Rp150 juta, sehingga terkait persetujuan APBD Provinsi Sumut TA 2014 terdakwa menerima uang seluruhnya sebesar Rp925 juta," kata jaksa.

Keempat, anggota DPRD Sumut kembali meminta sebesar Rp200 juta per orang untuk keperluan persetujuan Raperda tentang APBD Provinsi Sumatera Utara TA 2015.

Realisasinya, Gatot memerintahkan Kabiro Keuangan Sumut Ahmad Fuad Lubis untuk mengumpulkan dana dari SKPD-SKPD di lingkungan Pemprov Sumut dengan dibantu oleh Zul Jenggot.

Pada 8 September 2014, rapat paripurna memberikan persetujuan atas Raperda tentang APBD Sumut 2015.

"Pada sekitar Februari 2015, terdakwa melalui Lidya Magdini yang merupakan istri terdakwa menerima uang sebesar Rp150 juta dari Ahmad Fuad Lubis dan melalui Ali Akbar Shah yang merupakan anak terdakwa sebesar Rp50 juta dari Ahmad Fuad Lubis melalui Zulkarnain, sehingga total menerima Rp200 juta," kata jaksa Ariawan Agustiartono lagi.

Kelima, pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015. Pada Maret 2015, 57 anggota DPRD Sumut mengajukan interpelasi kepada Gatot.

"Atas pengajuan interpelasi tersebut, terdakwa diminta oleh Gatot untuk menggagalkannya. Gatot pun bertemu dengan 17 anggota DPRD. Dalam rapat, terdakwa dan Gatot meminta agar semua fraksi menolak interpelasi dengan alasan bahwa materi interpelasi merupakan materi yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya dan terkait poligami dari Gatot merupakan urusan pribadi, untuk itu Gatot akan memberikan kompensasi sejumlah uang kepada anggota DPRD Sumut," ujar jaksa Ariawan pula.

Kompensasi yang diajukan Gatot adalah Rp15 juta untuk tiap-tiap anggota DPRD.

Gatot pun meminta Kepala Bada Kepegawaian Daerah Pandapotan Siregar dan Ahmad Fuad Lubis menyediakan dana Rp1 miliar untuk anggota DPRD Sumut, dan terkumpul Rp800 juta yang diserahkan kepada F-PDIP (Rp240 juta), F-Golkar (Rp175 juta), F-Gerindra (Rp195 juta), F-PAN (Rp90 juta), F-PKB (Rp90 juta), dan F-PPP (Rp60 juta).

Setelah menerima uang dari Gatot, dalam rapat Badan Musyawarah 53 anggota DPRD Sumut menolak mengajukan hak interpelasi, sedangkan sebanyak 35 orang menyatakan setuju untuk tetap mengajukan hak interpelasi.

Atas perbuatan tersebut, Ajib didakwa dengan pasal subsidaritas yaitu pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman terhadap pelanggar pasal tersebut adalah penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Ajib pun tidak mengajukan nota keberatan.

"Izin yang mulia, sebelum sidang dimulai sudah berdiskusi dengan penasihat hukum dan kami sepakat untuk tidak mengajukan eksepsi," kata Ajib lagi.

Sidang dilanjutkan pada Rabu, 6 April 2016.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016