Generasi Z dan Milenial menjadi dua kelompok yang disebut pilar dari generasi emas pada 2045. Sensus 2020 mencatat jumlah penduduk Indonesia didominasi Generasi Z atau penduduk yang lahir pada kurun 1997-2012 dengan jumlah 75,49 juta jiwa atau 27,49 persen dari 270,2 juta jiwa total penduduk Indonesia.
Kemudian, Generasi Milenial yakni mereka yang lahir pada rentang 1981-1996, yang jumlahnya mencapai 69,90 juta jiwa atau setara dengan 25,87 persen total penduduk.
Artinya, jumlah Milenial dan Gen-Z itu tak kurang dari separuh jumlah penduduk Indonesia. Dengan jumlah tersebut kedua generasi menjadi aspek yang diperhitungkan di berbagai aspek kehidupan.
Dalam hal politik, dulu Generasi Z dan Milenial dinilai memiliki kecenderungan enggan terlibat, bahkan malah bersikap apatis. Namun, hal itu berbeda dengan kondisi kekinian. Belakangan ini dapat dilihat anak-anak muda mampu memengaruhi opini publik lewat ruang digital, termasuk dalam dunia politik dan kebijakan.
Seperti yang dilihat baru-baru ini bagaimana seorang Gen-Z mengkritik pembangunan infrastruktur di Provinsi Lampung dan kemudian ruang digital seketika dipenuhi oleh anak-anak muda yang mampu memengaruhi opini dan kebijakan.
Bahkan, akhirnya Presiden Joko Widodo langsung turun ke Lampung untuk memastikan agar daerah tersebut ke depan berkompeten dan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan daerah.
Koordinator Penggerak Milenial Indonesia M. Adhiya Muzakki menguraikan kedua kelompok itu kini telah menunjukkan kecenderungan untuk memengaruhi opini publik melalui media sosial dan partisipasi dalam gerakan sosial.
Dalam politik, Generasi Z telah memilih memperjuangkan masalah seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Mereka juga menggunakan media sosial dan platform daring lainnya dalam memperjuangkan pendapat mereka dan mempengaruhi opini publik yang berkembang.
Milenial, di sisi lain juga telah memengaruhi opini publik dalam banyak hal, terutama melalui penggunaan media sosial dan partisipasi dalam gerakan sosial. Milenial sering memperjuangkan isu-isu seperti keadilan sosial, hak reproduksi, dan isu-isu lingkungan.
Pada konteks pemilihan umum, Gen-Z dan Milenial telah terbukti menjadi kelompok demografi yang sangat penting. Mereka memiliki jumlah suara yang signifikan, namun sering kali memiliki pandangan politik yang berbeda dari kelompok demografi yang lebih tua.
Karena itu, partai politik belakangan acap mencoba untuk memperjuangkan isu-isu yang penting bagi kedua kelompok itu demi meraup dukungan dari generasi muda.
Kemampuan Gen-Z dan Milenial dalam memengaruhi publik secara umum, salah satunya direkam dengan cukup baik oleh Stella M. Rouse dan Ashley D. Ross melalui bukunya The Politics of Millennials: Political Beliefs and Policy Preferences of America's Most Diverse Generation.
Melalui karyanya itu, Rouse dan Ross memberikan gambaran yang jelas tentang pandangan politik Milenial dan Gen-Z dalam berbagai isu dan bagaimana pandangan tersebut dapat memengaruhi kebijakan politik di Amerika Serikat, atau bahkan di seluruh negara.
Rouse dan Ross menyatakan bahwa dua generasi ini sangat berbeda dari generasi sebelumnya dalam hal pandangan politik, nilai, dan penggunaan teknologi. Kedua generasi cenderung lebih progresif dan inklusif dalam pandangan politik mereka, dengan lebih mendukung isu-isu seperti hak minoritas, hak LGBT, dan kebijakan lingkungan.
Selain itu, mereka juga lebih aktif dalam menggunakan teknologi dan media sosial untuk berpartisipasi dalam politik dan mempengaruhi kebijakan. Oleh karena itu, pemimpin politik dan partai politik sangat penting memperhatikan pandangan dan kebutuhan dua generasi itu, serta mengakomodasi keinginan mereka dalam kebijakan politik dan kampanye pemilihan.
Rouse dan Ross juga menyatakan bahwa generasi tersebut akan memainkan peran yang semakin besar dalam politik pada masa depan karena jumlah mereka yang besar dan pengaruh yang mereka miliki melalui media sosial.
Pandangan politik
M. Adhiya Muzakki menekankan penting untuk diingat bahwa tidak semua individu dalam kelompok demografi tersebut memiliki pandangan politik yang sama.
Setiap orang pada dua generasi tersebut memiliki pandangan dan keyakinan mereka sendiri dan ada perbedaan signifikan dalam preferensi politik bahkan di antara generasi yang sama. Oleh karena itu, penting agar tidak menggeneralisasi atau mengasumsikan pandangan politik seseorang berdasarkan kelompok demografi mereka.
Pandangan politik terkait kepemimpinan dalam konteks Milenial dan Gen-Z juga memerlukan perhatian khusus pada nilai, sikap, dan preferensi yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Salah satu aspek terpenting dari kepemimpinan pada era ini adalah memahami nilai-nilai yang dipegang oleh kedua generasi. Anak-anak muda itu dikenal memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keseimbangan kerja-hidup dan nilai-nilai yang berkaitan dengan keterlibatan sosial dan lingkungan.
Kepemimpinan yang efektif harus mampu memahami dan menghargai nilai-nilai yang diinginkan anak-anak muda serta berupaya untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Selain nilai, sikap juga menjadi faktor penting dalam kepemimpinan di era generasi muda saat ini. Kedua generasi cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan lebih suka bekerja dalam tim.
Oleh karena itu, kepemimpinan yang efektif harus memanfaatkan kemampuan mereka untuk bekerja dalam tim dan membangun lingkungan kerja yang positif dan inklusif.
Selain itu, Milenial dan Gen-Z juga punya kecenderungan memilih gaya kepemimpinan yang kolaboratif dan horizontal. Mereka menempatkan penekanan pada dialog dan partisipasi.
Kedua generasi lebih mencari fleksibilitas sebagai cara mereka bekerja dan memilih lingkungan kerja yang lebih terbuka serta inklusif. Kepemimpinan yang efektif pun mesti menyediakan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dengan cara yang paling efektif bagi mereka, termasuk fleksibilitas waktu dan ruang.
Selain itu, kepemimpinan juga penting mempertimbangkan preferensi generasi itu terhadap teknologi dan cara kerja yang lebih terhubung secara digital.
Kemudian dalam hal kepemimpinan sendiri, pandangan politik Milenial dan Gen Z memperlihatkan mereka butuh pemimpin yang dapat memahami dan menghargai nilai-nilai, sikap, dan preferensi mereka.
Pemilu 2024
Lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merilis bahwa pada Pemilu 2024 mendatang akan sangat didominasi oleh kaum Gen-Z dan Milenial yang rentang usianya 17-39 tahun mendekati angka 60 persen.
Dengan jumlah tersebut tentunya Milenial dan Gen-Z dapat berperan penting pada Pemilu 2024, baik sebagai pemilih, penyelenggara, bahkan menjadi peserta pemilu.
Saat ini, ada banyak posisi yang seharusnya bisa diisi oleh para anak muda, seperti saat ini para penyelenggara pemilu sedang merekrut tenaga di tingkat daerah untuk KPU dan Bawaslu daerah.
Kemudian, hingga 14 Mei 2023 para partai politik mulai menyerahkan daftar calon anggota legislatif yang akan mereka usung pada Pemilu 2024. Saluran-saluran tersebut tentunya bisa juga diisi oleh kaum-kaum muda saat ini.
Namun permasalahannya, masih ada sejumlah elemen yang menyepelekan peran anak muda dalam pemilu, misalnya, keberadaan mereka kurang diakui atau dianggap tidak penting.
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa peran Milenial dan Gen-Z dalam pemilu tidak selalu diakui atau dianggap tidak penting. Salah satu faktor tersebut karena kurangnya partisipasi politik dari kalangan tersebut.
Banyak dari mereka yang merasa tidak tertarik atau tidak yakin dengan proses politik dan pemilu, akibatnya mereka cenderung tidak memberikan suara pada pemilihan.
Atas dasar itu, penting bagi semua pihak mengedukasi, mengakui peran, dan menyediakan saluran bagi Milenial dan Gen-Z di bidang politik, terutama dalam Pemilu 2024. Politik masa depan Indonesia nantinya tentu berada di tangan dua generasi ini dan tonggak estafetnya berada pada Pemilu 2024.
Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr. Panji Suminar menyatakan dunia dan kesehariannya Milenial dan Gen-Z berada di dalam jaringan. Sebagian besar waktu mereka curahkan di ruang-ruang digital, termasuk untuk melek politik.
Untuk menciptakan generasi-generasi terbaik si kancah politik, Generasi Milenial dan Gen-Z jangan hanya menjadi objek yang dilihat sebagai lumbung suara, tapi ada hal lain yang begitu penting yakni menyampaikan pendidikan politik dan pentingnya mereka dilibatkan secara positif dalam politik bangsa.
Namun, merangkul para anak muda itu ke dalam dunia politik tentu saja tidak bisa disepelekan, apalagi merangkul mereka yang cenderung apatis. Perlu contoh dan praktik baik dari para elite dan politikus negeri ini sehingga mereka memiliki ketertarikan dalam dunia politik.
Hal itu tentunya bisa dimulai dari Pemilu 2024, karena saat ini merupakan waktu peralihan kepemimpinan baik secara nasional maupun daerah. Dan, saat ini pula porsi suara generasi muda sangat besar. Kalau seluruh anak muda dari dua generasi tersebut mau berpartisipasi, maka lebih dari separuh total suara pemilu se Indonesia merupakan suara generasi muda.
Para elite, politikus, dan partai politik harusnya masuk ke basis-basis anak muda dengan memberikan pendidikan politik yang positif dan menunjukkan keberpihakan mereka terhadap aspirasi-aspirasi generasi muda.
Cara-cara buruk dalam berpolitik hendaknya tidak dilakukan--apalagi sampai membanjiri ruang digital yang menjadi tempat nongkrong anak muda--dengan konten-konten negatif.
Politisasi SARA, politik identitas, primordialisme, bahkan kampanye hitam dan cara buruk lainnya hanya akan menjadikan generasi muda semakin apatis terhadap dunia politik, bahkan lebih berbahaya, karena berpotensi memecah-belah bangsa.
Milenial dan Gen-Z butuh metode-metode pendekatan inovatif dan kreatif dari para senior-senior mereka di dunia politik.
Cara-cara generasi tua yang dianggap tidak fleksibel harus diubah dan lebih beradaptasi dengan kedua generasi tersebut.
Jadi, bukan malah memaksakan cara-cara generasi tua terhadap Milenial dan Gen-Z.
"Sudah saatnya memberikan pendidikan politik yang baik, menjaga ruang digital yang sehat agar generasi muda mendapatkan wawasan dan ruang politik yang sehat pula, serta meninggalkan legasi yang baik pada Pemilu 2024 di dunia politik," ujar Panji Suminar.
Masa depan bangsa ini ada di tangan mereka, dan dunia politik tentu berpengaruh besar terhadap arah bangsa ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Kemudian, Generasi Milenial yakni mereka yang lahir pada rentang 1981-1996, yang jumlahnya mencapai 69,90 juta jiwa atau setara dengan 25,87 persen total penduduk.
Artinya, jumlah Milenial dan Gen-Z itu tak kurang dari separuh jumlah penduduk Indonesia. Dengan jumlah tersebut kedua generasi menjadi aspek yang diperhitungkan di berbagai aspek kehidupan.
Dalam hal politik, dulu Generasi Z dan Milenial dinilai memiliki kecenderungan enggan terlibat, bahkan malah bersikap apatis. Namun, hal itu berbeda dengan kondisi kekinian. Belakangan ini dapat dilihat anak-anak muda mampu memengaruhi opini publik lewat ruang digital, termasuk dalam dunia politik dan kebijakan.
Seperti yang dilihat baru-baru ini bagaimana seorang Gen-Z mengkritik pembangunan infrastruktur di Provinsi Lampung dan kemudian ruang digital seketika dipenuhi oleh anak-anak muda yang mampu memengaruhi opini dan kebijakan.
Bahkan, akhirnya Presiden Joko Widodo langsung turun ke Lampung untuk memastikan agar daerah tersebut ke depan berkompeten dan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan daerah.
Koordinator Penggerak Milenial Indonesia M. Adhiya Muzakki menguraikan kedua kelompok itu kini telah menunjukkan kecenderungan untuk memengaruhi opini publik melalui media sosial dan partisipasi dalam gerakan sosial.
Dalam politik, Generasi Z telah memilih memperjuangkan masalah seperti hak asasi manusia, lingkungan, dan isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Mereka juga menggunakan media sosial dan platform daring lainnya dalam memperjuangkan pendapat mereka dan mempengaruhi opini publik yang berkembang.
Milenial, di sisi lain juga telah memengaruhi opini publik dalam banyak hal, terutama melalui penggunaan media sosial dan partisipasi dalam gerakan sosial. Milenial sering memperjuangkan isu-isu seperti keadilan sosial, hak reproduksi, dan isu-isu lingkungan.
Pada konteks pemilihan umum, Gen-Z dan Milenial telah terbukti menjadi kelompok demografi yang sangat penting. Mereka memiliki jumlah suara yang signifikan, namun sering kali memiliki pandangan politik yang berbeda dari kelompok demografi yang lebih tua.
Karena itu, partai politik belakangan acap mencoba untuk memperjuangkan isu-isu yang penting bagi kedua kelompok itu demi meraup dukungan dari generasi muda.
Kemampuan Gen-Z dan Milenial dalam memengaruhi publik secara umum, salah satunya direkam dengan cukup baik oleh Stella M. Rouse dan Ashley D. Ross melalui bukunya The Politics of Millennials: Political Beliefs and Policy Preferences of America's Most Diverse Generation.
Melalui karyanya itu, Rouse dan Ross memberikan gambaran yang jelas tentang pandangan politik Milenial dan Gen-Z dalam berbagai isu dan bagaimana pandangan tersebut dapat memengaruhi kebijakan politik di Amerika Serikat, atau bahkan di seluruh negara.
Rouse dan Ross menyatakan bahwa dua generasi ini sangat berbeda dari generasi sebelumnya dalam hal pandangan politik, nilai, dan penggunaan teknologi. Kedua generasi cenderung lebih progresif dan inklusif dalam pandangan politik mereka, dengan lebih mendukung isu-isu seperti hak minoritas, hak LGBT, dan kebijakan lingkungan.
Selain itu, mereka juga lebih aktif dalam menggunakan teknologi dan media sosial untuk berpartisipasi dalam politik dan mempengaruhi kebijakan. Oleh karena itu, pemimpin politik dan partai politik sangat penting memperhatikan pandangan dan kebutuhan dua generasi itu, serta mengakomodasi keinginan mereka dalam kebijakan politik dan kampanye pemilihan.
Rouse dan Ross juga menyatakan bahwa generasi tersebut akan memainkan peran yang semakin besar dalam politik pada masa depan karena jumlah mereka yang besar dan pengaruh yang mereka miliki melalui media sosial.
Pandangan politik
M. Adhiya Muzakki menekankan penting untuk diingat bahwa tidak semua individu dalam kelompok demografi tersebut memiliki pandangan politik yang sama.
Setiap orang pada dua generasi tersebut memiliki pandangan dan keyakinan mereka sendiri dan ada perbedaan signifikan dalam preferensi politik bahkan di antara generasi yang sama. Oleh karena itu, penting agar tidak menggeneralisasi atau mengasumsikan pandangan politik seseorang berdasarkan kelompok demografi mereka.
Pandangan politik terkait kepemimpinan dalam konteks Milenial dan Gen-Z juga memerlukan perhatian khusus pada nilai, sikap, dan preferensi yang berbeda dari generasi sebelumnya.
Salah satu aspek terpenting dari kepemimpinan pada era ini adalah memahami nilai-nilai yang dipegang oleh kedua generasi. Anak-anak muda itu dikenal memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keseimbangan kerja-hidup dan nilai-nilai yang berkaitan dengan keterlibatan sosial dan lingkungan.
Kepemimpinan yang efektif harus mampu memahami dan menghargai nilai-nilai yang diinginkan anak-anak muda serta berupaya untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Selain nilai, sikap juga menjadi faktor penting dalam kepemimpinan di era generasi muda saat ini. Kedua generasi cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan lebih suka bekerja dalam tim.
Oleh karena itu, kepemimpinan yang efektif harus memanfaatkan kemampuan mereka untuk bekerja dalam tim dan membangun lingkungan kerja yang positif dan inklusif.
Selain itu, Milenial dan Gen-Z juga punya kecenderungan memilih gaya kepemimpinan yang kolaboratif dan horizontal. Mereka menempatkan penekanan pada dialog dan partisipasi.
Kedua generasi lebih mencari fleksibilitas sebagai cara mereka bekerja dan memilih lingkungan kerja yang lebih terbuka serta inklusif. Kepemimpinan yang efektif pun mesti menyediakan lingkungan kerja yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dengan cara yang paling efektif bagi mereka, termasuk fleksibilitas waktu dan ruang.
Selain itu, kepemimpinan juga penting mempertimbangkan preferensi generasi itu terhadap teknologi dan cara kerja yang lebih terhubung secara digital.
Kemudian dalam hal kepemimpinan sendiri, pandangan politik Milenial dan Gen Z memperlihatkan mereka butuh pemimpin yang dapat memahami dan menghargai nilai-nilai, sikap, dan preferensi mereka.
Pemilu 2024
Lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merilis bahwa pada Pemilu 2024 mendatang akan sangat didominasi oleh kaum Gen-Z dan Milenial yang rentang usianya 17-39 tahun mendekati angka 60 persen.
Dengan jumlah tersebut tentunya Milenial dan Gen-Z dapat berperan penting pada Pemilu 2024, baik sebagai pemilih, penyelenggara, bahkan menjadi peserta pemilu.
Saat ini, ada banyak posisi yang seharusnya bisa diisi oleh para anak muda, seperti saat ini para penyelenggara pemilu sedang merekrut tenaga di tingkat daerah untuk KPU dan Bawaslu daerah.
Kemudian, hingga 14 Mei 2023 para partai politik mulai menyerahkan daftar calon anggota legislatif yang akan mereka usung pada Pemilu 2024. Saluran-saluran tersebut tentunya bisa juga diisi oleh kaum-kaum muda saat ini.
Namun permasalahannya, masih ada sejumlah elemen yang menyepelekan peran anak muda dalam pemilu, misalnya, keberadaan mereka kurang diakui atau dianggap tidak penting.
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa peran Milenial dan Gen-Z dalam pemilu tidak selalu diakui atau dianggap tidak penting. Salah satu faktor tersebut karena kurangnya partisipasi politik dari kalangan tersebut.
Banyak dari mereka yang merasa tidak tertarik atau tidak yakin dengan proses politik dan pemilu, akibatnya mereka cenderung tidak memberikan suara pada pemilihan.
Atas dasar itu, penting bagi semua pihak mengedukasi, mengakui peran, dan menyediakan saluran bagi Milenial dan Gen-Z di bidang politik, terutama dalam Pemilu 2024. Politik masa depan Indonesia nantinya tentu berada di tangan dua generasi ini dan tonggak estafetnya berada pada Pemilu 2024.
Pakar politik sekaligus akademikus Universitas Bengkulu Dr. Panji Suminar menyatakan dunia dan kesehariannya Milenial dan Gen-Z berada di dalam jaringan. Sebagian besar waktu mereka curahkan di ruang-ruang digital, termasuk untuk melek politik.
Untuk menciptakan generasi-generasi terbaik si kancah politik, Generasi Milenial dan Gen-Z jangan hanya menjadi objek yang dilihat sebagai lumbung suara, tapi ada hal lain yang begitu penting yakni menyampaikan pendidikan politik dan pentingnya mereka dilibatkan secara positif dalam politik bangsa.
Namun, merangkul para anak muda itu ke dalam dunia politik tentu saja tidak bisa disepelekan, apalagi merangkul mereka yang cenderung apatis. Perlu contoh dan praktik baik dari para elite dan politikus negeri ini sehingga mereka memiliki ketertarikan dalam dunia politik.
Hal itu tentunya bisa dimulai dari Pemilu 2024, karena saat ini merupakan waktu peralihan kepemimpinan baik secara nasional maupun daerah. Dan, saat ini pula porsi suara generasi muda sangat besar. Kalau seluruh anak muda dari dua generasi tersebut mau berpartisipasi, maka lebih dari separuh total suara pemilu se Indonesia merupakan suara generasi muda.
Para elite, politikus, dan partai politik harusnya masuk ke basis-basis anak muda dengan memberikan pendidikan politik yang positif dan menunjukkan keberpihakan mereka terhadap aspirasi-aspirasi generasi muda.
Cara-cara buruk dalam berpolitik hendaknya tidak dilakukan--apalagi sampai membanjiri ruang digital yang menjadi tempat nongkrong anak muda--dengan konten-konten negatif.
Politisasi SARA, politik identitas, primordialisme, bahkan kampanye hitam dan cara buruk lainnya hanya akan menjadikan generasi muda semakin apatis terhadap dunia politik, bahkan lebih berbahaya, karena berpotensi memecah-belah bangsa.
Milenial dan Gen-Z butuh metode-metode pendekatan inovatif dan kreatif dari para senior-senior mereka di dunia politik.
Cara-cara generasi tua yang dianggap tidak fleksibel harus diubah dan lebih beradaptasi dengan kedua generasi tersebut.
Jadi, bukan malah memaksakan cara-cara generasi tua terhadap Milenial dan Gen-Z.
"Sudah saatnya memberikan pendidikan politik yang baik, menjaga ruang digital yang sehat agar generasi muda mendapatkan wawasan dan ruang politik yang sehat pula, serta meninggalkan legasi yang baik pada Pemilu 2024 di dunia politik," ujar Panji Suminar.
Masa depan bangsa ini ada di tangan mereka, dan dunia politik tentu berpengaruh besar terhadap arah bangsa ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023