Jakarta (Antara Babel) - Perantara suap anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso dituntut 5 tahun penjara karena dinilai terbukti menjadi perantara suap sebesar 177.700 dolar Singapura (sekitar Rp1,7 miliar) dari kepala dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua dan seorang pengusaha.
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memutuskan satu, menyatakan terdakwa Rinelda Bandaso alias Ine telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama berdasarkan pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 5 tahun dikurangi tahanan dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam pertimbangan jaksa.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakuakn saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap kooperatif, mengakui terus terang perbuatan, membantu mengungkap pelaku lain yang punya peran lebih besar dan telah ditetapkan sebagai 'justice collaborator' berdasakrkan surat pimpinan KPK No 1212/01/55/12/2015 tanggal 15 Desember 2015 dan terdakwa belum pernah dihukum," tambah jaksa Kiki.
Rinelda selaku staf administratif Dewie Yasin Limpo, anggota fraksi Hanura Komisi VII dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan, bertindak mempertemukan Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai Papua Irenius Adii dengan Dewie Limpo untuk membahas rencana pembangunan Pembangkit Listrik di Kabupaten Deiyai. Dewie pun bersedia mengawal agar kabupaten Deiyai mendapat dana APBN.
Sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Dewi memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman Said dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Rida Mulyana.
"Setelah pertemuan itu, Dewie meminta kepada Irenius Adii agar mempersiapkan dana pengawalan anggaran dan hal itu disanggupi oleh Irenius Adi," jelas Kiki.
Dewie kemudian meminta Ine agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survey Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Dewie pun meminta agar Ine aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Kemudian pada 28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan Bambang Wahyuhadi bertemu dengan Irenius dan dalam pertemuan itu Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan dan Irenius mengatakan akan mengupayakannya.
Ine menyampaikan permintaan Irenius kepada Dewie Limpo dan Bambanng. Sehari kemudian Ine mendapat informasi dari Bambang bahwa Ine akan membicarakan dengan Anggota Badan nggaran (Banggar) Komisi VII DPR sekaligus menyampaikan adanya mekanisme penganggaran melalui Dana Aspirasi sebesar Rp50 miliar. Hal ini kemudian disampaikan Ine kepada Irenius.
Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Ine.
Ine pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar dan setelah mendengar penjelasan, Setiadi pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebsar Rp1,7 miliar dalam bentu dolar Singapura.
Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Ine mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai saksi. Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.
"Terdakwa juga menerima uang dari Setiyadi Jusuf sebesar 1.000 dolar Singapura," ungkap jaksa.
"Terdakwa menerima uang sejumlah untuk mengupayakan dengan cara kerja sama dengan terdakwa, Dewi Yasin Limpo dan Bambang Wahyuhadi sehingga Ireneius dan Setiyadi Jusuf menyerahkan dana sebesar 177.700 dolar Singapura agar Dewie mengupayakan anggaran untuk pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai dan terdakwa menerima uang seribu dolar Singapura untuk diri sendiri," kata anggoa jaksa penuntut umum Amir Nurdianto.
Atas tuntutan tersebut, Rinelda menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pribadi dan juga pledoi kuasa hukum.
Terkait perkara ini Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing 2 tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama 3 bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Kami penuntut umum dalam perkara ini menuntut supaya majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memutuskan satu, menyatakan terdakwa Rinelda Bandaso alias Ine telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama berdasarkan pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 5 tahun dikurangi tahanan dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin.
Terdapat sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam pertimbangan jaksa.
"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dilakuakn saat negara sedang giat-giatnya melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap kooperatif, mengakui terus terang perbuatan, membantu mengungkap pelaku lain yang punya peran lebih besar dan telah ditetapkan sebagai 'justice collaborator' berdasakrkan surat pimpinan KPK No 1212/01/55/12/2015 tanggal 15 Desember 2015 dan terdakwa belum pernah dihukum," tambah jaksa Kiki.
Rinelda selaku staf administratif Dewie Yasin Limpo, anggota fraksi Hanura Komisi VII dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan, bertindak mempertemukan Kepala Dinas ESDM kabupaten Deiyai Papua Irenius Adii dengan Dewie Limpo untuk membahas rencana pembangunan Pembangkit Listrik di Kabupaten Deiyai. Dewie pun bersedia mengawal agar kabupaten Deiyai mendapat dana APBN.
Sehingga pada 30 Maret 2015 setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM, Dewi memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman Said dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Rida Mulyana.
"Setelah pertemuan itu, Dewie meminta kepada Irenius Adii agar mempersiapkan dana pengawalan anggaran dan hal itu disanggupi oleh Irenius Adi," jelas Kiki.
Dewie kemudian meminta Ine agar Irenius menyerahkan Laporan Hasil Survey Rencana Pembangunan Jaringan Distribusi dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di Kabupaten Deiyai untuk selanjutnya diserahkan kepada Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Dewie pun meminta agar Ine aktif menanyakan tindak lanjut proposal itu kepada Kementerian ESDM.
Kemudian pada 28 September 2015, Dewie bersama Rinelda dan Bambang Wahyuhadi bertemu dengan Irenius dan dalam pertemuan itu Dewie kembali meminta Irenius menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan dan Irenius mengatakan akan mengupayakannya.
Ine menyampaikan permintaan Irenius kepada Dewie Limpo dan Bambanng. Sehari kemudian Ine mendapat informasi dari Bambang bahwa Ine akan membicarakan dengan Anggota Badan nggaran (Banggar) Komisi VII DPR sekaligus menyampaikan adanya mekanisme penganggaran melalui Dana Aspirasi sebesar Rp50 miliar. Hal ini kemudian disampaikan Ine kepada Irenius.
Pada 18 Oktober 2015 di Restoran Bebek Tepi Sawah Pondok Indah Mall 2 Jakarta dilakukan pertemuan antara Dewie Limpo, Bambang, Irenius, Setiady dan Stefanus Harry Jusuf rekan Setiady dan disepakati Dewie akan menerima dana pengawalan 7 persen dari anggaran yang diusulkan dan meminta Setiady menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016 ke Ine.
Ine pun menjelaskan bahwa Dewie sudah menyampaikan proposal ke Bangar dan setelah mendengar penjelasan, Setiadi pun sepakat menyerahkan setengah dana pengawalan sebsar Rp1,7 miliar dalam bentu dolar Singapura.
Uang pun diserahkan pada 20 Oktober di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakarta Utara dari Irenius dan Setiady kepada Rinelda yaitu 177.700 dolar Singapura dan sebagai jaminan yang ditandatangani oleh Ine mewakili Dewie dan Jemmie Dephiyanto Pathibang mewakili Setiadi serta Irenius sebagai saksi. Isi surat adalah uang akan dikembalikan apabila Setiady gagal menjadi pelaksana pekerjaan.
"Terdakwa juga menerima uang dari Setiyadi Jusuf sebesar 1.000 dolar Singapura," ungkap jaksa.
"Terdakwa menerima uang sejumlah untuk mengupayakan dengan cara kerja sama dengan terdakwa, Dewi Yasin Limpo dan Bambang Wahyuhadi sehingga Ireneius dan Setiyadi Jusuf menyerahkan dana sebesar 177.700 dolar Singapura agar Dewie mengupayakan anggaran untuk pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai dan terdakwa menerima uang seribu dolar Singapura untuk diri sendiri," kata anggoa jaksa penuntut umum Amir Nurdianto.
Atas tuntutan tersebut, Rinelda menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pribadi dan juga pledoi kuasa hukum.
Terkait perkara ini Irenius Adii dan Setiady Jusuf sudah divonis masing-masing 2 tahun penjara dan pidana denda masing-masing sebanyak Rp50 juta dengan kurungan pengganti denda selama 3 bulan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016