London (Antara Babel) - Mebel Indonesia diminati cukup besar oleh kalangan pasar, pemerintah dan pengusaha Aljazair yang mengaku membutuhkan mebel buatan Indonesia yang terkenal berkualitas dengan harga jauh di bawah pasaran internasional.

Hal ini terungkap dalam pertemuan dalam rangka mendorong peningkatan investasi, perdagangan dan pariwisata antara Indonesia-Aljazair, di Biskra, Aljazair, demikian Pensosbud KBRI Aljazair, Darmia Dimu kepada Antara London, Selasa.

Wakil Dirjen Lembaga Nasional untuk Perdagangan Luar Negeri (ALGEX) menyatakan pihaknya saat ini membutuhkan mebel Indonesia dalam jumlah besar, untuk mendukung program pemerintah Aljazair yang menggalakkan diversifikasi ekonomi, salah satunya mengucurkan kredit kepada masyarakat Aljazair untuk pembelian furnitur dan perlengkapan rumah.

Besaran kredit yang dikucurkan bisa mencapai dua juta dinar atau sekitar 200 juta rupiah per orang."Saya berharap kepada teman kita dari Indonesia, karena Indonesia maju di bidang perlengkapan rumah dan furnitur, maka kami menginginkan untuk dapat mengimpor produk mebel dan furnitur dari negara anda," ujarnya.

Selama ini, Aljazair rutin mengimpor dari Malaysia untuk menutupi kebutuhan mebel dan furniture dalam negeri. Padahal, pengusaha Aljazair mengetahui mebel dari Malaysia sebagian besar berasal dari Indonesia yang diekspor kembali dengan harga lebih tinggi.

Pihaknya mengetahui kualitas dan harga kompetitif dari mebel asal Indonesia. Karena itu, dia berharap bisa mengimpor furnitur langsung dari Indonesia.

Selain itu, pemerintah Aljazair juga berkeinginan mendirikan pabrik mebel untuk memenuhi permintaan di pasar Afrika dan Eropa.

Ketua Kadin wilayah Biskra Khubzi Abdelmadjid, mengundang investor Indonesia untuk mengekspor mebel ke Aljazair serta berpartisipasi dalam pendirian pabrik mebel di Aljazair.

"Kami mengetahui bahwa industri mebel di Indonesia sangat berkualitas dan dapat memproduksi dalam kuantitas besar. Akan sangat menggembirakan sekali jika kami bisa melakukan kerja sama secara langsung dengan para pengusaha mebel di Indonesia," tuturnya.

Pihaknya menyayangkan belum adanya kesepakatan perdagangan antara pemerintah Indonesia dengan Aljazair membuat mebel Indonesia harus dikenai bea masuk barang yang cukup tinggi. Akibatnya, produk furnitur dalam negeri kesulitan untuk menembus pasar Aljazair.

Khubzi menyayangkan belum terjalinnya kerja sama perdagangan antara Indonesia - Aljazair membuat potensi perdagangan mebel yang besar kurang tergarap maksimal.

"Sayang sekali ya, potensi mebel Indonesia di negara ini (Aljazair) cukup besar harus tertahan hanya karena belum adanya kesepakatan kerja sama perdagangan (antara Indonesia - Aljazair). Kami berharap segera ditemukan solusi mengatasi permasalahan ini."
    
Sehubungan dengan itu, Dubes RI untuk Aljazair Safira Machrusah memandang perlu segera dilakukan kesepakatan perdagangan antara Indonesia-Aljazair. Kesepakatan tersebut, perlu segera ditindaklanjuti dengan mengadakan sidang komisi bersama kedua negara.

"Kami akan serius mengupayakan terjalinnya kesepakatan perdagangan antarkedua negara, melalui pelaksanaan SKB ke-2, mudah-mudahan perdagangan antara kedua negara tidak lagi menemui hambatan tarif perdagangan," ujar Safira.

Neraca perdagangan Aljazair- Indonesia tahun 2013 mencapai total sekitar 700 juta dolar AS, sedangkan pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi hanya 555,95 juta dolar AS.

Ekspor RI ke Aljazair sebesar 220,388 juta dolar AS dan impor RI dari Aljazair mencapai 335,565 juta dolar AS. RI selalu mengalami defisit neraca perdagangan akibat tingginya nilai impor migas.

Diharapkan dengan adanya "trade agreement" antara Indonesia-Aljazair dapat menjadi pintu masuk Indonesia dalam menembus pasar Afrika.

Pewarta: Zeynita Gibbons

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016