Menghadapi musim kemarau panjang, tentu menjadi tantangan sebagian besar penghuni Bumi. Mengacu pengumuman BMKG bahwa  musim kemarau pada tahun 2023 akan lebih kering dari tiga tahun sebelumnya. Untuk itu, perlu aksi kesigapan secara komprehensif menghadapi dampak yang akan ditimbulkan dari kekeringan yang ekstrim.

Cuaca panas berkepanjangan memberikan dampak buruk pada berbagai aspek kehidupan. dampak yang ditimbulkan ialah maraknya kebakaran hutan, kabut asap, krisis air bersih, petani tidk bisa bercocok tanam dan lain sebagainya.

Dikutip dari Binery (2023) menyatakan bahwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tentu adalah dampak negatif musim kemarau selain terjadinya kekeringan dan menurunnya kualitas udara.

Persiapan dalam menghadapi musim kemarau merupakan salah satu urgensi yang harus cepat dilakukan dikarenakan selain menurunkan kualitas udara pun juga mempengaruhi kesehatan manusia. Provinsi kepulauan Bangka Belitung, salah satu wilayah yang merasakan dampak dari kemarau yang belum berakhir.

Seluas 1,114,91 Hektar lahan yang sudah terbakar selama musim kemarau hingga September 2023 di Kepulauan Bangka Belitung Dikutip dari Deni (2023) bahwa salah satu kebakaran terjadi di Jalan Bypass Komplek perkantoran Bupati Bangka Tengah. Peristiwa tersebut menyebabkan 55 hektar lahan gambut terbakar.

Lantas, “Bagaimana upaya kita menghadapi dan mengatasinya?”. Tentu dimulai dari kesadaran diri sendiri dan peran pemerintah yang juga tak kalah penting
Peristiwa kebakaran hutan dan lahan terjadi, sebenarnya bisa diminimalisir karena faktor yang memicu terjadinya kebakaran adalah api.

Oleh karena itu, perlu  kebijakan untuk menangani pemicu kejadian yang tidak diinginkan yaitu untuk hati-hati atau tidak dengan sengaja membuang putung rokok dan aktivitas pembakaran sampah yang harus diawasi. Perlu himbauan juga kepada masyarakat untuk tidak melalukan pembakaran/pembukaan lahan baru.

Sumber air bersih yang mulai menyusut juga menjadi salah satu dampak dari kemarau ini. Oleh karena itu, diperlukan kebijaksanaan masyarakat dalam “mengakali” situasi ini.

Salah satunya melakukan penghematan penggunaan air dengan cara air bekas cucian bisa digunakan untuk mencuci piring dan juga bisa dibuang di halaman rumah untuk mengurangi debu-debu. Masyarakat juga bisa memanfaatkan “kolong” bekas tambang timah sebagai sumber air.

Selain itu, peran pemerintah juga diperlukan dalam pemaksimalan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).

Kualitas udara yang menurun pada cuaca ekstrim musim kemarau, turut menimbulkan beberapa penyakit penyerta. Seperti sesak napas atau infeksi saluan pernapasan, pemicunya cuaca panas mendorong seseorang untuk sering mengonsumsi es berlebih sehingga berisiko mengalami sakit tengorokan serta cuaca ekstrim membuat sistem imun tubuh menurun dan Diare.

Udara yang semakin kering, debu yang meningkat akan menyebabkan terkontaminasinya air dengan bakteri, serta banyaknya lalat menyebabkan lingkungan tidak sehat.

Selanjutnya, Demam Berdarah Dengue (DBD) akan menyerang kita. Berkurangnya curah hujan pada musim kemarau menyebabkan tempat-tempat yang terdapat genangan air tidak tersapu air hujan sehingga menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti.  

Oleh sebab itu, guna mencegah timbulnya berbagai penyakit masyarakat harus mengonsumsi air putih yang banyak dan berkualitas, mengurangi konsumsi es, makan makanan bergizi, olahraga, rajin mencuci tangan, selalu menjaga kebersihan, serta membersihkan penampungan air atau bisa menanamkan tanaman lavender di sekitar rumah.

Penulis: Syarfawi dan Relin Lestari
Guru MAN 1 Bangka dan MA NU Al Baisuny

 

Pewarta: Syarfawi dan Relin Lestari*)

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023