"Bapak tidak ingin jadi 'inlander', kita harus menjadi nomor satu di negara kita sendiri. Gunakanlah bahasa Indonesia," begitulah Amie Primarni, mengenang sang Ayah, Mohammad Tabrani Soerjowitjirto atau M. Tabrani.
Wanita berusia 47 tahun tersebut mengaku bangga nama ayahandanya resmi tercatat sebagai salah satu pahlawan Nasional setelah Presiden RI Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan Nasional kepada M. Tabrani dan lima tokoh lainnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat.
Amie Primarni ialah anak kelima sekaligus anak bungsu dari M. Tabrani, sang wartawan yang berperan penting dalam mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Bahkan, sebelum Indonesia meraih kemerdekaan, M. Tabrani berjasa melahirkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama melalui Kongres Pemuda I pada tahun 1926.
Saat itu, Bahasa Melayu juga dipertimbangkan sebagai bahasa Nasional karena banyak digunakan oleh sejumlah pemuda daerah, salah satunya dari Sumatra. Perdebatan itu datang dari Mohammad Yamin.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Aminudin Aziz mengatakan ada perdebatan yang sengit antara Tabrani yang mengajukan Bahasa Indonesia dan Moh. Yamin yang mengusulkan Bahasa Melayu.
Pada saat itu, faktanya, Bahasa Melayu lah yang digunakan oleh para pemuda sebagai bahasa pergaulan, sedangkan Bahasa Indonesia belum tercipta.
Tabrani menilai bahwa nama Bahasa Indonesia harus satu nafas dengan pengakuan pemuda yang bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia, serta berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Pendapat tersebut ditentang oleh Moh. Yamin karena tidak ada Bahasa Indonesia, melainkan Bahasa Melayu. Tabrani bersikukuh bahwa nama Indonesia harus melekat pada Bahasa Indonesia, sehingga ia menegaskan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa kesatuan yang digunakan oleh Bangsa Indonesia.
Pemikiran Tabrani, kala itu dinilai sebuah sikap yang visioner karena perjalanan Bahasa Melayu yang memang menjadi awal mula bahasa di Indonesia hingga akhirnya Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kenegaraan dan bahasa internasional untuk para penutur asing.
Atas jasanya itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (kala itu Muhadjir Effendy) menganugerahkan penghargaan kepada M. Tabrani sebagai Tokoh Penggagas Bahasa Persatuan Indonesia pada 2019.
Berselang empat tahun kemudian, Tabrani menjadi pahlawan nasional yang dikukuhkan oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2023 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Pantas dinobatkan pahlawan
Sejarawan sekaligus Anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Anhar Gonggong menilai Tabrani memiliki pertimbangan pantas dinobatkan sebagai pahlawan Nasional.
Tabrani berperan besar sebagai pencetus Kongres Pemuda I dan mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
Perjalanan nama M. Tabrani, anak ketiga dari sembilan bersaudara asal Kabupaten Pamekasan, Madura, sebagai seorang pahlawan Nasional nyatanya tidaklah mulus.
Aminudin Aziz menjelaskan bahwa pengusulan M. Tabrani menjadi pahlawan sudah dicanangkan sejak 2015 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, saat itu sudah menyiapkan naskah akademik untuk didiskusikan bersama ahli sejarah dan diusulkan kepada pemerintah daerah.
Namun prosesnya sempat terhenti karena bukti-bukti pendukung, seperti nama jalan, atau nama gedung yang menyertai nama M. Tabrani hingga penilaian masyarakat tentang sosok tersebut belum cukup kuat.
Pada 2020, gagasan tersebut kembali dimunculkan, salah satunya melalui penamaan gedung di Kantor Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur.
Kepala Badan Bahasa Aminudin Azis juga meminta Bupati Pamekasan hingga Gubernur Jawa Timur untuk mendukung rencana pengusulan nama M. Tabrani sebagai pahlawan Nasional.
Setelah diusulkan dari pemerintah daerah, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan serta Kementerian Sosial menetapkan bahwa M. Tabrani termasuk dalam enam tokoh yang dianugerahi sebagai pahlawan Nasional bertepatan dengan Hari Pahlawan, Jumat, 10 November 2023.
Di mata keluarga
Sebagai seorang ayah, Tabrani mendidik anak-anaknya agar tumbuh memiliki karakter yang disiplin, bertanggung jawab, serta bekerja sebaik mungkin yang bisa dilakukan.
Dari pengakuan Amie, Tabrani yang lahir pada 10 Oktober 1904 itu juga dikenal sebagai sosok sederhana, dan tidak ingin memamerkan prestasi maupun kerja keras yang sudah diraihnya.
Setelah masa kemerdekaan, Tabrani mengisi hari dengan menulis lepas terkait gagasannya di sejumlah surat kabar.
Dunia jurnalistik memang tidak bisa dilepaskan dari dunia M. Tabrani sejak ia mengawali karir sebagai seorang wartawan pada 1925 di harian Hindia Baroe. Jurnalistik telah mencuri minatnya setelah ia menamatkan sekolah di OSVIA.
Selama periode 1936-1940 dan 1951-1952, Tabrani juga pernah menjadi pemimpin redaksi di surat kabar Pemandangan.
Sayangnya, Amie mengaku menyesal sejumlah tulisan Tabrani di surat kabar, seperti Suara Pembaruan, hingga Kompas, tidak disimpan oleh keluarga sebagai kliping bersejarah.
Tabrani wafat di usia 79 tahun pada tahun 1984 dan dimakamkan TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Selain buku yang ia tulis berjudul "Anak Nakal Banyak Akal", jasa M. Tabrani dapat dikenang kini melalui nama jalan, gedung, hingga taman.
Setelah dianugerahi gelar pahlawan Nasional, Pemerintah Kabupaten Pamekasan, mengubah nama jalan, perpustakaan daerah, gedung olahraga dan taman publik, dengan penyertaan nama M. Tabrani.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
Wanita berusia 47 tahun tersebut mengaku bangga nama ayahandanya resmi tercatat sebagai salah satu pahlawan Nasional setelah Presiden RI Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan Nasional kepada M. Tabrani dan lima tokoh lainnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat.
Amie Primarni ialah anak kelima sekaligus anak bungsu dari M. Tabrani, sang wartawan yang berperan penting dalam mengukuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Bahkan, sebelum Indonesia meraih kemerdekaan, M. Tabrani berjasa melahirkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama melalui Kongres Pemuda I pada tahun 1926.
Saat itu, Bahasa Melayu juga dipertimbangkan sebagai bahasa Nasional karena banyak digunakan oleh sejumlah pemuda daerah, salah satunya dari Sumatra. Perdebatan itu datang dari Mohammad Yamin.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Aminudin Aziz mengatakan ada perdebatan yang sengit antara Tabrani yang mengajukan Bahasa Indonesia dan Moh. Yamin yang mengusulkan Bahasa Melayu.
Pada saat itu, faktanya, Bahasa Melayu lah yang digunakan oleh para pemuda sebagai bahasa pergaulan, sedangkan Bahasa Indonesia belum tercipta.
Tabrani menilai bahwa nama Bahasa Indonesia harus satu nafas dengan pengakuan pemuda yang bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia, serta berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Pendapat tersebut ditentang oleh Moh. Yamin karena tidak ada Bahasa Indonesia, melainkan Bahasa Melayu. Tabrani bersikukuh bahwa nama Indonesia harus melekat pada Bahasa Indonesia, sehingga ia menegaskan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa kesatuan yang digunakan oleh Bangsa Indonesia.
Pemikiran Tabrani, kala itu dinilai sebuah sikap yang visioner karena perjalanan Bahasa Melayu yang memang menjadi awal mula bahasa di Indonesia hingga akhirnya Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kenegaraan dan bahasa internasional untuk para penutur asing.
Atas jasanya itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (kala itu Muhadjir Effendy) menganugerahkan penghargaan kepada M. Tabrani sebagai Tokoh Penggagas Bahasa Persatuan Indonesia pada 2019.
Berselang empat tahun kemudian, Tabrani menjadi pahlawan nasional yang dikukuhkan oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2023 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Pantas dinobatkan pahlawan
Sejarawan sekaligus Anggota Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan Anhar Gonggong menilai Tabrani memiliki pertimbangan pantas dinobatkan sebagai pahlawan Nasional.
Tabrani berperan besar sebagai pencetus Kongres Pemuda I dan mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
Perjalanan nama M. Tabrani, anak ketiga dari sembilan bersaudara asal Kabupaten Pamekasan, Madura, sebagai seorang pahlawan Nasional nyatanya tidaklah mulus.
Aminudin Aziz menjelaskan bahwa pengusulan M. Tabrani menjadi pahlawan sudah dicanangkan sejak 2015 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, saat itu sudah menyiapkan naskah akademik untuk didiskusikan bersama ahli sejarah dan diusulkan kepada pemerintah daerah.
Namun prosesnya sempat terhenti karena bukti-bukti pendukung, seperti nama jalan, atau nama gedung yang menyertai nama M. Tabrani hingga penilaian masyarakat tentang sosok tersebut belum cukup kuat.
Pada 2020, gagasan tersebut kembali dimunculkan, salah satunya melalui penamaan gedung di Kantor Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur.
Kepala Badan Bahasa Aminudin Azis juga meminta Bupati Pamekasan hingga Gubernur Jawa Timur untuk mendukung rencana pengusulan nama M. Tabrani sebagai pahlawan Nasional.
Setelah diusulkan dari pemerintah daerah, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan serta Kementerian Sosial menetapkan bahwa M. Tabrani termasuk dalam enam tokoh yang dianugerahi sebagai pahlawan Nasional bertepatan dengan Hari Pahlawan, Jumat, 10 November 2023.
Di mata keluarga
Sebagai seorang ayah, Tabrani mendidik anak-anaknya agar tumbuh memiliki karakter yang disiplin, bertanggung jawab, serta bekerja sebaik mungkin yang bisa dilakukan.
Dari pengakuan Amie, Tabrani yang lahir pada 10 Oktober 1904 itu juga dikenal sebagai sosok sederhana, dan tidak ingin memamerkan prestasi maupun kerja keras yang sudah diraihnya.
Setelah masa kemerdekaan, Tabrani mengisi hari dengan menulis lepas terkait gagasannya di sejumlah surat kabar.
Dunia jurnalistik memang tidak bisa dilepaskan dari dunia M. Tabrani sejak ia mengawali karir sebagai seorang wartawan pada 1925 di harian Hindia Baroe. Jurnalistik telah mencuri minatnya setelah ia menamatkan sekolah di OSVIA.
Selama periode 1936-1940 dan 1951-1952, Tabrani juga pernah menjadi pemimpin redaksi di surat kabar Pemandangan.
Sayangnya, Amie mengaku menyesal sejumlah tulisan Tabrani di surat kabar, seperti Suara Pembaruan, hingga Kompas, tidak disimpan oleh keluarga sebagai kliping bersejarah.
Tabrani wafat di usia 79 tahun pada tahun 1984 dan dimakamkan TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Selain buku yang ia tulis berjudul "Anak Nakal Banyak Akal", jasa M. Tabrani dapat dikenang kini melalui nama jalan, gedung, hingga taman.
Setelah dianugerahi gelar pahlawan Nasional, Pemerintah Kabupaten Pamekasan, mengubah nama jalan, perpustakaan daerah, gedung olahraga dan taman publik, dengan penyertaan nama M. Tabrani.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023