Jakarta (ANTARA) -
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi mengungkapkan kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
"Perbuatan terdakwa Mochtar mengakibatkan
terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan," ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
JPU menuturkan Mochtar mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar.
Dengan demikian, perbuatan Mochtar diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun dakwaan Emil juga dibacakan dalam sidang yang sama dengan Mochtar.
Emil didakwa dengan pasal yang sama dengan Mochtar dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada tahun 2015—2022.
JPU menjelaskan pada awalnya Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melaksanakan kerja sama antara PT Timah dengan sejumlah mitra jasa penambangan (pemilik izin usaha jasa pertambangan/IUJP) yang diketahui melakukan penambangan ilegal dan/atau menampung hasil penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Bersama-sama dengan Emil dan Alwin, Mochtar merealisasikan pembayaran dari PT Timah kepada mitra jasa penambangan (pemilik IUJP) seolah-olah sebagai imbal biaya usaha jasa penambangan, yang didasarkan pada jumlah bijih timah yang dihasilkan penambang ilegal sesuai harga pasar pada saat transaksi.
Kemudian, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin membuat dan melaksanakan program pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah. Dalam pelaksanaannya, PT Timah membeli bijih timah dari para penambang ilegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah.
Setelah itu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Tetian Wahyudi mengatur pembelian biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah menggunakan CV Salsabila Utama, yang merupakan perusahaan yang dikendalikan oleh Emil bersama-sama dengan Mochtar dan Tetian untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
JPU melanjutkan, Mochtar bersama-sama Alwin pun melakukan pembayaran bijih timah sebanyak 5 persen dari kuota ekspor bijih timah kepada perusahaan smelter swasta yang diketahui telah melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah dan pencatatannya direkayasa seolah-olah merupakan hasil produksi dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah.
Lalu, Mochtar bersama-sama dengan Emil dan Alwin melakukan sejumlah pertemuan dengan pemilik lima smelter swasta untuk mengadakan kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) penglogaman timah yang bertujuan mengakomodir kepentingan beberapa pemilik smelter swasta.
"Para pemilik smelter swasta dimaksud tidak memiliki competent person (CP) sehingga tidak dapat diterbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)-nya, tetapi memiliki banyak stok bijih timah yang bersumber dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah," ucap JPU.
JPU menyebutkan Mochtar selanjutnya bersama-sama dengan Emil, Alwin, dan Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT menyepakati harga sewa peralatan pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 4 ribu dolar Amerika Serikat (AS) per ton untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk empat smelter lainnya tanpa kajian atau feasibility study (studi kelayakan) dengan kajian dibuat tanggal mundur.
Baca juga: Kejagung serahkan tersangka FL adik Hendry Lie ke Kejari Jaksel
Baca juga: Helena Lim didakwa lakukan TPPU dari hasil tampung uang korupsi timah
Baca juga: Helena Lim jalani sidang perdana kasus dugaan korupsi timah