Ketua Mafindo Septiaji Eko Nugroho meminta masyarakat untuk mewaspadai berbagai jenis hoaks atau disinformasi terkait pemilu yang sudah mulai beredar di medai sosial.
“Sudah mulai banyak hoaks di masa kampanye pemilu ini banyaknya berupa saling serang ya antar kubu-kubu yang berkontestasi. Jadi ini yang paling banyak memang saling serang ya antar kubu-kubu yang berkontestasi, yang menyerang pak Prabowo (Prabowo Subianto) ada, menyerang pak Anies Baswedan itu juga ada, yang menyerang pak Ganjar (Ganjar Pranowo) juga ada,” ujar Septiaji di Jakarta, Jumat.

Selain hoaks yang berbentuk saling saling serang antar kubu, ada juga jenis hoaks yang bertujuan untuk mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu. 

“Nah, selain itu yang antar kubu saling berkontestasi memang yang kita khawatirkan adalah hoaks yang juga mendelegitimasi penyelenggara pemilu, seperti isu yang beredar sekarang ini server KPU dihack, datanya kan kesebar kemana-mana,” kata dia.

Septiaji menyebutkan isu dugaan penyebaran data pemilih Pemilu 2024 tersebut diikuti oleh banyak orang bahkan beberapa media dengan narasi bahwa kalau server itu diretas, maka hasil Pemilu juga akan bisa diubah. Menurutnya narasi seperti ini tingkat kegawatannya makin lebih tinggi dari hoaks yang menyerang kandidat-kandidat karena ini yang disasar adalah legitimasi proses pemilu.

Narasi tersebut bertujuan untuk memecah belah komunitas atau kelompok, yang mana diciptakannya narasi populer berupa harapan palsu yang memperdalam perpecahan dan menyesatkan masyarakat mengenai realitas politik yang ada.

Konten-konten hoaks lebih banyak menggunakan metode campuran antara teks dan video karena beberapa alasan. Pertama, meningkatkan kredibilitas dimana video sering dianggap sebagai bukti ‘nyata’ dari kejadian dan ketika dikombinasikan dengan tekas hal ini meningkatkan kredibilitas klaim. Teks digunakan untuk memberikan konteks dan narasi untuk video.

Kedua, memanfaatkan kelebihan format keduanya, dimana video secara visual dan emosional menarik dan teks bisa menjelaskan maksud dari visual serta mengarahkan pemahaman juga memperkuat pesan yang ingin disampaikan.

Ketiga, karena target audiens yang lebih luas. Beberapa orang lebih terpengaruh oleh teks, sementara yang lainnya lebih responsif terhadap konten visual. Digabungkannya kedua format tersebut, hoaks dapat menjangkau audiens yang lebih beragam. Keempat, viralitas di media sosial. Konten yang menggabungkan teks dan video cenderung lebih viral di media sosial, karena format ini lebih menarik dan mudah dipublikasikan.

Data Mafindo menyebutkan saat ini terdapat setidaknya 1.944 hoaks dengan komposisi sekitar 52,8 persen terkait isu politik dari periode Januari sampai Oktober. Pihaknya memperkirakan jumlah hoaks tersebut akan terus meningkat hingga akhir tahun.

Pewarta: Tim JACX

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023