Pangkalpinang (Antara Babel) - Petani lada putih di Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengharapkan bantuan lahan memperluas lahan perkebunan untuk meningkatkan produksi komoditas ekspor itu.
"Kami berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan nasib petani lada dalam mengembangkan usaha perkebunan lada putih," kata petani lada putih Bangka, Suhaili di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia mengatakan saat ini sebagian besar lahan perkebunan dikuasai investor perkebunan sawit, karet, perumahan dan tambang timah sehingga lahan untuk perluasan lada semakin terbatas.
"Saat ini kami tidak bisa memperluas lahan perkebunan, karena lahan-lahan yang dulunya hutan belukar sudah berubah menjadi perkebunan sawit, perumahan elit dan industri," ujarnya.
Ia mengaku saat ini luas tanaman lada yang dimilikinya hanya 1.000 meter per segi dan hanya bisa menanami 500 batang lada.
"Saya pernah membuka lahan perkebunan di kawasan hutan Petaling, setelah dibersihkan dan siap ditanami tiba-tiba diusir oleh petugas dari perusahaan perkebunan, karena lahan tersebut masuk ke dalam kawasan perkebunan tersebut," ujarnya.
Ia berharap pemerintah daerah menyediakan lahan khusus untuk pengembangan tanaman lada, agar petani bisa memperluas perkebunan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Kami berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib petani dari pada investor sawit," ujarnya.
Syamsul, salah seorang petani lada asal Desa Petaling mengatakan petani terpaksa beralih menambang timah di kolong (bekas tambang timah), kuli bangunan, karena kesulitan mencari lahan baru untuk berkebun lada dan tanaman lainnya.
"Kami ingin kembali berkebun lada, namun keinginan itu terpaksa dipendam, karena hutan dan semak belukar sudah dikuasai perusahaan sawit," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Kami berharap pemerintah daerah lebih memperhatikan nasib petani lada dalam mengembangkan usaha perkebunan lada putih," kata petani lada putih Bangka, Suhaili di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia mengatakan saat ini sebagian besar lahan perkebunan dikuasai investor perkebunan sawit, karet, perumahan dan tambang timah sehingga lahan untuk perluasan lada semakin terbatas.
"Saat ini kami tidak bisa memperluas lahan perkebunan, karena lahan-lahan yang dulunya hutan belukar sudah berubah menjadi perkebunan sawit, perumahan elit dan industri," ujarnya.
Ia mengaku saat ini luas tanaman lada yang dimilikinya hanya 1.000 meter per segi dan hanya bisa menanami 500 batang lada.
"Saya pernah membuka lahan perkebunan di kawasan hutan Petaling, setelah dibersihkan dan siap ditanami tiba-tiba diusir oleh petugas dari perusahaan perkebunan, karena lahan tersebut masuk ke dalam kawasan perkebunan tersebut," ujarnya.
Ia berharap pemerintah daerah menyediakan lahan khusus untuk pengembangan tanaman lada, agar petani bisa memperluas perkebunan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
"Kami berharap pemerintah lebih memperhatikan nasib petani dari pada investor sawit," ujarnya.
Syamsul, salah seorang petani lada asal Desa Petaling mengatakan petani terpaksa beralih menambang timah di kolong (bekas tambang timah), kuli bangunan, karena kesulitan mencari lahan baru untuk berkebun lada dan tanaman lainnya.
"Kami ingin kembali berkebun lada, namun keinginan itu terpaksa dipendam, karena hutan dan semak belukar sudah dikuasai perusahaan sawit," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016