Keluarga telah kehilangan kemampuannya untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur yang disampaikan orang tua kepada anak-anaknya.
Perubahan yang terjadi di masyarakat ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan perubahan yang terjadi di dalam keluarga itu sendiri. Sehingga banyak orang tua tidak bisa mengikuti terpaan informasi yang diterima anak-anaknya.
Hal itu dikemukakan Kepala BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), saat menerima audiensi Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI), Selasa (30/01/2024), di Ruang Rapat Stunting, BKKBN Pusat, Jakarta.
“Saya sering sampaikan bahwa keluarga itu kehilangan kemampuan untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur dari orang tua kepada anaknya. Sementara eranya sudah baru, membutuhkan cara baru, tapi orang tua kita belum pegang cara yang baru itu, "kata Hasto dalam keterangan rilis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis (1/2).
"Dan orang tua kita tidak ada yang mengajar bagaimana cara baru di era baru ini untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur bangsa kepada anak, "paparnya.
Menurut dokter Hasto, kalau suatu bangsa putus nilai luhur dan karakternya, maka 'nations'nya juga akan bergeser.
"Kita bisa kehilangan jati diri bangsa,” jelas dokter Hasto.
Ia juga mengatakan untuk mengatasi pergeseran nilai-nilai luhur pada generasi berikutnya, masyarakat baru harus berusaha menciptakan pendekatan baru, sehingga tercipta ekosistem yang berubah.
Lebih jauh dokter Hasto menyitir Survey daring yang dilakukan BKKBN tahun 2020 terkait “Kondisi Keluarga Pada Masa Pandemi Covid-19”. Survei ini melibatkan 20.680 responden. Hasilnya menunjukkan peran istri lebih dominan dalam memberikan pengaruh kepada anggota keluarga.
“Mengingatkan hidup sehat sampai ibadah, (peran) istri dominan. Suami hanya dominan mengingatkan anggota keluarga tentang berpikir positif," ujar dokter Hasto.
Berangkat dari hasil survey tersebut, dokter Hasto berkesimpulan bahwa banyak keluarga di negara ini sangat dipengaruhi oleh peran istri. "Namun demikian, banyak keluarga tetap saling mendukung karena memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi, punya nilai-nilai dasar Pancasila yang sebenarnya merasuk juga di dalam keluarga,” imbuh dokter Hasto.
Mendukung BKKBN
Sementara itu, Ketua ISI Dr. Arie Sujito mengatakan organisasi yang berisikan para pakar sosiologi yang jaringannya terdapat di seluruh Indonesia ini juga sangat memperhatikan kualitas keluarga. Untuk itu, ISI berkomitmen mendukung BKKBN dalam program-program ketahanan keluarga.
"Apalagi, keluarga mempunyai peran besar dalam kesehatan mental anak-anak mahasiswa," ujar Arie Sujito.
Arie Sujito mengatakan saat ini semakin banyak mahasiswa yang mengalami "suicidal" atau perasaan/pikiran untuk bunuh diri. Tercatat ada beberapa kasus serupa menimpa mahasiswa UI. Ada juga yang terjadi di salah satu perguruan tinggi di Semarang.
"Salah satu faktor menunjukkan bahwa keluarga juga punya peran. Dan sebetulnya tidak semata-mata soal kuliah,” jelas Arie Sujito.
Ia pun menegaskan bahwa keluarga butuh reformasi. Begitu juga kampus, harus ikut beradaptasi. Tidak melulu berbicara tentang infrastruktur, tetapi juga terkait persoalan kualitas SDM.
"Kalau ada perubahan dimensi baru, maka perubahan cara berkomunikasi itu juga penting. Dan kampus mau tidak mau mengadaptasi itu,” jelasnya.
Audiensi ini merupakan ajang diskusi ISI dan BKKBN untuk berkolaborasi tentang pentingnya meningkatkan ketahanan keluarga dan adaptasi keluarga di era perubahan yang sangat cepat terjadi saat ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Perubahan yang terjadi di masyarakat ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan perubahan yang terjadi di dalam keluarga itu sendiri. Sehingga banyak orang tua tidak bisa mengikuti terpaan informasi yang diterima anak-anaknya.
Hal itu dikemukakan Kepala BKKBN, Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), saat menerima audiensi Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI), Selasa (30/01/2024), di Ruang Rapat Stunting, BKKBN Pusat, Jakarta.
“Saya sering sampaikan bahwa keluarga itu kehilangan kemampuan untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur dari orang tua kepada anaknya. Sementara eranya sudah baru, membutuhkan cara baru, tapi orang tua kita belum pegang cara yang baru itu, "kata Hasto dalam keterangan rilis yang diterima di Pangkalpinang, Kamis (1/2).
"Dan orang tua kita tidak ada yang mengajar bagaimana cara baru di era baru ini untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur bangsa kepada anak, "paparnya.
Menurut dokter Hasto, kalau suatu bangsa putus nilai luhur dan karakternya, maka 'nations'nya juga akan bergeser.
"Kita bisa kehilangan jati diri bangsa,” jelas dokter Hasto.
Ia juga mengatakan untuk mengatasi pergeseran nilai-nilai luhur pada generasi berikutnya, masyarakat baru harus berusaha menciptakan pendekatan baru, sehingga tercipta ekosistem yang berubah.
Lebih jauh dokter Hasto menyitir Survey daring yang dilakukan BKKBN tahun 2020 terkait “Kondisi Keluarga Pada Masa Pandemi Covid-19”. Survei ini melibatkan 20.680 responden. Hasilnya menunjukkan peran istri lebih dominan dalam memberikan pengaruh kepada anggota keluarga.
“Mengingatkan hidup sehat sampai ibadah, (peran) istri dominan. Suami hanya dominan mengingatkan anggota keluarga tentang berpikir positif," ujar dokter Hasto.
Berangkat dari hasil survey tersebut, dokter Hasto berkesimpulan bahwa banyak keluarga di negara ini sangat dipengaruhi oleh peran istri. "Namun demikian, banyak keluarga tetap saling mendukung karena memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi, punya nilai-nilai dasar Pancasila yang sebenarnya merasuk juga di dalam keluarga,” imbuh dokter Hasto.
Mendukung BKKBN
Sementara itu, Ketua ISI Dr. Arie Sujito mengatakan organisasi yang berisikan para pakar sosiologi yang jaringannya terdapat di seluruh Indonesia ini juga sangat memperhatikan kualitas keluarga. Untuk itu, ISI berkomitmen mendukung BKKBN dalam program-program ketahanan keluarga.
"Apalagi, keluarga mempunyai peran besar dalam kesehatan mental anak-anak mahasiswa," ujar Arie Sujito.
Arie Sujito mengatakan saat ini semakin banyak mahasiswa yang mengalami "suicidal" atau perasaan/pikiran untuk bunuh diri. Tercatat ada beberapa kasus serupa menimpa mahasiswa UI. Ada juga yang terjadi di salah satu perguruan tinggi di Semarang.
"Salah satu faktor menunjukkan bahwa keluarga juga punya peran. Dan sebetulnya tidak semata-mata soal kuliah,” jelas Arie Sujito.
Ia pun menegaskan bahwa keluarga butuh reformasi. Begitu juga kampus, harus ikut beradaptasi. Tidak melulu berbicara tentang infrastruktur, tetapi juga terkait persoalan kualitas SDM.
"Kalau ada perubahan dimensi baru, maka perubahan cara berkomunikasi itu juga penting. Dan kampus mau tidak mau mengadaptasi itu,” jelasnya.
Audiensi ini merupakan ajang diskusi ISI dan BKKBN untuk berkolaborasi tentang pentingnya meningkatkan ketahanan keluarga dan adaptasi keluarga di era perubahan yang sangat cepat terjadi saat ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024