Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan tim penyidiknya tak menutup kemungkinan untuk memanggil anggota keluarga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Ketika penyidik memang membutuhkan keterangan dari pihak keluarga intinya, misalnya dalam rangka menelusuri aliran uang dan aset-aset, pasti kami panggil untuk memperjelas unsur-unsur dari TPPU," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.
Ali mengatakan saat ini penyidikan dan penelusuran terhadap aliran uang dan aset yang diduga terkait dengan perkara dugaan TPPU oleh SYL dan kawan-kawan masih terus berjalan.
SYL dikenakan pasal TPPU berdasarkan pengembangan perkara dugaan pemerasan di lingkungan Kementan, serta penerimaan gratifikasi sejumlah Rp44,5 miliar.
"Dari situ kemudian dikembangkan apakah ada yang berubah menjadi aset. Misalnya, membelanjakan, membayarkan, membeli dan seterusnya, itu kami dalami. Sehingga dibutuhkan keterangan dari berbagai pihak, termasuk keluarga," kata Ali.
Penyidik KPK pun telah melakukan penyitaan sejumlah aset yang diduga hasil TPPU dari SYL. Aset yang telah disita KPK ialah rumah kediaman SYL yang berada di wilayah Jakarta Selatan, kendaraan roda empat, uang tunai serta barang-barang lainnya yang bernilai ekonomis.
Penyidik KPK sebelumnya telah melayangkan pemanggilan terhadap putri SYL yang juga menjabat sebagai anggota DPR RI Indira Chunda Thita Syahrul Putri pada Jumat (2/2).
Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidik lembaga antirasuah kini tengah menjadwalkan pemanggilan ulang dan mengingatkan agar Chunda kooperatif dengan KPK.
Untuk diketahui, KPK pada hari Jumat, 13 Oktober 2023 resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Kedua tersangka menyusul Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) yang telah lebih dahulu ditahan pada hari Rabu, 11 Oktober 2023.
Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019-2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL lantas membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.
Kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung mulai 2020 hingga 2023.
SYL menginstruksikan dengan menugasi Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.
Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai 4.000 hingga 10.000 dolar AS.
KPK menyebut terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.
Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
Penggunaan uang oleh SYL, kata KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, diantaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, serta pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.
Selain itu, Alex mengatakan bahwa penyidik menemukan ada aliran dana dari SYL ke Partai NasDem. Komisi antirasuah juga mendapati adanya penggunaan uang lain oleh SYL bersama KS dan MH untuk ibadah umrah.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk tersangka SYL, juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
"Ketika penyidik memang membutuhkan keterangan dari pihak keluarga intinya, misalnya dalam rangka menelusuri aliran uang dan aset-aset, pasti kami panggil untuk memperjelas unsur-unsur dari TPPU," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa.
Ali mengatakan saat ini penyidikan dan penelusuran terhadap aliran uang dan aset yang diduga terkait dengan perkara dugaan TPPU oleh SYL dan kawan-kawan masih terus berjalan.
SYL dikenakan pasal TPPU berdasarkan pengembangan perkara dugaan pemerasan di lingkungan Kementan, serta penerimaan gratifikasi sejumlah Rp44,5 miliar.
"Dari situ kemudian dikembangkan apakah ada yang berubah menjadi aset. Misalnya, membelanjakan, membayarkan, membeli dan seterusnya, itu kami dalami. Sehingga dibutuhkan keterangan dari berbagai pihak, termasuk keluarga," kata Ali.
Penyidik KPK pun telah melakukan penyitaan sejumlah aset yang diduga hasil TPPU dari SYL. Aset yang telah disita KPK ialah rumah kediaman SYL yang berada di wilayah Jakarta Selatan, kendaraan roda empat, uang tunai serta barang-barang lainnya yang bernilai ekonomis.
Penyidik KPK sebelumnya telah melayangkan pemanggilan terhadap putri SYL yang juga menjabat sebagai anggota DPR RI Indira Chunda Thita Syahrul Putri pada Jumat (2/2).
Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidik lembaga antirasuah kini tengah menjadwalkan pemanggilan ulang dan mengingatkan agar Chunda kooperatif dengan KPK.
Untuk diketahui, KPK pada hari Jumat, 13 Oktober 2023 resmi menahan SYL dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Kedua tersangka menyusul Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) yang telah lebih dahulu ditahan pada hari Rabu, 11 Oktober 2023.
Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019-2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL lantas membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.
Kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung mulai 2020 hingga 2023.
SYL menginstruksikan dengan menugasi Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.
Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai 4.000 hingga 10.000 dolar AS.
KPK menyebut terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.
Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
Penggunaan uang oleh SYL, kata KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, diantaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, serta pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.
Selain itu, Alex mengatakan bahwa penyidik menemukan ada aliran dana dari SYL ke Partai NasDem. Komisi antirasuah juga mendapati adanya penggunaan uang lain oleh SYL bersama KS dan MH untuk ibadah umrah.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk tersangka SYL, juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024