Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak menerima surat permohonan untuk menjadi saksi meringankan (a de charge) dalam sidang Menteri Pertanian (Mentan) periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Kami tidak menerima surat apapun," ujar Haryo saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, dia enggan berkomentar lebih lanjut mengenai persidangan SYL.
Haryo menjelaskan saat ini Airlangga sedang berada dalam perjalanan ke Rusia untuk rapat bilateral terkait kerja sama ekonomi dan pembahasan Indo-Pasifik.
Sebelum berangkat ke Rusia, Airlangga, kata dia, dalam tiga hari terakhir menghadiri pertemuan Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) di Singapura.
Sebelumnya, Tim Penasihat Hukum SYL, pada akhir pekan lalu, sempat mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat agar Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bisa menjadi saksi meringankan dalam persidangan SYL.
Namun hari saat persidangan akan dimulai, Senin, Tim Penasihat Hukum SYL menyebutkan saksi meringankan yang dihadirkan berasal dari dua aparatur sipil negara (ASN) saat SYL menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan dan kader Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Adapun saksi dimaksud, yakni Abdul Malik Faisal , Rafly Fauzi, serta Jufri Rahman.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 20212023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
"Kami tidak menerima surat apapun," ujar Haryo saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dengan demikian, dia enggan berkomentar lebih lanjut mengenai persidangan SYL.
Haryo menjelaskan saat ini Airlangga sedang berada dalam perjalanan ke Rusia untuk rapat bilateral terkait kerja sama ekonomi dan pembahasan Indo-Pasifik.
Sebelum berangkat ke Rusia, Airlangga, kata dia, dalam tiga hari terakhir menghadiri pertemuan Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) di Singapura.
Sebelumnya, Tim Penasihat Hukum SYL, pada akhir pekan lalu, sempat mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat agar Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Ma'ruf Amin, serta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bisa menjadi saksi meringankan dalam persidangan SYL.
Namun hari saat persidangan akan dimulai, Senin, Tim Penasihat Hukum SYL menyebutkan saksi meringankan yang dihadirkan berasal dari dua aparatur sipil negara (ASN) saat SYL menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan dan kader Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Adapun saksi dimaksud, yakni Abdul Malik Faisal , Rafly Fauzi, serta Jufri Rahman.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 20212023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024