Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan bahwa paham radikalisme menyasar pada segala usia, termasuk mengarah
kepada anak-anak, remaja hingga perempuan.
Kasubdit Kerjasama Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Weti Deswiyati mengatakan paham radikalisme menyebar ke semua lini, terlebih kepada anak-anak. Untuk itu, anak-anak harus dilindungi dari ancaman intoleransi, radikalisme dan terorisme, karena itu keluarga perlu diperkuat guna mampu mendeteksi paparan paham radikalisme.
"Keluarga adalah orang-orang terdekat yang sangat berpotensi melakukan deteksi dini untuk mencegah ekstremisme berbasis kekerasan berlanjut. Semua itu sebagai ikhtiar dalam memperkuat ketahanan keluarga termasuk bagi keluarga yang anggota keluarganya terindikasi terpapar ajaran ekstremis berbasis kekerasan," katanya dalam rilis yang diterima, Jumat.
Dalam kampanye anti-radikalisme ke Blitar dan Kediri, ia juga memberi pemahaman tentang terorisme yang dapat dimulai dari lingkup paling kecil yakni keluarga. Hal itu menjadi perhatian sebab madrasah pertama dalam keluarga yang membentuk anak-anak menuju dunia luar adalah keluarga.
Pentingnya peran orang tua, wali murid, menjadi hal yang krusial, tentang menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anak dan menjadi benteng utama dalam menangkal paham radikal terorisme.
Peran perempuan atau seorang ibu dinilai sangat strategis dalam memberikan edukasi dan literasi terhadap keluarga khususnya anak-anak agar dapat terhindar dari paham kekerasan dan terorisme.
Kampanye tersebut diharapkan membuka wawasan pola pikir kita untuk memahami bahwa terorisme adalah sebuah paham yang menjadi duri dalam mencapai kemajuan untuk ibu pertiwi dan pencegahannya dapat diminimalkan mulai dari pendekatan keluarga.
Pihaknya berharap dengan kegiatan ini anak-anak dapat memiliki kesadaran tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, toleransi dan dapat menghindari paham radikalisme, dengan upaya yang dapat dilakukan adalah melalui membuka dialog secara intensif atau membangun komunikasi yang aktif dengan anak serta membawa anak-anak dalam pergaulan yang lebih bermanfaat.
Selain itu, juga diingatkan, peran seorang ibu juga dapat dikatakan sebagai lensa yang dipakai anak-anaknya untuk melihat dunia, oleh karenanya harmoni sosial atas masyarakat dengan keanekaragaman berbagai perbedaan, diharapkan dapat diterima dengan baik oleh anak melalui sosok ibu.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim, Prof Dr Hesti Armiwulan SH MHum dalam acara di Kediri mengingatkan bahwa kurangnya literasi digital membawa ekses buruk terhadap kehidupan masyarakat. Melalui media digital ide dan paham radikal yang cenderung dan pada tingkat ekstremisme.
Menurut dia, bila fenomena sosial ini dibiarkan niscaya akan mempengaruhi masyarakat. Bahkan dalam riset terakhir, tingkat potensi radikalisme mengarah pada kalangan anak, remaja dan perempuan
"Anak-anak kita usia SD kelak akan menjadi pemimpin di masa Indonesia emas, 2045. Mereka inilah yang harus menjadi perhatian penting kita sekarang. Karena tongkat estafet berada di tangan mereka," kata Hesti, yang juga mantan Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM RI.
Pihaknya mengapresiasi edukasi yang diberikan ini. Hal ini membawa dampak positif dan memberikan pengetahuan tentang terorisme dan antisipasinya.
Kegiatan ini diikuti oleh para siswa SMP/MTs di wilayah Kediri bersama orang tua. Acara serupa juga digelar sebelumnya di Blitar.
Acara hasil kolaborasi Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan program "Smart Bangsaku, Bersatu Indonesiaku". Masyarakat dan pelajar itu sengaja dilibatkan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Kasubdit Kerjasama Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Weti Deswiyati mengatakan paham radikalisme menyebar ke semua lini, terlebih kepada anak-anak. Untuk itu, anak-anak harus dilindungi dari ancaman intoleransi, radikalisme dan terorisme, karena itu keluarga perlu diperkuat guna mampu mendeteksi paparan paham radikalisme.
"Keluarga adalah orang-orang terdekat yang sangat berpotensi melakukan deteksi dini untuk mencegah ekstremisme berbasis kekerasan berlanjut. Semua itu sebagai ikhtiar dalam memperkuat ketahanan keluarga termasuk bagi keluarga yang anggota keluarganya terindikasi terpapar ajaran ekstremis berbasis kekerasan," katanya dalam rilis yang diterima, Jumat.
Dalam kampanye anti-radikalisme ke Blitar dan Kediri, ia juga memberi pemahaman tentang terorisme yang dapat dimulai dari lingkup paling kecil yakni keluarga. Hal itu menjadi perhatian sebab madrasah pertama dalam keluarga yang membentuk anak-anak menuju dunia luar adalah keluarga.
Pentingnya peran orang tua, wali murid, menjadi hal yang krusial, tentang menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada anak dan menjadi benteng utama dalam menangkal paham radikal terorisme.
Peran perempuan atau seorang ibu dinilai sangat strategis dalam memberikan edukasi dan literasi terhadap keluarga khususnya anak-anak agar dapat terhindar dari paham kekerasan dan terorisme.
Kampanye tersebut diharapkan membuka wawasan pola pikir kita untuk memahami bahwa terorisme adalah sebuah paham yang menjadi duri dalam mencapai kemajuan untuk ibu pertiwi dan pencegahannya dapat diminimalkan mulai dari pendekatan keluarga.
Pihaknya berharap dengan kegiatan ini anak-anak dapat memiliki kesadaran tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, toleransi dan dapat menghindari paham radikalisme, dengan upaya yang dapat dilakukan adalah melalui membuka dialog secara intensif atau membangun komunikasi yang aktif dengan anak serta membawa anak-anak dalam pergaulan yang lebih bermanfaat.
Selain itu, juga diingatkan, peran seorang ibu juga dapat dikatakan sebagai lensa yang dipakai anak-anaknya untuk melihat dunia, oleh karenanya harmoni sosial atas masyarakat dengan keanekaragaman berbagai perbedaan, diharapkan dapat diterima dengan baik oleh anak melalui sosok ibu.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim, Prof Dr Hesti Armiwulan SH MHum dalam acara di Kediri mengingatkan bahwa kurangnya literasi digital membawa ekses buruk terhadap kehidupan masyarakat. Melalui media digital ide dan paham radikal yang cenderung dan pada tingkat ekstremisme.
Menurut dia, bila fenomena sosial ini dibiarkan niscaya akan mempengaruhi masyarakat. Bahkan dalam riset terakhir, tingkat potensi radikalisme mengarah pada kalangan anak, remaja dan perempuan
"Anak-anak kita usia SD kelak akan menjadi pemimpin di masa Indonesia emas, 2045. Mereka inilah yang harus menjadi perhatian penting kita sekarang. Karena tongkat estafet berada di tangan mereka," kata Hesti, yang juga mantan Komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM RI.
Pihaknya mengapresiasi edukasi yang diberikan ini. Hal ini membawa dampak positif dan memberikan pengetahuan tentang terorisme dan antisipasinya.
Kegiatan ini diikuti oleh para siswa SMP/MTs di wilayah Kediri bersama orang tua. Acara serupa juga digelar sebelumnya di Blitar.
Acara hasil kolaborasi Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan program "Smart Bangsaku, Bersatu Indonesiaku". Masyarakat dan pelajar itu sengaja dilibatkan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024