Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI August Mellaz mengungkapkan alasan pihaknya tak menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat terkait putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI yang menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Ketua Hasyim Asy'ari terkait kasus dugaan asusila.
Dia menjelaskan kasus Hasyim merupakan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan secara pribadi. Hal ini juga tak berkaitan dengan KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu.

"Teman-teman yang jelas, kalau kasus pelanggaran kode etik pemilu, ya, kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu itu persoalan pribadi-pribadi. Di situ," ujar Mellaz di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, dia mengaku tak ingin mengomentari lebih banyak terkait kasus tersebut, sebab, DKPP sudah mengeluarkan keputusan dan dirinya pun menghormati hal itu.

"Jadi, ya bagaimana? Kan kita tidak mau komentari seperti apa. Putusannya sudah keluar, ya kita hormati di situ," ujarnya.

Saat ditanya awak media lebih lanjut terkait perilaku Hasyim yang turut mencoreng nama KPU, Mellaz menegaskan bahwa kasus tersebut merupakan urusan pribadi.

"Kan kalau KPU-nya disuruh minta maaf, itu kan kecuali kita ya. Ini kalau urusan itu, urusan pribadi-pribadi. Kami juga tidak akan campuri," kata Mellaz.

Untuk diketahui, pada Kamis (15/2), KPU pernah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait salah konversi untuk membaca data Formulir Model C1-Plano atau catatan hasil penghitungan suara Pemilu 2024 pada sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).

Tak hanya itu, KPU juga kembali minta maaf terkait kinerjanya dalam berbagai tahap Pemilu 2024 hingga penetapan hasil akhir perolehan suara yang dinilai kurang memuaskan semua pihak, pada Rabu (20/3).

Lebih lanjut, Mellaz mengatakan posisi Hasyim yang saat ini telah digantikan oleh Anggota KPU RI Divisi Hukum dan Pengawasan Mochammad Afifuddin akan terus menjalankan mekanisme dan tugas sebagai penyelenggara di tengah berlangsungnya tahapan pilkada serentak 2024.

“Tapi kami tegaskan tidak akan bahwa dalam konteks pelaksanaan organisasi ke depan, kami sudah lakukan mekanisme. Kami sudah mengambil kesepakatan, memberikan mandat kepada mas Afifuddin untuk melaksanakan tugas," jelasnya.

"Tentu dengan segala dinamika yang kami hadapi, kami harus memenuhi kewajiban kami terhadap undang-undang," pungkas dia.

Sebelumnya, Rabu (3/7), DKPP RI menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap untuk Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari terkait dengan kasus dugaan asusila.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Hasyim Asy'ari selaku ketua merangkap anggota Komisi Pemilihan Umum RI terhitung putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Rabu.

Selain itu, DKPP RI mengabulkan pengaduan pengadu seluruhnya, kemudian meminta Presiden RI Joko Widodo untuk mengganti Hasyim dalam kurun waktu putusan hari sejak putusan dibacakan.

"Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan," ujarnya.

Terakhir, DKPP RI meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI untuk mengawasi pelaksanaan putusan tersebut.

Sidang Putusan Nomor Perkara 90-PKE-DKPP/V/2024 tersebut dimulai pukul 14.10 WIB dan dibuka oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito. Pada sidang kali ini Hasyim hadir secara daring melalui aplikasi telekonferensi zoom.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024