Calon Hakim Agung Setyanto Hermawan mengaku merasa prihatin dengan kondisi yang terjadi di Mahkamah Agung saat ini.
Pernyataan itu disampaikan Setyanto dalam wawancara terbuka calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung yang digelar Komisi Yudisial dan dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Pada mulanya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof. Yuliandri yang dihadirkan sebagai salah satu pewawancara bertanya kepada Setyanto mengenai motivasinya mendaftarkan diri menjadi calon hakim agung di MA.
Setyanto menjawab bahwa motivasi dirinya mendaftarkan diri karena merasa prihatin dengan kondisi lembaga peradilan itu saat ini.
Menurutnya, masalah integritas menjadi bagian penting yang harus diperbaiki di MA.
"Melihat situasi dan kondisi MA yang kita rasakan semua, saya sungguh prihatin dan oleh karena itu, saya tergerak untuk ikut memperbaiki. Tentu saja yang bisa saya lakukan adalah melalui integritas dan profesionalisme melalui putusan-putusan yang akan saya jatuhkan," ujarnya.
Lalu, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Siti Nurdjanah bertanya lebih lanjut mengenai keprihatinan yang diungkapkan Setyanto.
Pria yang sedang menjabat sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar itu pun menjawab bahwa dirinya merasa prihatin ketika ada hakim ataupun aparat yang dijatuhi pidana.
Atas jawaban tersebut, Siti menanggapi bahwa harus ada konsep tindak tanduk atau perilaku yang harus diperhatikan oleh seluruh unsur di MA, mulai dari hakim agung, panitera, sampai dengan pegawai.
Setyanto kemudian menimpali bahwa pola hidup sederhana perlu diterapkan pada setiap anggota MA untuk mencegah sifat hedonisme.
"Ini justru soal bagaimana menerapkan pola hidup sederhana, soal kita harus hidup cukup. Hakim harus memberikan contoh yang baik," ucapnya.
Selain itu, ia juga menekan pentingnya transparansi dalam alur perkara di MA.
"Transparansi di MA juga perlu menjadi bahan koreksi dalam artian, masyarakat ikut mengawasi atau pihak-pihak yang setiap pencari keadilan juga bisa memonitor perjalanan perkaranya," ujarnya.
KY sedang menggelar tahapan wawancara terbuka bagi 19 calon hakim agung dan tiga calon hakim ad hoc HAM di MA mulai Senin (8/7) hingga Kamis (11/7).
Ketua KY Amzulian Rifai menjelaskan wawancara terbuka akan menggali beberapa aspek, yakni kenegarawanan, visi dan misi, komitmen, integritas, wawasan pengetahuan hukum dan peradilan, serta kompetensi bidang para calon hakim sesuai kamar masing-masing.
Wawancara dilakukan oleh pimpinan, anggota KY, dan para pakar di bidangnya. Selain itu, wawancara terbuka ini juga melibatkan partisipasi masyarakat dengan cara mengajukan pertanyaan kepada para calon secara langsung maupun secara virtual.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Pernyataan itu disampaikan Setyanto dalam wawancara terbuka calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di Mahkamah Agung yang digelar Komisi Yudisial dan dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Pada mulanya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas Prof. Yuliandri yang dihadirkan sebagai salah satu pewawancara bertanya kepada Setyanto mengenai motivasinya mendaftarkan diri menjadi calon hakim agung di MA.
Setyanto menjawab bahwa motivasi dirinya mendaftarkan diri karena merasa prihatin dengan kondisi lembaga peradilan itu saat ini.
Menurutnya, masalah integritas menjadi bagian penting yang harus diperbaiki di MA.
"Melihat situasi dan kondisi MA yang kita rasakan semua, saya sungguh prihatin dan oleh karena itu, saya tergerak untuk ikut memperbaiki. Tentu saja yang bisa saya lakukan adalah melalui integritas dan profesionalisme melalui putusan-putusan yang akan saya jatuhkan," ujarnya.
Lalu, Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Siti Nurdjanah bertanya lebih lanjut mengenai keprihatinan yang diungkapkan Setyanto.
Pria yang sedang menjabat sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Makassar itu pun menjawab bahwa dirinya merasa prihatin ketika ada hakim ataupun aparat yang dijatuhi pidana.
Atas jawaban tersebut, Siti menanggapi bahwa harus ada konsep tindak tanduk atau perilaku yang harus diperhatikan oleh seluruh unsur di MA, mulai dari hakim agung, panitera, sampai dengan pegawai.
Setyanto kemudian menimpali bahwa pola hidup sederhana perlu diterapkan pada setiap anggota MA untuk mencegah sifat hedonisme.
"Ini justru soal bagaimana menerapkan pola hidup sederhana, soal kita harus hidup cukup. Hakim harus memberikan contoh yang baik," ucapnya.
Selain itu, ia juga menekan pentingnya transparansi dalam alur perkara di MA.
"Transparansi di MA juga perlu menjadi bahan koreksi dalam artian, masyarakat ikut mengawasi atau pihak-pihak yang setiap pencari keadilan juga bisa memonitor perjalanan perkaranya," ujarnya.
KY sedang menggelar tahapan wawancara terbuka bagi 19 calon hakim agung dan tiga calon hakim ad hoc HAM di MA mulai Senin (8/7) hingga Kamis (11/7).
Ketua KY Amzulian Rifai menjelaskan wawancara terbuka akan menggali beberapa aspek, yakni kenegarawanan, visi dan misi, komitmen, integritas, wawasan pengetahuan hukum dan peradilan, serta kompetensi bidang para calon hakim sesuai kamar masing-masing.
Wawancara dilakukan oleh pimpinan, anggota KY, dan para pakar di bidangnya. Selain itu, wawancara terbuka ini juga melibatkan partisipasi masyarakat dengan cara mengajukan pertanyaan kepada para calon secara langsung maupun secara virtual.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024