Jakarta (Antara Babel) - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengirim investigator untuk menyelidiki kapal perahu atau pompong yang tenggelam pada 21 Agustus 2016 sekitar pukul 11.15 WIB.

"Kami merasa perlu melakukan investigasi kecelakaan kapal dikarenakan terdapat banyak korban jiwa manusia, meninggal, hilang atau cedera berat," kata ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Kapal pompong mengangkut 16 orang dan dikemudikan satu nakhoda dengan rute Tanjung Pinang - Pulau Penyengat mengalami tenggelam.

"Tenggelamnya kapal ini disertai angin kencang membuat perahu mengalami kecelakaan," ucapnya.

Soerjanto mengatakan pihaknya mengirimkan tim investigator sebanyak tiga orang di mana Ketua investigator (IIC) oleh Bapak Aldrin Dalemunte dan beberapa anggota Captain Henry Ardyne Bernes dan Aleik Nurwahyudi.

Dia menuturkan tim investigasi terdiri dari tenaga-tenaga profesional dengan pengalaman yang pengalaman, berlatar belakang nautika (nautical), permesinan kapal (marine engineer), teknik perkapalan (naval architect) dan bidang lainnya sesuai kebutuhan, antara lain "human factors specialist", dan sebagainya.

"Mereka memiliki bekal pengetahuan yang cukup tentang peraturan peraturan nasional dan internasional tentang keselamatan kapal dan pencemaran laut serta memperoleh pelatihan formal dalam 'marine casualty investigation' (investigasi korban laut)," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, sistem dan prosedur investigasi menggunakan cara pendekatan selangkah demi selangkah (step by step approach) yang akan diaplikasikan pada faktor-faktor manusia (human factors) yang terintegrasi.

"Adaptasi dari sejumlah rangkaian faktor manusia yang sudah ada," katanya.

Adapun sistem dan prosedur yang harus dilakukan pada setiap investigasi kecelakaan kapal adalah pengumpulan data tentang kejadian /terjadinya peristiwa, menentukan urutan (sequence) kejadian dan mengidentifikasi tindakan-tindakan, keputusan-keputusan tidak aman/ membahayakan (unsafe acts and decisions), dan kondisi-kondisi tidak aman (unsafe conditions).

Di mana, lanjut dia, untuk hal tersebut diikuti langkah berikutnya, yaitu identifikasi jenis pelanggaran (violation) atau kelalaian (error type), identifikasi faktor-faktor pokok yang mendasari (underlying factors) dan identifikasi permasalahan keselamatan yang potensial dan mengembangkan tindakan - tindakan ke arah keselamatan.

"Dalam melaksanakan kegiatan investigasi kecelakaan kapal, KNKT harus melakukan koordinasi dengan institusi lain terutama dengan institusi yang bertanggung jawab di bidang keselamatan pelayaran dan institusi terkait," paparnya.

Institusi tersebut, di antaranya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Administrator Pelabuhan/ Kepala Kantor Pelabuhan, Polri, Badan SAR, Dinas Perhubungan, Perusahaan Pelayaran/ pemilik kapal/ Agen, Penyelenggara/ pengelola pelabuhan, Instansi lain yang terkait.

"KNKT akan melakukan proses investigasi dimulai dari pemeriksaan kelailautan kapal, kemudian dilanjutkan pada pemeriksaan Mesin Penggerak dan Sistem Otomasi di Kapal dan yang terakhir pemeriksaan terhadap Peralatan Navigasi dan Komunikasi," imbuhnya.

Selain pemeriksaan di atas, dia menambahkan, investigasi dilakukan pada manajemen perusahaan operator yang meliputi operator/pemilik yang mencakup mencakup asurasi kualitas keselamatan (quality safety assurance), seperti pendaftaran (booking) muatan dan/atau penumpang, proses keberangkatan dan kedatangan (penerapan ISM Code).

"Sistem pemeliharaan kapal yang mencakup jadwal dan sistem pemeliharaan kapal, terutama yang berkaitan dengan faktor keselamatan," tambahnya.

Soerjanto mengatakan kewenangan KNKT untuk melakukan investigasi kecelakaan kapal tenggelam didasarkan pada IMO Resolution A.849 (20) yang diadopsi tanggal 27 November 1997, yaitu meminta kepada semua negara bendera kapal untuk melakukan investigasi dan penelitian semua kecelakaan kapal baik kecelakaan yang sangat berat maupun berat dan menyampaikan temuan-temuannya kepada IMO.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016