Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menepis isu yang menyebut dirinya melakukan intimidasi ke Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Menurutnya, intimidasi memiliki arti mengancam secara diam-diam dan sembunyi, sedangkan Megawati mengaku memberikan pernyataan secara terbuka perihal keinginannya berbicara dengan sang Kapolri terkait kondisi yang terjadi belakangan ini.
“Ini yang saya mau menerangkan, tolong tulis baik-baik. Ada orang ngomong loh kok saya katanya mengintimidasi Kapolri? Ini orang, bukan orang Indonesia ku rasa. Masa tidak mengerti orang aturan,” kata Megawati di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu.
Dia pun mempertanyakan yang menyebut pernyataannya terkait Kapolri adalah sebagai bentuk intimidasi.
“Kalau intimidasi, saya tidak ngomong di depan umum. Aku pikir, kenapa tidak boleh ketemu Kapolri? Kapolrinya mau tidak ketemu sama saya? Sampai hari ini tidak ada surat, ‘Ibu Mega yang terhormat’ ayo kita ngobrol. Memangnya nanti saya terus mau ditangkap (dulu) karena mau ketemu Kapolri?” tutur Megawati.
Presiden Kelima RI ini menjelaskan sebagai warga negara Indonesia, dirinya tentu memiliki hak bertemu dengan Kapolri.
“Saya warga negara Indonesia, saya yang memisahkan Polri (dengan TNI). Betul apa tidak? Zaman (saya menjadi) Presiden. Terus masa rakyat enggak boleh ketemu sama Kapolri? Kalau saya bilang mau ketemu Kapolri, Kapolrinya kan mestinya buka pintu,” ungkap Megawati.
Dia pun mengingatkan awak media yang hadir untuk tak memutarbalikkan apa yang disampaikannya.
“Karena yang saya terangkan ini adalah perjuangan dan sejarah bangsa Indonesia,” tegas Megawati.
“Sampaikan sana sama Kapolri, masa saya tidak boleh? Kalau orang lain saja boleh, masa saya tidak boleh. Karena saya yang memisahkan, terus saya takut? Tidak. Saya orang baik-baik,” tambah Megawati.
Megawati kembali menyampaikan bahwa dirinya memang ingin bertemu Kapolri.
“Ibu Megawati Soekarnoputri minta ketemu yang namanya Kepala Polisi Republik Indonesia,” ucap Megawati.
Ia pun berbicara banyak soal alasan mengapa dirinya ingin bertemu dengan Kapolri di antaranya bagaimana ia menerima berbagai laporan, data, dan fakta mengenai intimidasi serta ketidaknetralan aparat.
Lalu, terkait ajang politik maupun proses penegakan hukum. Megawati mengaku dirinya sangat terusik dengan keadaan tersebut.
Ia merasa hal-hal demikian perlu diingatkan kepada pemimpin tertinggi di Kepolisian, mengingat hal itu tak sejalan dengan tujuan proses reformasi di tubuh Polri yang banyak dimulai ketika Megawati menjadi presiden.
“Masa diintimidasi hanya karena ada perintah dari atas. Atasnya mana? ‘Yang pasti bu ada perintah dari atas’. Gila apa tidak? Gila apa tidak? Gila dong. Lah kok tidak mau bilang dari si ini, si ono, si ini, perintah ya dari atas,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia bicara berkali-kali meminta waktu untuk bertemu dengan Kapolri saat ini.
“Ntar diundang apa tidak, tidak tahu. Ntar tahu-tahu perwakilan (Kapolri yang menemui). Lihat saja nanti. (Tapi) Saya hanya mau ngomong kok (ke Kapolri), bapak udah, insaf dong. Masa sih wargaku itu (diintimidasi padahal) warga Indonesia juga,” pungkas dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
Menurutnya, intimidasi memiliki arti mengancam secara diam-diam dan sembunyi, sedangkan Megawati mengaku memberikan pernyataan secara terbuka perihal keinginannya berbicara dengan sang Kapolri terkait kondisi yang terjadi belakangan ini.
“Ini yang saya mau menerangkan, tolong tulis baik-baik. Ada orang ngomong loh kok saya katanya mengintimidasi Kapolri? Ini orang, bukan orang Indonesia ku rasa. Masa tidak mengerti orang aturan,” kata Megawati di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu.
Dia pun mempertanyakan yang menyebut pernyataannya terkait Kapolri adalah sebagai bentuk intimidasi.
“Kalau intimidasi, saya tidak ngomong di depan umum. Aku pikir, kenapa tidak boleh ketemu Kapolri? Kapolrinya mau tidak ketemu sama saya? Sampai hari ini tidak ada surat, ‘Ibu Mega yang terhormat’ ayo kita ngobrol. Memangnya nanti saya terus mau ditangkap (dulu) karena mau ketemu Kapolri?” tutur Megawati.
Presiden Kelima RI ini menjelaskan sebagai warga negara Indonesia, dirinya tentu memiliki hak bertemu dengan Kapolri.
“Saya warga negara Indonesia, saya yang memisahkan Polri (dengan TNI). Betul apa tidak? Zaman (saya menjadi) Presiden. Terus masa rakyat enggak boleh ketemu sama Kapolri? Kalau saya bilang mau ketemu Kapolri, Kapolrinya kan mestinya buka pintu,” ungkap Megawati.
Dia pun mengingatkan awak media yang hadir untuk tak memutarbalikkan apa yang disampaikannya.
“Karena yang saya terangkan ini adalah perjuangan dan sejarah bangsa Indonesia,” tegas Megawati.
“Sampaikan sana sama Kapolri, masa saya tidak boleh? Kalau orang lain saja boleh, masa saya tidak boleh. Karena saya yang memisahkan, terus saya takut? Tidak. Saya orang baik-baik,” tambah Megawati.
Megawati kembali menyampaikan bahwa dirinya memang ingin bertemu Kapolri.
“Ibu Megawati Soekarnoputri minta ketemu yang namanya Kepala Polisi Republik Indonesia,” ucap Megawati.
Ia pun berbicara banyak soal alasan mengapa dirinya ingin bertemu dengan Kapolri di antaranya bagaimana ia menerima berbagai laporan, data, dan fakta mengenai intimidasi serta ketidaknetralan aparat.
Lalu, terkait ajang politik maupun proses penegakan hukum. Megawati mengaku dirinya sangat terusik dengan keadaan tersebut.
Ia merasa hal-hal demikian perlu diingatkan kepada pemimpin tertinggi di Kepolisian, mengingat hal itu tak sejalan dengan tujuan proses reformasi di tubuh Polri yang banyak dimulai ketika Megawati menjadi presiden.
“Masa diintimidasi hanya karena ada perintah dari atas. Atasnya mana? ‘Yang pasti bu ada perintah dari atas’. Gila apa tidak? Gila apa tidak? Gila dong. Lah kok tidak mau bilang dari si ini, si ono, si ini, perintah ya dari atas,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia bicara berkali-kali meminta waktu untuk bertemu dengan Kapolri saat ini.
“Ntar diundang apa tidak, tidak tahu. Ntar tahu-tahu perwakilan (Kapolri yang menemui). Lihat saja nanti. (Tapi) Saya hanya mau ngomong kok (ke Kapolri), bapak udah, insaf dong. Masa sih wargaku itu (diintimidasi padahal) warga Indonesia juga,” pungkas dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024